Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah (24)

Publish

16 February 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
211
Sumber Foto Unsplash

Sumber Foto Unsplash

Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah (24) 

Oleh: Mohammad Fakhrudin (warga Muhammadiyah tinggal di Magelang Kota)  dan Iyus Herdiyana Saputra (dosen al-Islam dan Kemuhammadiyah Universitas Muhammadiyah Purworejo)

Di dalam “Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah” (IAMKS) 23 telah diuraikan kriteria mutlak bagi perempuan yang dijadikan istri, yakni ketaatannya dalam beragama dengan fokus akhlak. 

Satu hal yang perlu mendapat penekanan kembali adalah bahwa akhlak seseorang dapat diketahui melalui, antara lain, cara berkomunikasi, baik verbal maupun nonverbal. Orang yang berakhlak mulia dalam komunikasi tentu menerapkan kesantunan berbahasa. Sebagai muslim, dia merujuk kepada kesantunan berbahasa yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebab beliaulah teladan muslim. 

Salah satu keteladanan beliau dalam kesantunan berbahasa adalah kelemahlembutannya bersikap dan berbicara sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur’an misalnya surat Ali ‘Imran (3): 159

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَا نْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَا عْفُ عَنْهُمْ وَا سْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَ مْرِ ۚ فَاِ ذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ

"Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampun untuk mereka, dan bermusyawaralah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal."

Sementara itu, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman di dalam Al-Qur'an surat Thaha (20): 44

فَقُوْلَا لَهٗ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهٗ يَتَذَكَّرُ اَوْ يَخْشٰى

"maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir'aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.""

Perintah berbicara lemah lembut itu tidak hanya ditujukan kepada Nabi Musa dan Nabi Harun, tetapi juga kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Hal itu berarti bahwa perintah itu berlaku pula bagi umat Islam.

Kesantunan Berbahasa terhadap ART

Kesantunan berbahasa yang diajarkan melalui teori pragmatik tidak sesempurna yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di dalam masyarakat berlaku kelaziman bahwa penutur yang berstatus sosial lebih rendah yang harus santun berbahasa jika berbicara dengan orang yang berstatus sosial lebih tinggi. Orang yang berusia lebih muda dan berstatus sosial lebih rendah harus berbicara dengan kata yang bernilai rasa hormat (santun). 

Jika ART berbicara dengan bahasa Jawa kepada “tuannya” yang menerapkan kaidah bahasa Jawa secara taat asas misalnya, “Bapak sampun wangsul, ta?” (‘Bapak sudah pulang, ta?’), pasti dinilai tidak santun. Kalaupun tidak dimarahi oleh “tuannya”, dia pasti dilatihnya agar dapat berbahasa Jawa dengan benar.  

Kata “wangsul” (Jawa) bermakna pulang. Penggunaan kata itu tepat jika untuk dirinya misalnya di dalam kalimat, “Kula badhe wangsul” (‘Saya akan pulang’).    

ART harus menyapa “tuannya” dengan sapaan misalnya Bapak, Ibu, Tuan, atau Nyonya. Tidak sopan jika ART menyapa mereka dengan hanya menyebut namanya atau “njangkar” (bahasa Jawa) misalnya Rudi. Dia harus menyapanya dengan Kakek Rudi, Pak Rudi, atau Mas Rudi. Tidak sopan jika dia menyapa hanya dengan menyebut Nisa, tetapi harus menyapanya dengan Nenek Nisa, Bu Nisa, atau Mbak Nisa atau sapaan hormat yang lain. Namun, ART boleh disapa dengan hanya disebut namanya misalnya Roni atau Ijah. Bahkan, mungkin ada ART yang dipanggil oleh "tuannya" dengan sebutan buruk.

Sejalankah cara itu dengan teladan Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam? Di dalam HR al-Bukhari dan Muslim berikut ini dijelaskan, Abu Hurairah radiyallahu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لاَ يَقُلْ أَحَدُكُمْ: أَطْعِمْ رَبَّكَ وَضِّئْ رَبَّكَ، وَلْيَقُلْ: سَيِّدِي وَمَوْلاَيَ، وَلاَ يَقُلْ أَحَدُكُمْ: عَبْدِي وَأَمَتِي، وَلْيَقُلْ: فَتَايَ وَفَتَاتِي وَغُلاَمِي

“Janganlah seorang dari kalian berkata (ketika memerintahkan budaknya dengan kalimat), Hidangkanlah makanan untuk rabb kamu, berilah minuman untuk rabb kamu’,
Akan tetapi, hendaklah dia berkata (dengan kalimat), 
‘sayyidku" dan "maulaku" (pemeliharaku).
Dan janganlah seorang dari kalian mengatakan, Abdi (hamba sahaya laki-lakiku), dan Amati (hamba sahaya perempuanku). Akan tetapi, katakanlah, "fataya"  (pemudaku), "fatatiy" (pemudiku) dan "ghulami" (budakku)’.”

Sekarang sudah tidak ada lagi perbudakan. Oleh karena itu, memanggil ART dengan  "budakku" sudah bukan masanya lagi.

Kesantunan berbahasa yang telah menjadi akhlak calon istri idealnya diketahui sejak masa ta’aruf. Jika belum sesuai, perlu ada komitmen untuk saling menasihati untuk kebenaran dan untuk kesabaran. Calon istri tidak boleh mengatakan, “Pokoknya aku, ya, begini.” atau “Watak aku, ya, begini.”  “Aku nggak bisa basa-basi!”

Di dalam kenyataan memang ada pemahaman bahwa berbahasa santun merupakan basa-basi. Jika merujuk pada tuntunan Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, kita seharusnya memahami bahwa berbahasa santun merupakan bagian akhlak mulia.  

Bahasa Tubuh

Berkomunikasi dengan santun ditandai pula dengan bahasa tubuh. Untuk mengetahui akhlak seseorang, kita dapat mengamati anggota tubuh yang digunakan ketika berkomunikasi nonverbal terutama mulut, mata, dan tangan. Perempuan yang berakhlak mulia murah senyum. Dia taat mengamalkan sabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bahwa tersenyum adalah sedekah sebagaimana dijelaskaan di dalam berikut ini.

تَبَسُّمُكَ في وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ

"Senyum manismu di hadapan saudaramu adalah sedekah." 

(HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan Baihaqi)

Berkenaan dengan itu, ketika ta’aruf, laki-laki dan keluarganya dapat melakukan pengamatan apakah perempuan yang akan dipilih memiliki kebiasaan murah tersenyum atau sebaliknya. Tentu perlu selalu diingat bahwa murah senyum bukan merupakan satu-satunya ciri perempuan berakhlak mulia. Karena senyum bernilai ibadah (karena melaksanakan contoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan basa-basi) setiap muslim wajib murah senyum. 

Ditinjau dari maknanya, senyum ketika berkomunkasi dapat menandai makna (a) keramahtamahan atau (b) keikhlasan. Namun, ada juga senyum yang menandai makna mengejek, yakni senyum sinis. Senyum dengan makna (a) dan (b) yang seharusnya dimiliki oleh setiap muslim.
 
Gerak-gerik mata dapat menandai kesantunan berkomunikasi. Memandang orang yang mengajak berbicara merupakan cara berkomunikasi nonverbal yang santun. Memandang sebagai wujud akhlak mulia tentu memandang yang menyebabkan mitra komunikasinya merasa senang, nyaman, dan asyik. Jika ketika berkomunikasi, kepala selalu menunduk sehingga tidak terjadi kontak pandang, timbul suasana yang sebaliknya lebih-lebih lagi gerak-gerik mata yang “liar.”   

Gerak-gerik tangan yang tepat ketika berkomunikasi dapat menandai juga akhlak mulia dalam komunikasi. Sudah menjadi pendapat umum bagi masyarakat Indonesia bahwa gerakan tangan menunjuk wajah orang tua ketika menyatakan ketidaksetujuan terhadap pendapat atau tindakan orang tua tersebut merupakan gerakan tangan yang tidak sopan. Meletakkan kedua tangan di sekitar pusar (ngapu rancang: bahasa Jawa) ketika berbicara sambil berdiri di depan orang tua atau orang yang dihormati merupakan gerakan yang sopan. Namun, tidak demikian halnya meletakkan tangan di pinggang (berkacak pinggang). Bahkan, meletakkan tangan di saku celana pun dinilai kurang sopan jika dilakukan ketika berkmunikasi di depan orang yang dihormati. 

Allahu a’lam


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Oleh: Miqdam Awwali Hashri, SE Kesehatan adalah hal yang paling utama. Orang yang sehat dapat berib....

Suara Muhammadiyah

24 July 2023

Wawasan

Refleksi Milad ke-60, Menuju IMM Progresif di Masa Depan Oleh: Muhammad Ikhlas Prayogo, Sekertaris ....

Suara Muhammadiyah

17 March 2024

Wawasan

Membangun Profetika Hukum Berkeadilan Oleh: Dr. M. Samson Fajar, M.Sos.I. Berbicara masalah hukum,....

Suara Muhammadiyah

8 October 2023

Wawasan

Sambut Hari Kemenangan dengan Gembira dan Istiqamah dalam Kebajikan Oleh: Rumini Zulfukar (Gus Zul)....

Suara Muhammadiyah

7 April 2024

Wawasan

Persatuan Bangsa Sebagai Modal Pembangunan menuju Bangsa Berkemajuan  Oleh: Tito Yuwono,&....

Suara Muhammadiyah

18 February 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah