Anti Galau Belajar dari ‘Amul Husni

Publish

16 January 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
735
Sumber Foto Unsplash

Sumber Foto Unsplash

Anti Galau Belajar dari ‘Amul Husni

Oleh: Dartim Ibnu Rushd, Dosen Prodi Pendidikan Agama Islam-UMS

Mungkin sering di antara kita merasakan kegalauan. Galau yang muncul karena disebabkan oleh banyak sebab. Sebab karena kenyataan tidak sesuai harapan atau karena ada banyak hal menyakitkan yang menimpa kita. Entah karena kekurangan, kesakitan atau keadaan yang sulit. Manusia wajar merasakan hal-hal demikian. Termasuk halnya dengan Nabi Muhammad S.A.W. 

Kata siapa kegalauan itu tidak dirasakan oleh Nabi? Kata siapa Nabi tidak pernah galau? Justru kegalauan itu sangat identik dengan kenabian. Kata siapa kalau Nabi tidak pernah merasakan sedih, sakit atau pahitnya kegalauan itu? Justru Nabi itu sering mengalami kegalauan dengan tingkat penderitaan yang sangat tinggi, entah karena penderitaan melihat umatnya atau karena “ditinggal” oleh orang-orang tercinta yang ada di sekitarnya. Begitulah Nabi, sama seperti manusia pada umumnya. Pernah merasakan sakit, sedih dan juga kegalauan ini.  

Bahkan mungkin karena “saking galaunya Nabi” kejadian ini (kegalauan Nabi) pernah menjadi nama tahun, yang orang-orang Arab ketika itu sering menyebutnya sebagai “tahun kesedihan” atau bahasa Arabnya adalah ‘amul husni. Adapun yang menjadi penyebab sedihnya nabi Ketika itu adalah karena ditinggal oleh pamannya, Abu Thalib dan dalam waktu hampir bersamaan menyusul ditinggal oleh istrinya, Khadijah.

Nabi mengalami kesedihan teramat dalam ketika itu. Apalagi di saat seperti itu kondisi umat Islam juga dalam posisi yang sangat menyedihkan. Umat Islam diboikot di sebuah lembah yang disebut “Syib”. Kondisi mereka sangat memprihatinkan, tidak ada makanan, tidak ada jual beli dan lainnya. Melihat kondisi sosial politik Umat Islam yang sangat lemah itu membuat perasaan Nabi bertambah semakin sedih. Mungkin kalau kita bayangkan hari ini, kita hanya bisa berucap “betapa sakit dan sedihnya Nabi”. 

Karena memang benar siapapun yang dilanda kegalauan itu, tidak mudah menerimanya. Galau membuat hati terasa sakit, membuat pikiran tidak tenang, tidur tidak nyenyak, makan tidak enak dan badan kadang menjadi lemah. Tiba-tiba sakit padahal tidak ada jejak atau gejala sakitnya, dalam bahasa psikologis disebut Psychosomatic.

Ada juga terkadang yang mengatakan hidup sudah tidak ada artinya. Mati lebih baik daripada hidup dalam kegalauan. Hidup seakan terasa mati. Nabipun merasakan rasa sakit itu, Nabi merasakan penderitaan itu. Menurut kisah dari Abu Bakar, sahabat terdekatnya, ketika itu Nabi menjadi sering melamun, merasa tidak enak makan, membuat tidur tidak nyenyak, dan sering menyendiri karena sedih yang berkepanjangan. Satu gejala umum ketika orang dilanda kegalauan.

Namun dari peristiwa ini apa yang perlu kita teladani? Bagaimana resep kenabian dalam mengatasi kesedihan itu? Apa yang perlu dilakukan saat kegalauan datang? Kita lanjutkan kisah di atas. Jadi, ketika Nabi sedang dilanda kesedihan, seolah-olah ada tiga cara dari Allah yang sedang mengobati kesedihan kekasihnya itu. Pertama diturunkannya surat Yusuf satu surat penuh. Kedua di-isra-kan dari Masjidil Haram (Makkah) ke Masjidil Aqsa (Yerusalem). Ketiga adalah di-mi’raj-kan dari Masjidil Aqsa menuju Sidratul Muntaha. Di mana ketika itu Nabi diangkat menuju hariban Allah, dan mendapatkan perintah langsung untuk melaksanakan kewajiban shalat.

Tiga Resep Kenabian

Singkatnya, ada tiga cara atau tiga tahap untuk mengatasi kesedihan itu. Adapun penjelasannya adalah diturunkannya surat Yusuf dalam satu surat penuh, pertama, mengisyaratkan bahwa kita disuruh untuk belajar dari kisah-kisah yang lebih sedih dari orang lain (bercerita). Karena di dalam Surat Yusuf berkisah tentang penderitaan dari satu kesedihan ke kesedihan yang lain. 

Karena ternyata dengan belajar dari kesedihan orang lain membuat kita lebih bisa menerima kenyataan. Selain itu kita bisa mengambil hikmah dibaliknya. Isyarat kedua, ketika kita sedang sedih maka kita disuruh untuk membaca Al-Quran. Bacalah ayat-ayat Allah dengan kekhusyuaan, maka sedihpun akan sedikit demi sedikit hilang.

Kemudian cara yang kedua adalah di-isra-kan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, itu artinya pentingnya melakukan perjalanan, rihlah, piknik, bepergian atau tadabbur alam. Setidaknya dengan melihat kebesaran Allah, berupa alam semesta dengan segala keagungan dan kebesarannya, akan membuat hati yang terasa sempit itu akan menjadi lebih lapang. Dengan melihat keindahan penciptaan alam itu, pikiran yang kacau itu akan menjadi tenang.

Selain itu, dengan melakukan perjalanan, maka kita akan melihat bahwa hidup tidak hanya apa yang kita rasakan, tapi bisa merasakan penderitaan orang lain yang mungkin lebih berat penderitaannya. Awalnya kita mau mengeluh dan sedih berganti menjadi perasaan iba dan ingin menolongnya. Dengan demikian kita akan mudah bersyukur meskipun dalam kesedihan sekalipun.

Cara Ketiga adalah di-miraj-kan, artinya nabi dipanggil oleh Allah menghadap ke hadapannya secara langsung di sidratul muntaha. Maknanya ketika kita sedang sedih, maka kita harus datang langsung ke Allah. Bukan datang langsung dengan bunuh diri. Tapi datang menghadapnya dengan doa. Karena kita tidak bisa menghadap “langsung” kepada Allah sebagaimana Nabi, maka kita bisa menghadap Allah kecuali hanya dengan doa. Dan sebaik-baik doa adalah shalat. 

Shalat adalah cara terakhir ketika kita sedang sedih di mana kita sudah membaca Al-Qur’an, bercerita atau mendengar cerita yang lebih sedih dari orang lain, kemudian melakukan perjalanan, maka yang terakhir adalah melaksanakan shalat. Karena ayatnya menyebutkan: “minta tolonglah kalian dengan sabar dan shalat” (Q.S. Al-Baqarah: 45). 

Itulah tiga resep kanabian untuk mengatasi kegalauan belajar dari kisah sejarah. Di mana penyakit kagalaun itu sering melanda kita hari ini. Mulai dari yang muda hingga yang tua. Anak-anak hingga dewasa. Dari yang kecil hingga yang besar. Galau karena urusan sekolah, kuliah, urusan hidup, rumah tangga, pekerjaan dan lain sebagainya. Mudah-mudahan kita bisa terus belajar dari beragam kisah kenabian yang lainnya. 


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Hadlarah

Kendalikan Jiwa Konsumtif di Bulan Ramadhan Oleh: Deny Ana I'tikafia,SP,MM, Wakil ketua PDA Jepara ....

Suara Muhammadiyah

9 April 2024

Hadlarah

Oleh: Benni Setiawan Dosen Universitas Negeri Yogyakarta, Anggota MPK PP Muhamamdiyah   Isla....

Suara Muhammadiyah

21 March 2024

Hadlarah

Oleh: Donny Syofyan Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Pada 26 September 2022, ulama t....

Suara Muhammadiyah

10 January 2024

Hadlarah

Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Oleh: Mutohharun Jinan Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhamma....

Suara Muhammadiyah

25 January 2024

Hadlarah

Oleh: Ali Trigiyatno Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Batang Ketika kuliah dulu, penulis dapat c....

Suara Muhammadiyah

11 January 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah