BANDUNG, Suara Muhammadiyah – Dalam kajian Gerakan Subuh Mengaji (GSM) Aisyiyah Jawa Barat belum lama ini, akademisi Universitas Muhammadiyah Bandung Ihsan Imaduddin menjelaskan urgensi penerapan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT).
Dosen program studi Teknik Elektro itu menyampaikan bahwa kalender yang baru diluncurkan Muhammadiyah dirancang untuk menggantikan berbagai sistem kalender hijriah lokal yang selama ini digunakan umat Islam di berbagai daerah.
Ihsan menekankan bahwa KHGT dirancang sebagai sistem kalender tunggal yang berlaku secara global untuk menyatukan umat Islam dalam penentuan waktu ibadah dan hari-hari besar keagamaan. Melalui pendekatan ilmiah dan teologis, kalender ini diharapkan dapat menghilangkan perbedaan penetapan awal bulan Ramadhan, Syawal, hingga Dzulhijjah yang sering kali terjadi antarnegara.
Dalam pemaparannya, Ihsan menjelaskan dasar-dasar astronomi yang menjadi landasan kalender hijriah, termasuk pergerakan bumi dan bulan dalam menentukan hari, bulan, dan tahun. Ia juga membandingkan dengan sistem waktu di planet lain dan menjelaskan sejarah koreksi sistem penanggalan seperti kalender Julian yang kemudian disempurnakan menjadi kalender Gregorian.
Lebih lanjut, Ihsan membedah perbedaan antara konsep ”adada” (mengukur) dan ”hisab” (menghitung) sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran. Perbedaan tersebut penting dalam penetapan waktu ibadah karena menunjukkan bahwa penanggalan Islam tidak hanya bersifat matematis, tetapi memerlukan pengamatan dan ketepatan sesuai dengan syariat.
Ia menyebut KHGT sebagai bagian dari ”cicilan hutang peradaban” umat Islam untuk memiliki sistem kalender yang modern, akurat, dan universal. Upaya ini mencerminkan ikhtiar Muhammadiyah dalam menjawab kebutuhan umat Islam akan kesatuan sistem waktu yang dapat digunakan bersama di seluruh dunia.
”Namun, memang perubahan besar seperti ini membutuhkan waktu, proses sosial, dan edukasi yang berkelanjutan. Mengacu pada sejarah perubahan kalender masehi, adopsi sistem baru sering kali disertai resistensi dan memerlukan pendekatan persuasif yang inklusif,” ujar Ihsan.
Sikap terbuka Muhammadiyah terhadap kritik dan revisi dalam penyusunan KHGT menurutnya merupakan bukti kematangan dan fleksibilitas organisasi. Muhammadiyah bahkan rela meninggalkan metode hisab wujudul hilal hakiki yang selama ini digunakan, demi mengadopsi metode imkan rukyah yang lebih adaptif dalam sistem kalender hijriah global.
Pengorbanan Muhammadiyah tersebut disebut Ihsan sebagai bentuk jihad besar dalam menyatukan umat Islam melalui pendekatan ilmiah dan keagamaan yang praktis. Langkah ini tidak hanya menyangkut aspek teknis kalender, tetapi mencerminkan semangat persatuan dan kemajuan peradaban Islam.
Ihsan berharap KHGT dapat diterima secara luas oleh masyarakat dan menjadi pedoman resmi dalam kehidupan umat Islam sehari-hari. Dengan sistem kalender tunggal ini, umat Islam di berbagai belahan dunia diharapkan dapat menjalani ibadah secara serempak, akurat, dan terorganisasi, menuju kesatuan global yang hakiki.*(FA)