Khadijah binti Khuwaylid (Bagian ke-3)

Publish

14 February 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
235
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Khadijah binti Khuwaylid (Bagian ke-3)

Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Afif Kindi menceritakan bahwa Abbas bin Abdul Muthalib adalah teman baiknya dan dia sering mengunjunginya di Yaman sehubungan dengan bisnis parfumnya. Pada suatu kesempatan ketika mereka berdiri dan mengobrol di Mina, mereka melihat seorang pemuda yang tampan mendekati. Dia dengan hati-hati mencuci tangan dan kakinya dan kemudian berdiri dengan penuh hormat dengan menyilangkan lengannya di dadanya. Segera seorang wanita terhormat dan seorang pemuda tampan bergabung dengannya. Afif bertanya, “Abbas apa yang mereka lakukan dan apakah ini merupakan bentuk latihan baru?” 

Abbas menjawab bahwa pemuda itu adalah putranya Abdullah dan wanita itu adalah istrinya. Dia adalah seorang wanita dengan kekayaan dan kebajikan yang hebat, dan seorang istri dan ibu yang ideal. Anak itu adalah putra saudaranya Abu Thalib. Muhammad SAW telah mengumumkan bahwa dia adalah seorang utusan Allah dan telah mulai mendakwahkan agama baru yang disebut Islam. Pada akhirnya Afif menerima Islam, tetapi dia selalu menyesal karena dia tidak bergabung dengan Muhammad dan para sahabatnya dalam doa dan ibadah yang tak terlupakan di Mina, ketika dia pertama kali mendengar Islam.

Khadijah meninggal hanya tiga tahun sebelum hijrah ke Madinah. Dia meninggal pada usia 65, setelah memberikan hidupnya hampir 25 tahun bagi Muhammad dan dakwah Islam. Ketika melihat istrinya pada detik-detik hayatnya, Nabi SAW menghiburnya dan mengatakan bahwa Allah telah mengampuninya dan hal-hal yang ditakutinya justru bermanfaat baginya kelak. Mendengarkan itu, mata Khadijah bersinar dan ketika dia menatap suaminya yang tercinta, jiwanya meninggalkan tubuhnya yang fana.

Makamnya disiapkan di sebuah tempat bernama Hujjun, dekat Makkah. Nabi SAW melangkah ke dalam liang lahat istrinya untuk melihat bahwa semuanya sebagaimana mestinya. Dengan tangannya sendiri Nabi menurunkan jasad Khadijah dengan lembut ke dalam pusaranya. Maka wafatlah ibu dari semua kaum Muslimin, orang yang telah mengorbankan semuanya untuk Islam, wanita yang merupakan pendukung terbesar Islam di masa-masa awalnya. Dia adalah bunda dari Fatimah, ibu negara dan surga, nenek dari cucu-cucu yang dicintai dari Nabi, Hasan dan Husein.

Ketika Khadijah meninggal, Nabi SAW sangat sedih karena kehilangan seorang sahabat setia yang mendampinginya selama masa tersulit dalam hidupnya. Salah satu wanita Quraisy, Khawlah binti Hakim, mengunjungi Nabi untuk menghiburnya. Khawlah menyaksikan kesedihan Muhammad. Dia mengatakan wajar jika Muhammad merasa pilu dengan kepergian Khadijah, karena dia telah menjadi ibu yang penuh kasih sayang bagi anak-anaknya. Dia adalah istri yang setia dan simpatik yang berbagi rahasia dengan suaminya. Adalah manusiawi dan wajar jika Muhammad merasakan kehilangannya karena Khadijah selalu hadir ada untuknya selama masa-masa tersulitnya. Setiap kali dia dianiaya oleh orang-orang Musyrik, Khadijah selalu tampil memberikan dukungan moral dan iman yang tak kunjung padam.

Seorang sahabat Nabi meriwayatkan bahwa setiap kali ada hadiah yang dibawa kepadanya, Nabi segera mengirimkannya kepada seorang wanita yang pernah menjadi sahabat Khadijah. Aisyah, istri kesayangan Nabi Muhammad, mengatakan bahwa setiap kali seekor kambing disembelih, Nabi akan mengirimkan sejumlah daging kepada teman-teman Khadijah. Ketika dia mengomentari hal ini pada suatu waktu, Nabi mengatakan, “Saya sangat menghormati teman-temannya, karena dia memiliki tempat khusus di hati saya.” Aisyah mengatakan dia tidak pernah mengalami perasaan cemburu terhadap istri Nabi, seperti yang dia rasakan terhadap Khadijah. Dia juga meriwayatkan bahwa setiap kali Nabi Muhammad berbicara tentang Khadijah, Nabi akan berbicara panjang lebar, memuji sifat-sifatnya, dan berdoa memohon ampunan baginya.

Aisyah meriwayatkan bahwa setiap kali Nabi berbicara tentang Khadijah, itu adalah pujian tertinggi. Suatu hari rasa cemburunya sebagai wanita mengalahkan kesopanannya dan dia berbicara dengan nada meremehkan Khadijah, bertanya mengapa Nabi merindukan Khadijah padahal beliau dikaruniai istri yang lebih baik dan lebih muda oleh Allah. Nabi hanya menghela nafas dan menjawab, “Aku belum menemukan istri yang lebih baik darinya. Dia beriman kepadaku ketika semua orang, bahkan anggota keluarga dan sukuku sendiri tidak mempercayaiku, dan menerima bahwa aku benar-benar seorang Nabi dan Utusan Allah. Dia berpindah agama menjadi Muslimah, menghabiskan seluruh kekayaan dan hartanya untuk membantuku menyebarkan agama ini. Ini juga terjadi pada saat seluruh dunia sepertinya berbalik melawanku dan menganiayaku. Dan melalui dialah Allah memberkatiku dengan kehadiran anak-anak.” (Tamat).


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Khazanah

Serangan Mongol (Bagian ke-3) Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas P....

Suara Muhammadiyah

20 December 2023

Khazanah

Pengumpulan dan Penulisan Hadits Oleh: Donny Syofyan Al-Qur’an memerintahkan kita mematuhi A....

Suara Muhammadiyah

27 November 2023

Khazanah

Persyarikatan Krida-Agama: Embrio Muhammadiyah Blunyah Oleh: Mu’arif Salah satu ciri khas ge....

Suara Muhammadiyah

9 November 2023

Khazanah

Khadijah binti Khuwaylid (Bagian ke-3) Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas ....

Suara Muhammadiyah

14 February 2024

Khazanah

Kitab-Kitab Hadits (Bagian ke-2) Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas A....

Suara Muhammadiyah

15 December 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah