Berani dan Berkompromi
Oleh: Iu Rusliana, Penulis adalah Sekretaris PW Muhammadiyah Jabar, Dosen Program Studi Manajemen UM Bandung dan Program MM Pascasarjana Uhamka Jakarta
Setiap orang menjadi pemimpin untuk dirinya sendiri dan akan diminta pertanggungjawabannya. Lalu, ada juga yang diberikan amanah lebih tinggi dari sekadar diri, kepala keluarga untuk tujuan lebih luas. Misalnya, memimpin masyarakat, menjadi Ketua RT, Kepala Desa, Camat, Bupati-Wali Kota, Gubernur, Menteri, dan Presiden. Memimpin sivitas akademika di kampus dengan menjadi Dekan, Rektor, dan amanah lainnya. Banyak yang berhasil, tetapi tidak sedikit yang gagal. Tentu saja, semuanya ada pertanggungjawabannya. Kembali lagi, semuanya sesuai dengan niat awal, kesungguhan proses, dan tujuan intinya.
Tentu saja dalam prosesnya, memimpin itu butuh ketangguhan karena penuh berbagai jenis tantangan. Ada yang menyenangan, ada yang menakutkan. Ada momen Anda harus berhati-hati dengan godaan kewenangan. Ada saat di mana harus mengalah, mencari kompromi. Namun, ada situasi, di mana kita harus bersikap berani melawan sampai titik darah penghabisan. Tak ada kata mundur sejengkal pun. Kombinasi sikap yang seolah berlawan, mengalah, hati-hati, dan melawan. Padahal, jika dilakukan secara proporsional akan melahirkan karakter kepemimpinan yang fleksibel, bijak, tetapi tegas tak terkalahkan.
Jika rumit, belum yakin, jangan dulu memutuskan. Perbanyak diam, mendengarkan, menganalisa situasi, dan hindari berprasangka apalagi menghakimi sesama. Bukannya apa, pernyataan Anda itu ibarat fatwa. Sementara, semua orang punya harga diri. Jangan ganggu karena akan memicu reaksi perlawanan dari dalam sesama pengurus organisasi. Soliditas internal akan terkoyak, lalu kita akan sulit menggerakkan karena banyak hambatan.
Hargai setiap orang, rangkul, dan posisikan. Ingat, setiap orang ingin dihormati, walau pada derajat terendah pun. Apalagi mereka yang berpendidikan, punya profesi dan kekayaan, tentu saja egonya tinggi. Dengarkan, perankan, posisikan, dan biarkan energi terbaiknya mengalir memberikan dukungan kemajuan. Jadilah dirijen orkestra gerakan. Nyanyian indah kesuksesan organisasi akan terdengar sekaligus terasakan. Nantinya, tak perlu menepuk dada, merasa paling berjasa. Tanpa dukungan orang lain, Anda bukan siapa-siapa.
Berperanlah sebagai dirijen, yang mengatur irama. Kapan tempo tinggi, sedang, dan rendah. Semuanya diatur sedemikian rupa menjadi simponi indah. Tidak penting penonton itu menikmati peran Anda sebagai dirijen atau suara musik yang indah. Lebih utama, tujuan organisasi tercapai sudah. Ukurannya tujuan besar dan jangka panjang organisasi serta kemaslahatan umum.
Sementara, apabila tentang hak dasar dan kepemilikan organisasi, jangan biarkan pengganggu menang karena akan merembet ke urusan lainnya. Lawan dan menangkan, jangan mundur selangkah. Demi hak dan kebenaran, tak ada ruang kompromi. Namun, di sisi lain, diperlukan mentalitas tangguh dalam memimpin, antara lain bersedia mengalah, berkompromi. Ini sangatlah tidak mudah, perlu kelapangan hati dan keikhlasan. Jika tidak, kebijakan otoriter yang akan muncul. Di dunia maya, diktator digital akan bertumbuh. Sikap saling mengalahkan, menyingkirkan. Kasak-kusuk, saling membusukan, melaporkan kepada atasan. Eh, sebagai atasan Anda juga terpangaruh, lalu diambil keputusan yang tak sesuai dengan kenyataan. Betapa memalukannya, jika mengambil keputusan karena bisikan.
Lalu, akan terbangun lingkaran pembisik. Mengatur pola kebijakan dan keputusan yang menguntungkan mereka. Kekuasaan seyogyanya untuk kemaslahatan dan kebanyakan banyak pihak. Berubah menjadi keputusan segelintir orang tanpa rasa empati dan kemanusiaan.
Keberanian itu bukti Anda punya pengetahuan, meyakini kebenaran, jejaring, dan kekuatan. Jangan mudah digertak, kalah begitu saja. Ambil keputusan itu secara terukur. Jika menyangkut pihak lain, harus diukur dulu, mampukah kita berhadapan? Bisakah mencari kompensasi dan jalan keluarnya? Jika masih gelap, tahan diri dulu.
Bagi Anda pemimpin, semuanya demi kebaikan organisasi, bukan hanya Anda sendiri. Tetapi, kalau itu adalah hak, pihak lain tetap ngeyel, jangan pernah mundur sejengkal pun untuk berhadapan melawan. Bahkan jika kita harus bertahun-tahun menghadapinya di pengadilan. Mengalah untuk menang, kehati-hatian atas godaan dan keberaniaan tinggi adalah sikap yang harus dijalankan seiringan. Jadilah pembelajar karena mereka yang matang dengan pengalaman akan dapat melewati setiap tantangan jaman. Wallaahu’alam.


