Oleh: Immawan Wahyudi, Anggota Majelis Pendidikan Tinggi dan Litbang PP Muhammadiyah, Dosen Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan.
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَكْمَلَ لَنَا الدِّيْنَ وَأَتَمَّ عَلَيْنَا النِّعْمَةَ، وَجَعَلَ أُمَّتَنَا وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ خَيْرَ
أُمَّةٍ، وَبَعَثَ فِيْنَا رَسُوْلًا مِّنَّا يَتْلُوْ عَلَيْنَا اٰيَاتِهِ وَيُزَكِّيْنَا وَيُعَلِّمُنَا الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ، أَحْمَدُهُ عَلَى نِعَمِهِ الْجَمَّةِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْــــكَ لَهُ شَهَادَةً تَكُوْنُ لـِمَنِ اعْتَصَمَ بِـهَا خَيْرَ عِصْمَةٍ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَرْسَلَهُ لِلْعَالـَمِيْنَ رَحْمَةً، وَفَرَضَ عَلَيْهِ بَيَانَ مَا أَنْزَلَ إِلَيْنَا فَأَوْضَحَ لَنَا كُلَّ الْأُمُوْرِ الـْمُهِمَّةِ، فَأَدَّى الْأَمَانَةَ وَنَصَحَ الْأُمَّةَ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أُوْلِي الْفَضْلِ وَالْهِمَّةِ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْـمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَظِيْمِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Sesudah kita panjatkan puja puji syukur kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kita segarkankan syahadatain kita bahwa tidak Tuhan selain dan Nabi Muhammad shlallahu ‘alaihi wa salam adalah Nabi dan Rasul terakhir yang telah diutus untuk menyelematkan semua manusia dari alam kegelapan ke alam penuh cahaya keimanan dan ketakwaan. Semoga rasa syukur ini menjadi sarana terbukanya pintu bagi kita untuk ditakdirkan oleh Allah sebagai orang-orang yang benar-benar beriman dan bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam senantiasalah kita panjatkan shalawat dan salam agar menjadi sarana bagi kita untuk senantiasa ittiba’ kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan memperoleh syafaat di hari pembalasan. Aamin.
Jama’ah jum’ah rahimakumullah, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَا لَّذِيْنَ لَا يَشْهَدُوْنَ الزُّوْرَ ۙ وَ اِذَا مَرُّوْا بِا للَّغْوِ مَرُّوْا كِرَا مًا
Artinya: "Dan orang-orang yang tidak memberikan kesaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka berlalu dengan menjaga kehormatan dirinya," (QS. Al-Furqan 25: Ayat 72). Ayat 27 surat al-Furqan ini sebagai bagian karakteristik hamba Allah yang didetailkan dari ayat 63 hingga ayat 77 surat al-Furqan.
Dalam surat al Hajj Allah Subhanahu wa Ta’ala juga telah berfirman;
ذٰلِكَ وَمَنْ يُّعَظِّمْ حُرُمٰتِ اللّٰهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ عِنْدَ رَبِّهٖ ۗ وَاُ حِلَّتْ لَـكُمُ الْاَ نْعَا مُ اِلَّا مَا يُتْلٰى عَلَيْكُمْ فَا جْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الْاَ وْثَا نِ وَا جْتَنِبُوْا قَوْلَ الزُّوْرِ
Artinya; "Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan apa yang terhormat di sisi Allah (hurumat), maka itu lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan dihalalkan bagi kamu semua hewan ternak kecuali yang diterangkan kepadamu (keharamannya), maka jauhilah (penyembahan) berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan dusta." (QS. Al-Hajj 22: Ayat 30).
Dua ayat Firman Allah tersebut mengingatkan kepada kita bahwa perkataan, terutama dalam persakian adalah suatu peristiwa yang bersifat yaumiyyah (harian) yang sangat bernilai yang harus kita sadari bahwa peristiwa itu akan membawa kita dalam komunikasi dan interaksi dengan sesama secara baik dan benar serta penuh kehormatan atau secara licik dan penuh kenistaan. Oleh sebab itu persoalan persaksian tidak dapat dipandang sebagai hal yang biasa-biasa saja karena “qaul az-zur” merupakan induk dari segala dosa besar, sebagaimana Rasulullah Shalallahu’alaihi wa salam menyebutnya dengan itilah “أكبر الكبائر” dalam Sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Imam Abu Hurairah radliyallahu’anhu:
عن أَبِي بَكْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ؟ قُلْنَا: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ ثلاثا: الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ، وَكَانَ مُتَّكِئًا فَجَلَسَ، فَقَالَ: أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ وَشَهَادَةُ الزُّورِ أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ وَشَهَادَةُ الزُّورِ. فَمَا زَالَ يَقُولُهَا حَتَّى قُلْتُ: لَا يَسْكُتُ
Artinya; “Dari Abu Bakrah radliallahu ‘anhu dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Maukah aku beritahukan kepada kalian sesuatu yang termasuk dari dosa besar? Kami menjawab; “Tentu wahai Rasulullah.” Beliau mengulanginya tiga kali seraya bersabda: “Menyekutukan Allah dan mendurhakai kedua orang tua.” -ketika itu beliau tengah bersandar, kemudian duduk lalu melanjutkan sabdanya: “Perkataan dusta dan kesaksian palsu, perkataan dusta dan kesaksian palsu.” Beliau terus saja mengulanginya hingga saya mengira (khawatir) beliau tidak akan diam”. (Hadits Muttafaqun ‘Alaih).
Rasulullah Shalallahu “alaihi wa sallam juga telah bersabda:
لَنْ تَزُولَ قَدَمُ شَاهِدِ الزُّورِ حَتَّى يُوجِبَ اللَّهُ لَهُ النَّارَ
Artinya; “Kaki orang yang memberi kesaksian palsu tidak akan bergeser (di hari kebangkitan) sampai Allah memasukkannya ke dalam neraka,” (Sunan Ibnu Majah: 2373).
Sumpah Jabatan
Dalam dunia politik kekuasaan ditetntukan arah kekuasaan yang baik an manfaat. Untuk dalam praktik pemerintahan, dikenal adanya sumpah jabatan. Sumpah jabatan itu merupakan pernyataan resmi yang diucapkan seseorang sebelum menjabat suatu posisi tertentu, terutama dalam pemerintahan, demikian juga dalam lembaga keagamaan, atau organisasi lain.
Sumpah ini merupakan ikrar komitmen dan kesetiaan untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan peraturan dan nilai-nilai yang berlaku. Sumpah jabatan adalah sebuah ritual yang penting dalam proses pelantikan pejabat, yang bertujuan untuk menegaskan komitmen dan tanggung jawab mereka dalam menjalankan tugas dan kewajiban.
Dalam dunia pemerintahan berlaku sumpah jabatan. Tujuan sumpah diamping untuk tujuan psikologis Menebalkan rasa tanggung jawab dan semangat bagi yang bersumpah, menegaskan komitmen pribadi terhadap jabatan yang akan diemban, dan yang terpenting adalah agar dapat memberikan jaminan moral bahwa pejabat akan menjalankan tugas dengan integritas, keadilan, dan tanggung jawab, sesuai peraturan perundang-undangan.
Adapun isi sumpah jabatan antara lain: pernyataan setia dan taat kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, negara, dan pemerintah, mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku, melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab, menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat pegawai, memegang rahasia apa-apa yang harus dirahasiakan, serta bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara.
Sumpah jabatan memiliki makna normatif dalam konteks konstitusi dan hukum. Sumpah jabatan juga mengandung dimensi moral dan spiritual, yang bertujuan untuk memastikan bahwa pejabat akan ungguh-sungguh menjalankan tugas dengan integritas tinggi dan tanggung jawab yang besar. Oleh sebab itu pelanggaran terhadap sumpah jabatan dapat berakibat pada pemakzulan (impeachment).
Ada banyak Peraturan Presiden yang menjadi dassar hukum tentang sumpah jabatan antara lain: Perpres Nomor 25 Tahun 2020 yang mendefinisikan jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan fungsi, tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang Pegawai Aparatur Sipil Negara dalam suatu satuan organisasi. Selain itu ada Perpres Nomor 27 Tahun 2007 yang mendefenisikan abatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak prajurit Tentara Nasional Indonesia dan Pegawai Negeri Sipil dalam susunan organisasi di lingkungan organisasi Tentara Nasional Indonesia.
Etika Jabatan dan Etika pejabat
Dalam dunia hukum kekuasaan ada kalanya etika kurang dijadikan sebagai sumber kekuatan dan inspirasi dalam penegakan hukum. Bahkan secara filosofi, jika suatu negara diminta untuk memilih adanya hukum atau adanya etika, maka etika harus lebih kuat dan utama untuk dipilih. Negara dengan etika tanpa hukum insya Allah akan dapat dapat berjalan dengan tertib dan baik. Namun negara hukum dengan tidak adanya etika akan menjadi sumber kekacauan antara lain penyelahgunaan wewenang, korupi, kolusi dan nepotisme.
Etika pejabat dan etika jabatan adalah dua konsep yang saling berkaitan dan penting dalam menjalankan pemerintahan yang baik. Etika pejabat merujuk pada prinsip-prinsip moral yang harus diikuti oleh seorang pejabat dalam menjalankan tugasnya, sementara etika jabatan lebih menekankan pada norma-norma yang mengatur perilaku dan tindakan pejabat dalam menjalankan jabatannya. Penting kita sadari bersama bahwa etika pejabat memilimi prinsip-prinsip kejujuran, integritas, tanggung jawab, dan keadilan dalam setiap tindakan yang dilakukan oleh pejabat, menekankan pada perilaku yang diharapkan untuk bertindak dengan profesional, tidak diskriminatif, dan selalu mengutamakan kepentingan publik dari pada kepentingan pribadi atau golongan.
Disamping itu, ada dimensi tanggung jawab sosial yang dimuat dalam dalam etika pejabat mencakup tanggung jawab sosial dalam memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dan bertanggung jawab atas dampak keputusan yang diambil. ‘Ala kulli hal dalam etika jabatan terdapat norma-norma perilaku yang diatur dalam peraturan perundang-undangan agar kekuasaan dan kewenangan yang dilimiliki oleh para pejabat dapat menghadirkan manfaat dan maslahat dan jauh dari madharat dan mafsadat.
Etika pejabat dan etika jabatan adalah dua konsep yang saling terkait dan penting dalam membangun pemerintahan yang baik. Penerapan etika yang kuat dapat memperkuat pemerintahan, mencegah korupsi, dan meningkatkan kepercayaan publik. Jika kita kembalikan kepada rujukan al-Qur’an, terdapat firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam an-Nisa’ (4) ayat 58;
اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَ مٰنٰتِ اِلٰۤى اَهْلِهَا ۙ وَاِ ذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّا سِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِا لْعَدْلِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَا نَ سَمِيْعًاۢ بَصِيْرًا
Artinya; "Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat." (QS. An-Nisa' 4: Ayat 58).
Demikianlah khutbah singkat ini khathib sampaikan, semoga dapat memberikan tambahan inspirasi dan motivasi bagi para pejabat maupun bagi masyarakat agar kita memahami makna jabatan benar-benar diatur oleh ad Din al Islam juga dalam peraturan perundang-undangan. Ummat Islam terikat bukan hanya dalam perkara yang didasarkan pada aturan-aturan yang bersumber dari konstitusi dan hukum normatif tetapi juga dari ketentuan berdasarkan ajaran Islam dalam upaya mewujudkan kemaslahatan sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam;
وَالْمُسْلِمُوْنَ عَلَى شُُرُوْطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا
Artinya; “Dan kaum Muslimin harus memenuhi syarat-syarat yang telah mereka sepakati kecuali syarat yang mengharamkan suatu yang halal atau menghalalkan suatu yang haram.” Hadits ini telah dituangkan salah kaidah ushuliyah (kaidah ke 23) yang semestinya diimplementaikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
أَقُوْلُ هَذَا القَوْلَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ
KHUTBAH II
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ. اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى اللَّهُمَّ اكْفِنَا بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنَا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ اللَّهُمَّ إنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَ اللَّهُمَّ إنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْبَرَصِ وَالْجُنُونِ وَالْجُذَامِ وَمِنْ سَيِّئِ اْلأَسْقَامِ اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ