Hukum Halal/Haram Teknologi Seperti Media Komunikasi dan Aplikasi

Publish

12 December 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
122
pixabay

pixabay

Hukum Halal/Haram Teknologi Seperti Media Komunikasi dan Aplikasi

Pertanyaan: 

Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Saudara se-Islam di manapun anda berada, baik di dalam maupun di luar negeri. Sebelumnya saya mohon maaf apabila ada kata kata yang kurang enak di dengar atau menyakiti hati, sebab ilmu agama saya masih kurang, dan lewat jalan inilah saya meminta jawaban. Selain itu saya hanya seorang yang hanya ahli di bidang pengetahuan umum saja (IPA, IPS) karena saya hanya seorang pelajar biasa. Karena kecanggungan yang tidak henti di hati tentang masalah pribadi, maka terpaksa saya kirim e-mail ini ke lembaga agama terkait. Saya bertanya via e-mail ini sebab terpaksa dan bingung mau tanya ke siapa. Mau tanya ke kiai, jujur saya malu untuk bertanya secara langsung, karena takut salah bicara.

Pertanyaannya, halal atau haramkah handphone (hp), smartphone, internet, tv, komputer, dan benda sejenis yang kita gunakan?

Hal itu karena dalam setiap melakukan kegiatan di hp, selalu ada unsur haram yang mengikuti di balik manfaatnya. Awalnya tidak sengaja, tapi lama kelamaan ketidaksengajaan tersebut terus berulang dan berulang tidak henti-hentinya. Padahal Teknologi sudah banyak digunakan dan diterapkan di masyarakat kita. Menurut saya tindakan itu "seperti masuk area beranjau secara sengaja". Singkatnya kita sudah tahu bahwa daerah tersebut rawan ledakan sebab terdapat banyak timbunan ranjau di sana, dan nyawa yang jadi taruhannya adalah iman. Menurut saya ini bunuh diri. Simpelnya, ketidaksengajaan yang disengaja.

Hal haram yang ada di media Teknologi Informasi dan Komunikasi berdasarkan pendapat saya yaitu:

1.     Saat offline, adanya emoji dalam smartphone yang bersifat pornografi.

2.     Saat offline, lambang aplikasi dan Microsoft dalam komputer yang didominasi lambang agama lain, baik secara jelas atau samar (intoleransi).

3.     Saat online, hal-hal yang bathil lebih mendominasi dibanding yang haq, dan lain-lain.

Saya harap di masa depan banyak orang Islam yang ahli teknologi serta Microsoft sehingga kehalalannya dapat terjamin seratus persen. Kalau pernyataan saya di atas benar, maka segera kirim fatwanya pada saya, agar hati saya bisa tenang. Kalau salah, abaikan saja.

Sekian, terima kasih atas perhatiannya.

Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Agheng Prasetyo, (Disidangkan pada Jumat, 13 Jumadilawal 1443 H/17 Desember 2021 M)

Jawaban:

Wa ‘alaikumussalam wr. wb.

Terima kasih atas pertanyaan saudara. Gawai (hp) sebagaimana laptop dan juga alat elektronik lain adalah teknologi terbarukan yang dalam kurun terakhir ini telah berkembang pesat sebagai dampak arus global yang membawa kemajuan di segala lini. Hal ini menjadikan gadget sebagai suatu kebutuhan primer manusia dan bersanding dengan kebutuhan pokok lainnya. Akibatnya, seluruh sistem kehidupan saat ini sangat bergantung pada kecanggihan teknologi yang ditandai dengan penggunaan gadget oleh seluruh umat manusia. 

Dalam Islam, perkembangan teknologi adalah bagian dari ranah mu’amalah duniawiyyah (perkara kehidupan dunia), yakni suatu ranah kehidupan manusia yang akan selalu berubah seiring berkembangnya zaman, akan selalu ada kebaruan dari kebutuhan-kebutuhan manusia yang beragam. Di zaman Rasulullah dulu, kecanggihan teknologi belum dapat ditemukan karena tidak ada kebutuhan terkait hal itu, namun saat ini kebutuhan setiap manusia mengacu pada teknologi. Terkait hal tersebut terdapat hadis sebagai berikut,

عَنْ أَنَسِ أنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِقَوْمٍ يُلَقِّحُوْنَ، فَقالَ: لَوْ لَمْ تَفْعَلُوْا لَصَلُحَ قَالَ: فَخَرَجَ شِيصًا، فَمَرَّ بهِمْ فَقالَ: مَا لِنَخْلِكُمْ؟ قَالُوا: قُلْتَ كَذَا وَكَذَا، قَالَ: أَنْتُمْ أَعْلَمُ بأَمْرِ دُنْيَاكُمْ [رواه مسلم]

Dari Anas (diriwayatkan) bahwa Nabi saw pernah melewati suatu kaum yang sedang mengawinkan pohon kurma, lalu beliau bersabda: Sekiranya mereka tidak melakukannya, kurma itu akan (tetap) baik. Dikatakan (setelah itu, ternyata kurma tersebut tumbuh dalam keadaan rusak), sehingga Nabi saw melewati mereka lagi dan melihat hal itu, beliau bertanya: Ada apa dengan pohon kurma kalian? Mereka menjawab; Bukankah anda telah mengatakan hal ini dan hal itu? Beliau lalu bersabda: Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian. [H.R. Muslim: 4358].

Hadis di atas menjadi salah satu dasar Muhammadiyah untuk menetapkan Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah berkaitan dengan ajaran Islam tentang muamalah duniawiyah. Aspek muamalah duniawiyah merupakan segala hal atau perkara yang berhubungan dengan urusan duniawi dan yang penerapannya memiliki asas diperbolehkan selama tidak melanggar aturan agama dan norma sosial, sebagaimana kaidah usul fikih berikut,

اَلْأَصْلُ فِي الْأَشْيَاءِ الْإِبَاحَةُ حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى التَّحْرِيمِ 

Hukum asal segala sesuatu (hal-hal di luar tsawabit) adalah mubah (boleh) sampai ada dalil yang menunjukkan ketidakbolehannya. (Muhammad Mushtafa az-Zuhaili, al-Qawa’id al-Fiqhiyyah wa Tathbiiqatuha fi al-Madzahib al-Arba’ah, Jilid I, hlm. 190).

اَلْأمُوْرُ بمَقاصِدِهَا

Segala perkara tergantung niatnya. (Salih bin Ganim as-Sadlan, al-Qawa’id al-Fiqhiyyah al-Kubra wa Ma’a Tafarra’a ‘Anha, hlm. 41).

Dengan indikasi bahwa teknologi bukan termasuk hal ibadah dan fenomenanya tidak ditemukan di zaman Rasulullah saw, maka perihal laju kembang teknologi saat ini dengan beragam platform yang ada, adalah termasuk perkara duniawiyah yang hukumnya mubah selama hal itu membawa kepada kemaslahatan. Seperti yang diketahui, bahwa tidak ada mobilitas kehidupan saat ini yang terlepas dari campur tangan teknologi, sehingga tanpa teknologi akan mempersulit manusia untuk mengakses segala fasilitas yang tersedia. Beberapa contoh di antaranya, penggunaan teknologi informasi TV yang hingga saat ini masih menjadi sumber informasi domestik ataupun mancanegara bagi masyarakat umum dan utamanya bagi yang berusia lanjut. Selain itu pula terdapat teknologi komunikasi yang lebih terepresentasikan dengan beragam sosial media seperti Whatsapp, Telegram, Facebook, Instagram, Twitter dan lain-lain yang membantu manusia untuk terhubung satu sama lain dan bahkan menjadi platform marketing baik jasa, barang ataupun personal.

Namun begitu, tidak jarang teknologi justru membawa kemudaratan bagi para penggunanya seperti dampak psikis anti sosial ketika seorang individu terfokus pada gawai secara berlebihan, dan hal ini dapat berakibat terjadinya peningkatan emosi dalam diri. Selain itu, aksesibilitas tanpa batas dalam tayangan-tayangan di sosial media menjadikan individu dapat menikmati konten-konten yang dilarang seperti pornografi atau bahkan termotivasi secara tanpa sadar untuk berbuat hal buruk dari tayangan anarkis, penyiksaan dan semacamnya. Sebagaimana kasus-kasus kekerasan dewasa ini yang muncul seperti kekerasan dan pembunuhan di dunia nyata.

Dari dua realitas di atas, maka Muhammadiyah mengambil jalan tengah untuk tidak terlalu membatasi dan tidak pula terlepas bebas dengan cara menetapkan batasan-batasan penggunaan teknologi informasi ataupun komunikasi melalui buku Fikih Informasi. Meskipun buku ini tidak secara langsung membahas teknologi dalam paradigma Islam namun banyak nilai-nilai hukum yang bersinggungan dengan bahasan ini. Secara ringkas akan kami sampaikan sebagai berikut.

Dalam memandang segala dinamika teknologi informasi dan komunikasi, Islam melandaskan pada nilai-nilai ketauhidan, al-akhlaq al-karimah dan kemaslahatan. Ketiga hal mendasar tersebut harus menjadi tujuan umum seorang muslim dalam berkehidupan. Segala aktifitas dunia seseorang haruslah mengantarkan muslim pada nilai ketauhidan, berperilaku terpuji dan bahkan bernilai manfaat bagi diri dan sekitarnya. Tiga prinsip tersebut kemudian diejawantahkan pada sikap-sikap konkret berupa adanya keterbukaan akan perkembangan teknologi dengan membuka diri pada inovasi teknologi terbaru dan sekaligus meneliti secara mendalam dari informasi yang seimbang bagaimana cara kerjanya serta kebermanfaatannya untuk menilai apakah hal itu bermanfaat atau tidak. 

Tentu dalam menimbang kebermanfaatan suatu teknologi, harus disadari bersama bahwa seluruhnya kembali pada the man behind the gun (siapakah yang akan menggunakan teknologi tersebut), tujuan apa yang ingin diraih dan bagaimana cara meraih tujuan tersebut menjadi penentu utama karena hukum teknologi pada dasarnya ialah boleh/mubah. Teknologi sepatutnya digunakan sebagai media pengajaran, pencerahan, penjelasan, pembaruan, nasihat dan penyadaran serta sebagai sarana dialog yang berkeseimbangan. Tidak semestinya seorang muslim menarik diri dari perkembangan teknologi yang dapat menyebabkan terisinya teknologi dan beragam platform sosial media oleh hal-hal keburukan dan kemaksiatan.

Prinsip-prinsip di atas jika ditarik kepada batasan-batasan penggunaan teknologi secara umum, maka disadari betul bahwa pada dasarnya perkembangan teknologi mengandung nilai kemaslahatan apabila digunakan dalam hal-hal kebaikan dan dapat menjadi kemudaratan apabila digunakan dalam hal-hal keburukan. Dua sisi ini tidak hanya ada pada teknologi, namun dalam seluruh aspek kehidupan, bahkan ibadah sekalipun, jika dilakukan dengan niat yang salah dan berlebihan akan menjadi mudarat bagi individu yang melaksanakannya, sebagaimana sabda Rasulullah saw.,

يَا عَبْدَ اللهِ، أَلَمْ أُخْبَرْ أنَّكَ تَصُومُ النَّهارَ وتَقُومُ اللَّيْلَ؟ قُلتُ: بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ، قالَ: فَلَا تَفْعَلْ، صُمْ وأَفْطِرْ، وقُمْ وَنَمْ، فإنَّ لِجَسَدِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وإنَّ لِعَيْنِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وإنَّ لِزَوْجِكَ عَلَيْكَ حَقًّا [رواه البخاري]

Wahai hamba Allah, aku memperoleh berita bahwa kamu selalu puasa di siang hari dan bangun di malam hari, benarkah itu? Aku menjawab, benar ya Rasulullah. Beliau bersabda, jangan berlaku demikian, puasalah dan berbukalah, bangun dan tidurlah. Sesungguhnya tubuhmu memiliki hak atasmu, sesungguhnya matamu memiliki hak atasmu dan istrimu memiliki hak atasmu. [H.R. al-Bukhari].

Hadis tersebut selain bermakna perintah untuk menyeimbangkan aspek dunia dan akhirat, juga penegasan bahwa dalam kehidupan selalu memiliki unsur kebaikan dan keburukan jika tidak memiliki batas-batas tertentu. Shalat adalah ibadah yang baik dan bahkan wajib namun dapat menjadi buruk apabila dilakukan secara berlebihan dan contoh lain seterusnya.

Kemaslahatan dalam berteknologi kemudian diwujudkan melalui tindakan selektifitas dan kehati-hatian dalam memilih dan menggunakan teknologi. Sebagai contoh, pemilihan Telegram sebagai alat berkomunikasi harus disadari bahwa sistem Telegram memungkinkan setiap orang untuk bisa melakukan chat secara random kepada siapa pun dengan cara mencari di kolom search. Sehingga hal ini harus dihindari untuk menutup peluang kejahatan dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Telegram sebagaimana Whatsapp dan platform-platform lain juga menyediakan ragam fitur-fitur emoji, dari emoji ekspresi, ideologi sampai dengan lambang-lambang keagamaan. Hal ini tidak kemudian sebagai pengguna Telegram atau Whatsapp menjadi bersalah tanpa harus menggunakan emoji tersebut. Fitur emoji tersebut akan bernilai maslahat apabila digunakan secara proporsional seperti dakwah atau tidak digunakan sama sekali karena tidak ada kepentingan maslahat di momen tersebut dan sebaliknya dapat bernilai mudarat apabila digunakan dengan tujuan-tujuan buruk.

Tidak hanya itu, bahwa Telegram dan platform lainnya memberikan kemudahan untuk para penggunanya mencari tayangan-tayangan video atau film secara bebas. Hal ini seperti dua sisi mata uang, di mana fitur ini menjadi bernilai maslahat apabila tidak melanggar hak cipta tayangan dan memilih tontonan yang baik dengan tujuan memperdalam ilmu atau kepentingan dakwah, namun menjadi mudarat apabila dijadikan sebagai media pemutar film-film bajakan yang memiliki hak cipta atau juga sebagai media pemutar film-film porno yang jelas dilarang oleh syariat Islam. Hal ini sebagaimana kaidah usul fikih berikut,

تَفْرِيْقُ الحَلَالِ وَ الحَرَامِ

Memisahkan antara yang halal dan yang haram. (Ali Ahmad an-Nadwi, Mausu’ah al-Qawa’id wa adh-Dhawabith al-Fiqhiyyah, Juz I, hlm, 344).

Kaidah ini kemudian dikembangkan dalam kaidah-kaidah ibadah muamalah dengan lafal,

تَفْرِيقُ الصَّفْقَةِ

Membedakan kesepakatan. (Muhammad Mushtafa az-Zuhaili, al-Qawa’id al-Fiqhiyyah wa Tathbiqatuha fi al-Madzahib al-Arba’ah, Jilid II, hlm. 697-698).

Dua kaidah di atas merupakan kaidah pengecualian dari kaidah umum berikut ini,

إَذَا اِجْتَمَعَ الْحَلَالُ وِ الْحَرَامُ غُلِبَ الْحَرَامُ

Apabila bercampur antara yang halal dan yang haram, maka percampuran tersebut dihukumi haram. (Jalaluddin ‘Abd ar-Rahman as-Suyuthi, al-Asybah wa an-Nadzair, hlm. 105).

Kaidah pemisahan antara yang halal dan haram dapat dilakukan bagi realitas halal dan haram yang sifatnya bukan zat larut. Di mana pada penjualan hal-hal halal dan haram di satu akad maka berkonsekuensi pada benda yang haram tetap bernilai haram dan benda yang halal tetap bernilai halal. Kaidah ini mengindikasikan bahwa sesuatu yang bernilai halal pada hal-hal muamalah tetap akan bernilai halal meski berdampingan dengan hal-hal haram dan begitu pula sebaliknya. Kebercampuran antara kemaslahatan dan kemudaratan suatu teknologi, tidak lantas kemudian seorang muslim harus meninggalkan teknologi itu, melainkan seorang muslim harus pandai membedakan (furqan) antara yang baik dan buruk agar mampu menjadikan kebaikan sebagai unsur dominatif di dalam teknologi.

Namun tidak berlaku demikian pada aplikasi-aplikasi yang sudah jelas kemudaratannya, seperti aplikasi-aplikasi yang memang berkonsentrasi khusus pada hal-hal pornografi, maka tidak perlu seorang muslim mencobanya (installing) dengan alasan untuk menimbang kemaslahatan atau kemudaratan. Dari deskripsi aplikasi di playstore dan review-review aplikasi sudah dapat diketahui bahwa suatu aplikasi itu digunakan untuk hal-hal berbau mudarat atau manfaat. 

Oleh karena itu, dalam menggunakan teknologi, ada pedoman yang harus selalu dipegang oleh seorang muslim, yakni memahami secara mendalam halal-haram dalam Islam dan memiliki ghirah dakwah yang tinggi sehingga teknologi dijadikan sebagai media pengajaran, pencerahan, pembaruan, nasihat dan penyadaran, tarjih, tablig dan sarana dialog. Karena dunia akan selalu bergerak secara dinamis, maka muslim yang baik adalah yang bergerak dari stagnasi dengan berbekal syariat Islam sebagai alat pelindung diri untuk mewarnai dunia dan seisinya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penggunaan handphone (hp), smartphone, internet, tv, komputer, termasuk program atau aplikasi di dalamnya adalah halal selama digunakan untuk hal-hal yang manfaat, bukan mudarat. 

Wallahu a’lam bish-shawab. 

Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sumber: Majalah SM Edisi 21 Tahun 2022

 


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Tanya Jawab Agama

Tata Cara Shalat Tahajud Pertanyaan: Assalamu ‘alaikum wr. wb. Saya mau bertanya tentang ta....

Suara Muhammadiyah

18 November 2025

Tanya Jawab Agama

Mengikuti Imam Yang Kunut dan Sujud Sahwi Karena Lupa Tidak Kunut Pertanyaan: Sebagai makmum wajib....

Suara Muhammadiyah

8 May 2024

Tanya Jawab Agama

Pemanfaatan Limbah Air Wudhu untuk Bersuci Pertanyaan: Assalamu ‘alaikum wr.wb.  Kami ....

Suara Muhammadiyah

26 August 2024

Tanya Jawab Agama

Pernikahan Anak Hasil Zina Pertanyaan: Setelah pernikahan anaknya lebih dari 5 tahun, ibu (mertua)....

Suara Muhammadiyah

4 October 2024

Tanya Jawab Agama

Mimpi Bertemu Rasulullah SAW Pertanyaan: Assalamu ‘alaikum wr. wb. Latar belakang saya memi....

Suara Muhammadiyah

20 November 2025