YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Perkembangan teknologi digital telah membawa perubahan besar dalam kehidupan manusia. Gadget, sebagai produk teknologi yang paling dekat dengan aktivitas harian, kini menjadi bagian tak terpisahkan dari berbagai kalangan, mulai dari pekerja, pelajar, hingga anak-anak. Kehadirannya yang menawarkan kemudahan, hiburan, serta akses informasi tanpa batas membuat banyak orang merasa tidak bisa hidup tanpanya.
Namun, di balik semua manfaat tersebut, tersimpan ancaman serius bagi perkembangan anak, terutama jika tidak disertai pendampingan yang memadai dari orang tua. Secara psikologis, anak-anak belum memiliki kemampuan pengendalian diri yang utuh. Dalam masa tumbuh kembang, fungsi kontrol diri dan logika berpikir mereka belum sepenuhnya terbentuk. Anak cenderung mengikuti insting kesenangan dan memilih hal-hal yang memberikan rasa nyaman atau hiburan, tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang.
“Karena itu, ketika anak diberi akses penuh terhadap gadget tanpa pengawasan, mereka berisiko tinggi menggunakannya secara berlebihan. Aplikasi-aplikasi dengan tampilan visual menarik, animasi interaktif, serta permainan menantang mampu merangsang hormon dopamin yang menimbulkan rasa senang dan adiktif,” ungkap Prof. Dr. Suciati, S.Sos., M.Si., Guru Besar bidang Ilmu Psikologi Pendidikan Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), saat diwawancarai pada Kamis (26/6) di ruang dosen Prodi Ilmu Komunikasi UMY.
Kondisi tersebut tentu menimbulkan kekhawatiran karena dapat memicu kecanduan yang berdampak serius pada perkembangan anak. Di usia ini, kesadaran anak untuk membedakan antara kebutuhan dan keinginan belum berkembang sepenuhnya. Akibatnya, penggunaan gadget lebih diarahkan untuk mengejar kesenangan sesaat.
Lebih lanjut, Prof. Suciati menjelaskan bahwa dalam banyak kasus, kecanduan terhadap layar gawai yang tidak terkendali dapat berkembang menjadi gangguan psikologis. Konsentrasi terganggu, waktu tidur berkurang, dan motivasi belajar menurun drastis. Ketika tidak memegang gadget, anak cenderung merasa gelisah, kehilangan minat terhadap aktivitas fisik atau sosial, bahkan menolak berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
“Jika sudah sampai pada tahap kecanduan, seorang anak bisa kehilangan kendali terhadap waktu. Aktivitas belajar diabaikan, tanggung jawab di rumah ditinggalkan, dan pemikiran tentang masa depan menjadi terabaikan,” tambahnya.
Dalam jangka panjang, kebiasaan tersebut dapat menghambat perkembangan intelektual dan emosional secara menyeluruh, serta membentuk pola perilaku yang sulit diubah saat anak beranjak remaja atau dewasa.
Untuk mencegah kecanduan gadget, dibutuhkan kontrol eksternal. Dalam hal ini, peran orang tua menjadi elemen paling penting dalam pendampingan dan pengawasan. Karena anak belum mampu membatasi diri sendiri, pola asuh dan pendekatan parenting dari orang tua menjadi faktor utama dalam membentuk kebiasaan penggunaan teknologi secara sehat.
Prof. Suciati juga menekankan bahwa pengendalian tidak cukup dilakukan melalui larangan atau pembatasan waktu semata. Dibutuhkan pula pola komunikasi yang terbuka dan konsisten. Setiap keluarga memiliki karakteristik masing-masing, sehingga bentuk pengawasan dan arahan harus disesuaikan dengan kondisi psikologis dan karakter anak.
“Orang tua harus menjadi teladan nyata dalam penggunaan gadget secara bijak. Akan menjadi kontradiktif jika anak dilarang bermain gadget, sementara orang tuanya sendiri justru terus sibuk dengan ponsel. Keteladanan adalah strategi paling efektif untuk menanamkan kesadaran dan disiplin pada anak dalam menggunakan teknologi,” ujarnya.
Sebagai langkah aktif, orang tua juga dapat mengarahkan anak untuk menggunakan gadget sebagai sarana edukatif. Game atau aplikasi yang bersifat edukatif bisa dipilih untuk mengasah kemampuan kognitif, meningkatkan konsentrasi, serta membangun kreativitas anak.
“Dengan kombinasi antara pengawasan, komunikasi yang efektif, dan keteladanan yang positif, penggunaan gadget tidak lagi menjadi ancaman. Sebaliknya, ia dapat menjadi peluang untuk mendukung tumbuh kembang anak secara optimal di era digital ini,” tutup Prof. Suciati. (NF)