YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Senin, 9 Juni 2025, Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Muhammadiyah menyelenggarakan Rapat Koordinasi Nasional secara daring yang dihadiri oleh 54 partisipan yang mewakili 14 provinsi di Indonesia, yaitu Sumatera Barat, Sulawesi Tengah, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Bali, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bengkulu, Lampung, Riau, dan Banten. Acara ini menjadi wadah penting untuk mengevaluasi capaian program LHKP sejak 2023 serta merumuskan strategi dan rencana kerja kedepan guna memperkuat peran Muhammadiyah dalam advokasi keadilan dan kedaulatan rakyat. Rapat ini juga mencerminkan komitmen LHKP untuk terus berkontribusi dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat, khususnya kelompok marginal, melalui pendekatan yang berbasis pada nilai-nilai konstitusi dan etika kenegaraan.
Dalam pengantarnya, Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas menegaskan pentingnya untuk semakin mempertajam literasi dan narasi berdasarkan analisis kasus yang mencerminkan menurunnya etika kenegaraan. Ia menegaskan bahwa diam terhadap ketidakadilan adalah sebuah bentuk dari kejahatan. Beliau mendorong LHKP berpihak pada dhuafa mustadh’afin melalui pendampingan kasus seperti PSN dan melakukan kolaborasi aktif dengan berbagai organisasi masyarakat sipil dan perguruan tinggi untuk pencegahan proaktif, sesuai tradisi Muhammadiyah yang memadukan spiritualitas dan aksi nyata.
Rapat ini berfokus pada dua agenda utama, yaitu evaluasi program dan agenda LHKP serta perencanaan program berikutnya. Dalam evaluasi program, LHKP meninjau kembali berbagai kegiatan yang telah dilakukan sejak Maret 2023, seperti koordinasi internal dan regional, pelaksanaan PIKNAS 2024, serta pendampingan kasus-kasus strategis seperti konflik agraria di Rempang, pertambangan di Wadas, dan pembangunan PIK 2. Meski telah mencatat sejumlah keberhasilan, seperti pembentukan LHKP di 34 dari 38 provinsi dan 189 LHKP di tingkat daerah, rapat ini mengidentifikasi sejumlah tantangan. Salah satunya adalah fokus yang masih terbatas pada isu-isu hikmah di tingkat daerah, sehingga perhatian terhadap kebijakan publik belum optimal. Rapat ini juga mencatat perlunya peningkatan literasi politik untuk mengatasi persepsi bahwa politik adalah sesuatu yang “kotor” dan harus dihindari, padahal keterlibatan dalam politik merupakan bagian penting dari misi Muhammadiyah untuk memperjuangkan keadilan sosial.
Untuk rencana ke depan, LHKP berkomitmen untuk terus memperkuat struktur organisasi dengan memastikan kehadiran LHKP di setiap daerah di seluruh provinsi, sehingga tugas dan fungsi organisasi dapat dilaksanakan secara lebih fokus, baik dalam hal hikmah maupun kebijakan publik. Di antara rencana strategis yang dibahas adalah pemetaan kandidat potensial untuk Pemilu 2029, penyusunan policy paper untuk memperkuat advokasi kebijakan publik.
Selain itu, LHKP berencana menyelenggarakan sekolah kepemimpinan nasional guna mencetak kader politik yang berkualitas serta menerbitkan buku profil legislator Muhammadiyah sebagai panduan bagi pimpinan wilayah dan daerah. Rapat ini juga menegaskan pentingnya kolaborasi dengan organisasi masyarakat sipil, perguruan tinggi, dan NGO untuk melakukan riset dan kajian strategis guna mengatasi ketimpangan struktural, seperti dampak pertambangan dan proyek strategis nasional (PSN). LHKP juga berupaya meningkatkan keterlibatan aktif dalam advokasi kebijakan publik, menggeser fokus yang sebelumnya lebih terpusat pada isu-isu politik selama Pilkada. Langkah ini mencakup pendampingan kasus-kasus berbasis keadilan, seperti di Rempang, Wadas, dan PIK 2, serta penguatan koordinasi dengan Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (MHH) dan Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBHAP) untuk menghasilkan solusi yang lebih konkret dan berdampak.
LHKP terus mendorong sinergi antara pimpinan pusat dan wilayah untuk memastikan bahwa isu-isu kebijakan publik yang strategis dapat ditangani secara efektif. Beberapa wilayah, seperti Sumatera Barat, telah menunjukkan keberhasilan dalam merekomendasikan kandidat legislatif dan menjalin kerja sama dengan pemerintah daerah, sementara wilayah lain, seperti Sulawesi Tengah dan Kalimantan Tengah, menggarisbawahi pentingnya advokasi terhadap dampak lingkungan dari pertambangan. LHKP juga mengakui tantangan dalam hal pendanaan dan koordinasi di beberapa daerah, yang perlu diatasi melalui konsolidasi internal dan penguatan jejaring. Dengan semangat keberpihakan kepada rakyat dan komitmen terhadap jihad konstitusi, LHKP Muhammadiyah bertekad untuk terus menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan keadilan sosial, demokrasi, dan kedaulatan rakyat, sebagaimana telah menjadi bagian dari sejarah panjang gerakan Muhammadiyah.