YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Untuk menjawab tantangan pertanian berkelanjutan serta memanfaatkan limbah industri secara inovatif, Dr. Ir. Gatot Supangkat, M.P., IPM., ASEAN Eng., dosen Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), mengembangkan formulasi pupuk organik cair (POC) yang diperkaya dengan nano abu tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Penelitian ini dinilai tidak hanya berkontribusi terhadap ketahanan pangan dan kelestarian lingkungan, tetapi juga sejalan dengan prinsip-prinsip Sustainable Development Goals (SDGs).
“Visi kami adalah membangun pertanian sehat yang berkelanjutan. Salah satu fokus SDGs adalah menjaga keberlangsungan planet melalui sistem pangan yang aman dan ramah lingkungan. Karena itu, kami memilih pendekatan pertanian organik dengan sentuhan teknologi,” ujar Gatot saat diwawancarai oleh Humas UMY pada Sabtu (21/6) di Laboratorium Produksi Agroteknologi UMY.
Pupuk organik cair ini dibuat dengan bahan dasar urin ternak kelinci, karena menurut hasil pengujian, urin kelinci menunjukkan efektivitas terbaik dibandingkan limbah hewan lainnya. Inovasi ini kemudian ditingkatkan dengan penambahan nanopartikel dari abu TKKS, yakni limbah padat hasil industri sawit yang dibakar pada suhu lebih dari 800°C selama enam jam hingga menjadi abu halus.
Gatot menjelaskan bahwa abu tersebut kemudian disaring dan dihaluskan kembali menggunakan metode ball milling. Proses ini dilakukan dengan mencampurkan abu dan air dengan rasio 1:2 (misalnya 100 gram abu dengan 200 ml air), lalu dimasukkan ke dalam mesin milling bersama bola-bola besi berdiameter 0,5 cm hingga 1,5 cm. Campuran ini diputar dengan kecepatan 126 RPM selama enam jam, kemudian disaring ulang dan dikeringkan, sehingga dapat digunakan dalam bentuk serbuk atau larutan.
“Penambahan nano abu ini kami rancang sebagai pengaya nutrisi. Ukurannya yang sangat kecil memungkinkan unsur hara diserap lebih cepat oleh tanaman. Salah satunya adalah kalium, yang berperan penting dalam memperkuat dinding sel dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit,” jelasnya.
Formulasi terbaik yang ditemukan, menurutnya, adalah pupuk organik cair yang dicampur dengan 3 persen nano abu TKKS. Uji coba di lapangan menunjukkan hasil signifikan, khususnya pada tanaman hortikultura seperti cabai keriting, pakcoy, bayam, dan selada. Selain meningkatkan hasil panen, pupuk ini juga tidak meninggalkan residu kimia berbahaya di tanah maupun air.
Ia menegaskan bahwa penelitian ini bukan sekadar inovasi pembuatan pupuk, tetapi merupakan kontribusi nyata UMY dalam mendukung pertanian ramah lingkungan berbasis teknologi dan kearifan lokal.
“Semua bahan yang kami gunakan berasal dari limbah dan sisa produksi. Kami ingin membuktikan bahwa dari limbah pun bisa lahir solusi cerdas yang berdampak luas bagi masyarakat,” tutup Gatot.
Formulasi pupuk organik cair berbasis nano abu TKKS yang dikembangkan Gatot dan tim ini telah resmi mendapatkan hak paten dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Kementerian Hukum Republik Indonesia. (Mut)