BANDUNG, Suara Muhammadiyah – Dosen Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam UM Bandung Sopaat Rahmat Selamet mengatakan bahwa peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW bukan sekadar mengenang kelahiran Nabi secara biologis. Lebih dari itu, Maulid menjadi momentum mengingat risalah kenabian yang membawa cahaya bagi peradaban, mengubah masyarakat jahilyah menjadi umat yang bertamadun.
Sopaat menyampaikan hal tersebut saat mengisi program Gerakan Subuh Mengaji Aisyiyah Jawa Barat pada Selasa (09/09/2025). Ia menekankan bahwa Nabi Muhammad SAW hadir sebagai rahmat bagi seluruh alam dan membawa ajaran universal yang melampaui batas kaum tertentu.
Menurutnya, seraya mengutip Al-Quran surah Al-Ahzab ayat 21, Nabi Muhammad SAW merupakan uswatun hasanah dan teladan terbaik bagi umat. Misi utama Nabi adalah menyempurnakan akhlak manusia, baik akhlak kepada Allah (hablum minallah), kepada sesama (hablum minannas), maupun kepada alam (hablum minal alamin).
Sopaat menambahkan bahwa manusia memiliki dua fungsi utama dalam kehidupan, yakni sebagai hamba Allah (‘abdullah) yang beribadah dan sebagai khalifah fil ardh yang mengelola bumi. Kesempurnaan ibadah, katanya, tidak akan paripurna tanpa diiringi tanggung jawab sosial dan ekologis dalam kehidupan nyata.
Ia juga menyoroti relevansi kearifan lokal Sunda dengan spirit khalifah fil ardh yang diajarkan Islam. Karakter orang Sunda yang ramah, egaliter, dan menjaga kelestarian alam tercermin dalam falsafah hidup seperti silih asah, silih asih, dan silih asuh. Konsep tata ruang tradisional Sunda pun sarat dengan nilai ekologis, seperti menjaga gunung, sumber air, sungai, sawah, dan pantai.
”Tradisi Sunda menempatkan alam sebagai bagian penting dari kehidupan spiritual. Praktik seperti menjaga leuweung atau hutan titipan, leuweung tutupan, dan leuweung garapan menunjukkan kesadaran ekologis yang selaras dengan Islam. Hal ini juga sejalan dengan maqasid syariah yang menekankan pentingnya menjaga lingkungan atau hifzul biah,” kata Sopaat.
Sejarah Muhammadiyah ini juga mengingatkan bahwa modernisasi sejak era Renaisans membawa tantangan besar berupa materialisme, kolonialisme, dan sekularisme. Akibatnya, alam dieksploitasi berlebihan dan pendidikan cenderung berfokus pada materi, mengikis kesadaran spiritual dan nilai kemanusiaan.
Sopaat menegaskan bahwa Muhammadiyah memiliki kesadaran ekologis yang kuat, sebagaimana tergambar dalam logo matahari yang menyinari tanpa merusak alam. Menurutnya, harmonisasi antara ajaran Islam dan kearifan lokal sangat penting untuk membangun peradaban berkelanjutan.
”Dengan cara ini, umat Islam dapat menjaga ketahanan budaya, ketahanan pangan, dan kelestarian lingkungan di tengah arus globalisasi,” tandas Sopaat. Ia menegaskan bahwa harmonisasi ajaran Islam dengan kearifan lokal menjadi fondasi penting untuk membangun peradaban yang berkelanjutan.*(FA)