Potensi Ekonomi Muhammadiyah

Publish

23 January 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
330
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Potensi Ekonomi Muhammadiyah

Oleh: Saidun Derani

Pernyataan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof. Dr. KH. Haedar Natsir, M.Si, pada Peresmian  Masjid Asy-Syifa Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan baru-baru ini, Rabu, 17 Januari 2024,  di PWM Lamongan Jawa Timur cukup menarik. Ketertarikan ini menyangkut salah satu persoalan yang akut umat Islam adalah masalah ekonomi dan financial. “Sebab itu menaikkan tingkat ekonomi dan financial umat Islam artinya memajukan peradaban umat Islam”, tegasnya. Bukankah potensi ekonomi persyarikatan berlimpah mengapa belum diopenin dan diolah dengan sungguh-sungguh profesional”, tambahnya.

Penulis sependapat dengan statement dan pernyataan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah periode 2015-2022 dan periode 2022-2027 di atas dengan berbagai pertimbangan dan argument yang bisa dipertanggungjawabkan. Kisah di bawah ini barangkali dapat membantu memahami argument penulis mengapa setuju 100 % atas pernyataan Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY)  yang begitu tajam menyoroti implementasi Pilar Ketiga Persyarikatan itu hasil Keputusan Muktamar Makasar tahun 2015 tersebut belum juga tayang dalam arti signifikan.

Penulis pernah menulis artikel opini dengan judul “Indonesia, Muhammadiyah, dan Pasar”, https://Suara Muhammadiyah/read/ Indonesia-Muhammadiyah-Pasar, 7 November 2023 untuk merespons tulisan Dr. Mukhaer Pakkana Senin, 27 Juli 2015, di Republika On Line dengan judul “Muhammadiyah dan Nasionalisme Ekonomi”. Tulisan Mantan Rektor ITB Ahmad Dahlan Jakarta ini menekankan bahwa begitu strategisnya menyadarkan umat Islam Indonesia betapa pentingnya sebuah perubahan atas nama undang-undang  yang begitu besar pengaruhnya terhadap hajat hidup rakyat Indonesia.

Dalam hubungan inilah maka medio April 2015, ormas Islam Muhammadiyah bersama beberapa tokoh nasional dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mengajukan judicial review terhadap tiga Undang-Undang di bidang ekonomi, yakni UU No. 24 tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar, UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, dan UU No. 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. 

Lantas mengapa Muhammadiyah menganggap bahwa jihad konstitusi di bidang ekonomi itu penting? Setidaknya kata Rektor ITB STIE Ahmad Dahlan Jakarta ada 3 alasan yaitu: 

Pertama, amanah Muktamar Muhammadiyah (Malang dan Yogyakarta) yang merekomendasikan melakukan review terhadap beberapa UU yang dianggap "menganiaya" kepentingan publik. Paling tidak, ada sekitar 105 UU yang perlu ditelaah eksistensinya. 

Kedua, sebagai ormas Islam Muhammadiyah memiliki pretensi memproteksi kepentingan publik yang tentu pada gilirannya berkepentingan menyelamatkan nasib bangsa dari kesewenangan kuasa politik dan modal. 

Ketiga, dengan judicial review Muhammadiyah mengimajinasikan sebuah konstruksi UU baru yang didasarkan pada prinsip keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum bagi warga.  

Dengan demikian, muara dari semua alasan jihad konstitusi di bidang ekonomi itu adalah bagaimana membangun spirit nasionalisme ekonomi, yakni rasa cinta atas kedaulatan dan kemandirian ekonomi nasional. Jadi kalau  merujuk kesimpulan Hans Kohn dalam The Idea of Nationalism: A Study In Its Origins and Background (1961), spirit nasionalisme secara fundamental timbul dari adanya national counsiousness. Dengan kata lain, nasionalisme adalah formalisasi dan rasionalisasi dari kesadaran nasional berbangsa dan bernegara itu sendiri.

Indonesia

Tulisan penulis di TrasBerita, 20 Desember 2021 dengan judul “Indonesia dalam Belitan Kapitalism Global” menggambarkan perjalanan kebangsaan NKRI selalu di bawah kendali kepentingan ekonomi global, baik ekonomi global orientasi Barat  maupun  orientasiTimur. Dan sekarang kendali terbesar dari timur adalah Republic Rakyat Cina (RRC) berpusat di Beijing dan negara kecil Singapore. Kedua negara itu adalah tempat NKRI berhutang dalam konteks Pembangunan infrastruktur dan manufactur NKRI.

Kata belitan semakna dengan kata melilit seperti lingkaran tali  pada kumparan benang. Bisa juga kata belitan diartikan dengan kusut atau rumit sekali. Jadi tulisan ini ingin menjelaskan kebangsaan NKRI sejak pra dan pasca kemerdekaan selalu dalam belitan dan cengkraman kapitalisme global. 

Argumen tulisan di atas semakin diperkuat tulisan Dr. Mukhaer Pakkana, seorang pakar teoritisi ekonomi pembangunan, di atas. Maka jadilah Indonesia sebagai pasar baik dalam arti kaya dengan Sumber Daya Alam dan pasar bagi produk luar yang difasilitasi orang dalam. Orang dalam dimaksud di sini adalah para pemegang kuasa dan pengambil keputusan-keputusan strategis bangsa  dalam hal ini adalah penguasa birokrasi (Istana NKRI), dan DPR RI, dibantu para ahli (akademisi) yang menurut istilah Bung Hatta “Melacurkan Ilmunya”  untuk kepentingan sesaat (duniawi) dalam melahirkan UU monopoli.

Wilayah Indonesia dari Sabang sampai Marauke dilalui Garis Katulistiwa. Sudah menjadi sunatullah bahwa bumi yang dilewati garis katulistiwa kaya dengan berbagai kandungan mineral dan subur makmur sebagaimana kata lagu Grup Musik Legendaris dari Surabaya Koes Plus bahwa tongkat ditanam  menjadi tumbuh  sebuah metafora yang pas untuk bumi pertiwi. 

Belum lagi lautnya mengandung berbagai macam barang dan ikan yang sangat melimpah tidak pernah habis dibutuhkan ummat manusia.  Akan tetapi sangat disayangkan dunia maritim ini belum menjadi kebijakan prioritas yang utama para pengambil kebijakan. Jadilah laut Indonesia tempat “bajak laut ikan” dari negara-negara tetangga, seperti Vietnam untuk menyebut salah satunya. Dan sekarang RRC sudah mulai mengklaim laut cina selatan sebagai bagian dari wilayahnya.

Masalah pencurian isi laut Indonesia  ini  Menteri Susi Pudjiastuti mengambil kebijakan yang tegas kepada para nelayan negara-negara tetangga dengan menengglamkan kapal-kapalnya. Akan tetapi kebijakan yang tegas dan berwibawa itu tidak didukung orang nomor satu di Indonesi. Isyarat ini dapat diketahui dari dicopotnya beliau dari Kabinet NKRI Periode Joko Widodo-Yusuf Kalla dan Joko Widodo-M. Ma’ruf Amin. 

Dalam konteks inilah mengapa Ulama memfatwakan bahwa Bumi, Air, dan Udara harus dikelola bangsa NKRI (Umat Islam) sendiri dan dipergunakan seluas-luasnya untuk anak bangsa NKRI. Dalam konteks berbangsa dan bernegara atas usulan Bung Hatta menjadi Undang-Undang Dasar 1945 tercantun pada pasal 33. Sangat disayangkan pasal ini kemudian diamandemen yang pada akhirnya melahirkan berbagai perundangan-undangan yang mendorong lahirnya jiwa dan perbuatan libralisme atas nama Ekonomi Pancasila akan tetapi implementasi dan prakteknya seperti yang penulis katakan di atas.

Muhammadiyah

Tulisan penulis dan Dr. Afrizon, SE, AK, M.Si, CA dengan judul “Membangun Naga Tidur: Sebuah Upaya Pengembangan Bisnis Dari Dalam” merupakan respons terhadap topik diskusi yang pemantiknya adalah  Dr. Buya Anwar Abbas, MA, MM, dan penulis menyapanya dengan  sebutan Buya AA, dengan tema “Pengembangan Usaha Dalam Tubuh Persyarikatan Muhammadiyah” akhir tahun 2021 by daring atas Prakarsa Forum Komunikasi Warga (FKW) Muhammadiyah UIN Syahid Jakarta.

Diskusi ini cukup menarik para peserta karena Buya AA memberikan beberapa contoh kongkrit antara lain beliau mempertanyakan berapa besar tunjangan jabatan dekan, rektor, wakil rektor, dan seterusnya jika dibandingkan dengan para pengusaha yang umumnya bukan dari kalangan Islam. 

Kemudian Buya AA menawarkan solusi dari kepengapan masalah ekonomi dan financial ummat Islam NKRI ini ada 2, yaitu pertama adanya sinergitas antara NU-Muhammadiyah dalam konteks berbangsa dan bernegara dengan mengambil dan merujuk pesan pemimpin tertinggi negara Mullah, kedua, membangun jiwa wirausaha di kalangan pemuda dan mahasiswa Islam melalui berbagai lembaga pendidikan yang dimilliki umat Islam dengan mengutip pendapat Ir. Ciputra, dan terakhir kami  (SD dan AS) mengusulkan membangun bisnis dari dalam tubuh Persyarikatan Muhammadiyah. Usulan nomor 1 dan 2 di muka menurut Buya AA sangat sulit diharapkan dan kalau pun bisa butuh sikap revolusioner dalam dunia pendidikan Umat Islam. 

Tentu dasar usulan kami yang nomor tiga ini atas berbagai pertimbangan, antara lain  bahwa  Muahammadiyah dilihat sebagai sebuah organisasi negara, minus TNI dan Polri kecuali ada Hizbul Wathonnya. Sebagai sebuah organisasi negara maka Muhammadiyah dibayangkan memiliki Badan Usaha Milik Muhammadiyah (BUMM).

Ini juga sama seperti sebuah negara maka setiap warga negara wajib membayar pajak. Memang betul sesuai aturan PP setiap warga Muhammadiyah ada (sumbangan) wajib anggota yang langsung masuk kas PP. Bedanya antara Muhammadiyah dan negara  bahwa di Muhammadiyah yang tidak membayar wajib KTA tidak mendapat sanksi pidana. Belum lagi sumbangan dari AUM seluruh Indonesia merupakan asset yang bisa berubah jika diolah dan diopenin secara profesional menjadi omzet.

Persoalan lain yang perlu barangkali mendapat perhatian periode sekarang (jika belum ada) masalah database warga Muhammadiyah yang ber-KTA. Mengapa database ini penting karena membuat planning dan programming mengacu kepada database. Dalam konteks inilah lahir sebuah “Peta Dakwah” sebagaimana  telah dicontohkan Wali Songo dalam pengembangan masyarakat NKRI. Wali Songo sampai sekarang menurut para peneliti sejarah adalah sebuah team dakwah yang berhasil menghijaukan Jawa dan Indonesia.

Peta dakwah ini merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa ditawar lagi dalam sebuah organisasi modern seperti Muhammadiyah. Dakwah di sini bukan lagi hanya sekedar “ceramah nguping atau ngaji nguping” yang sementara ini begitu populer di kebanyakan PWM-PWM se-Indonesia. Seharusnya dakwah komunitas yang sejak lama sudah digagas Pimpinan Pusat Muhammadiyah perlu mendapat perhatian lebih daripada hanya sekedar program dan keinginan sesaat.

Dalam sebuah komunitas Muhammadiyah sungguhpun pada PWM yang sama akan tetapi kebutuhan dan karateristik masyarakatnya berbeda. Perbedaan karekteristik ini disebabkan karena masalah budaya dan lingkungan masyarakat yang ada apakah bersifat urban atau kah masyarakat patembayan (petani). Artinya beda karakateristik masyarakat maka beda pula strategi dakwahnya sungguh pun materi dakwah yang ingin disampaikan sama.

Dalam konteks inilah pentingnya peranan sains dan riset ketika melakukan dakwah menyangkut strategi dan program dakwah yang ditawarkan yang seharusnya menjadi tupoksi Majelis Tabligh baik PP dan  atau pun PWM. Sehingga dapat di bedakan mana nilai-nilai dasar dan mana pula nilai-nilai instrument dalam membumikan ajaran Islam. Tidak seperti sekarang ini Dakwah Muhammadiyah dianggap “Jalan di Tempat” karena pendekatannya masih memakai cara-cara tradisional dan belum memperlihatkan sebuah organisasi moderen.

Kasus-kasus ini banyak ditemukan di masyarakat akar rumput. Dengan demikian akurasi keberhasilan dakwahnya sulit dapat dipertanggungjawabkan secara sunnatulah dan sunnaturasulullah. Jadi sekali lagi dakwah atau tabligh bukan hanya sekedar pekerjaan rutin dan keinginan akan tetapi seharusnya dilihat sebagai sebuah pekerjaan yang terencana secara sistemik dan terukur. Ada usaha  yang maksimal dan optimal dilakukan dengan sentuhan dan sains dan bekerbahan langit.

Kami juga menambahkan bahwa mengapa bisnis Asuransi yang begitu besar potensi diberikan pengelolanya kepada orang lain dan mengapa pula uang Muhmmadiyah yang potensinya mencapai 35 T  dikelola lembaga keuangan orang lain. Sedangkan Muhammadiyah memiliki perguruan tinggi yang menghasilkan ahli di bidang keuangan dan di bidang auditor yang handal. Dan itu sudah diakui NKRI sumbangan Muhammadiyah dalam bidang-bidang yang disebutkan di atas.

Selain itu penulis perhatikan sudah waktunya potensi aktivis Muhammadiyah yang penuh mengabdi dirinya untuk persyarikatan mendapatkan porsi perhatian Kesejahteraaan masa tuanya sebagaimana di masyarkat Eropa yang bukan Muslim.  Ketika usia senja (lansia) kelihatan bagitu terjamin masalah pangan, sandang, papan, dan hiburannya. Tidak seperti sekarang hanya diserahkan kepada masing-masing aktivis menjawab challenge masa tuanya dengan banyak di pojok masjid atau mushalla berzikir misalnya. 

Di bawah ini penulis ingin mengutip pernyataan Prof. Dr. Nadra Hossien, Guru Besar UIN Syahid Jakarta dan Ketua Sertifikasi Halal Indonesia dalam konteks begitu besar potensi ekonomi Muhammadiyah. Beliau mengatakan bahwa kita punya asset di bidang rumah sakit dan lembaga pendidikan. Kita bangun bisnis turunannya seperti apotik, pabrik infus dan obat, peralatan askes, pengolahan limbah rumah sakit dan seterusnya. Dan hal ini juga diaminkan oleh Dr. Farid Hamzen, M. Si, Dosen Kesehatan Masyarakat UMJ dan UIN Syahid Jakarta.

Kita bangun bisnis turunan lembaga pendidikan, konveksi baju seragam, paket masakan siang untuk lembaga pendidikan, toko buku koperasi Muhammadiyah, percetakan, asuransi pendidikan, dan seterusnya. 

Lebih lanjut putra Prof. KH Ibrahim Hossein ini menegaskan bahwa kita bangun bisnis yang sudah ada dan semacam pelatihan tenaga kerja  warga Muhammadiyah untuk masuk ke bisnis yang akan kita masuk. Pasarnya jelas anggota persyarikatan. 

Dalam konteks ini perlu dibangun fanatisme agar Muhammadiyah membeli produk Mu dan warga Mu (harga bersaing, kualitas terjamin, pelayan prima)  sehingga circular flow of money berjalan secara otomaticli. Dengan demikian jelasnya bahwa uang berputar dari Mu, ke Mu dan balik ke Mu. Ini artinya secara tidak langsung penyerapan tenaga kerja terjadi bagi aktivis Mu yang terlatih.   

Demikianlah penulis memvisualkan Muhammadiyah sebagai kekuatan yang masih harus terus menerus mengupdate dirinya sehingga menjadi “sebaik-baik ummah” yang mampu mengubah bangunan bangsa ini ke arah yang lebih baik. Dengan memiliki jumlah anggota lebih kurang 60 juta (bisa saja lebih) dari jumlah penduduk Indonesia 270 juta jiwa betapa hebat Muhammadiyah melebihi jumlah penduduk beberapa negara modern di Eropa Barat, Tengah dan Timur serta Selatan.

Penutup

Dari paparan di muka kata kuncinya adalah bahwa Muhammadiyah memiliki captive market yang jelas tidak memerlukan biaya marketing yang 30% itu. Sayang sekali Potensi Ekonomi Muhammadiyah yang potensial ini diberikan dan diserahkan kepada orang lain dan belum diopenin dan dikelola langsung Badan Usaha Milik Muhammadiyah. Kalau secara pribadi bhawa memang benar banyak anggota Muhammadiyah yang menjadi penguasaha dan kontraktor tapi bukan milik BUMM.

Dalam konteks inilah memahami makna  keperihatinan Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah di atas tentang Upaya pengembangan jiwa kewirausahaan di lingkungan persyarikatan sungguhpun memiliki Perguruan Tinggi yang cukup banyak di bidang Ekonomi dan Financial tidak berjalan mulus. Dengan kata-kata mendalam beliau menjelaskan bahwa cobalah alumni PTMA dan Pemuda Mukahammadiyah jadi penguasaha dan jangan semata bercita-cita jadi pegawai dan politisi serta guru saja.

Penulis pikir sudah waktunya barangkali PP berani mengambil kebijakan yang mengkalkulasi ulang cara berbisnis yang ada selama ini di Muhammadiyah plus minusnya. Akan tetapi yang jelas di lapangan penulis menemukan masih ada honor-honor  Guru Muhammadiyah dibayar di bawah UMR setempat. Dan atau masih ada anak-anak warga Muhammadiyah belum mendapat perhatian semestianya karena satu dan lain hal sungguhpun orang tuanya sudah berkuah keringat aktif di persyarikatan. Ini mengindikasikan bahwa  Sistem Ta’awun belum berjalan sebagai digagas selama ini dalam tubuh Muhammadiyah.

Diharapkan ke depan dan masa yang akan datang ada perubahan signifikan cara berfikir elite persyarikatan di semua tingkatan dalam melihat begitu penting jiwa kewirausahaan kepada Pemuda  dan kader persyarikatan untuk menjawab Pilar Ketiga Muhammadiyah yaitu Membangun Ekonomi dan Financial  sebagai salah satu syarat tegaknya sebuah organisasi moderen. Allah ‘Alam bi Shawab.

Penulis adalah Dosen Pascasarjana UM-Surby dan UIN Syahid Jakarta. Aktivis PWM Banten.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Oleh: Wakhidah Noor Agustina, SSi Hari Sumpah Pemuda merupakan momen bersejarah bagi bangsa Indones....

Suara Muhammadiyah

28 October 2023

Wawasan

Kenakalan Remaja Sebuah Refleksi Keadaan Bangsa  Oleh: Dr. Amalia Irfani, M. Si, LPPA PWA Kalb....

Suara Muhammadiyah

31 March 2024

Wawasan

Tanggapan atas putusan Mahkamah Konstitusi tentang Syarat Usia Capres-Cawapres Oleh: Dr. phil. Ridh....

Suara Muhammadiyah

17 October 2023

Wawasan

 Kaum Alit Terjepit Kaum Elit Oleh: Rumini Zulfikar Pada hari senin, 11 September 2023 kita ....

Suara Muhammadiyah

14 September 2023

Wawasan

Menyelamatkan Homo Digitalis dari Kehidupan Inersia Oleh: Agusliadi Massere Era digital hari ini a....

Suara Muhammadiyah

12 November 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah