Oleh: Nur Ngazizah, Koord Divisi Tabligh Digital dan Komunitas MTK PWA Jateng, Dosen UM Purworejo
Idul Adha, perayaan agung yang identik dengan ibadah kurban, lebih dari sekadar ritual penyembelihan hewan. Di balik setiap kurban, terkandung makna mendalam dari kisah Nabi Ibrahim AS, Siti Hajar, dan Nabi Ismail AS. Kisah ini adalah narasi parenting luar biasa yang mengajarkan ketaatan, keikhlasan, dan pembentukan generasi yang berbakti kepada Allah SWT. Spirit parenting ala keluarga Ibrahim ini sangat relevan untuk diteladani di era digital ini, di mana orang tua menghadapi tantangan besar dalam mendidik anak.
Nabi Ibrahim AS, seorang ulul azmi dengan ketabahan luar biasa, diuji Allah SWT dengan perintah menyembelih putra kesayangannya, Ismail. Kisah ini terabadikan dalam QS. As-Saffat ayat 102-107. Ismail dengan penuh ketaatan dan keikhlasan menjawab, "Wahai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". Dari kisah ini, kita bisa menggali mutiara parenting:
1. Keteladanan Orang Tua dalam Ketaatan: Pilar Pendidikan Karakter
Ibrahim AS adalah teladan sempurna dalam ketaatan. Beliau tidak ragu sedikit pun saat menerima perintah Allah melalui mimpi, menunjukkan bahwa ketaatan kepada Sang Pencipta adalah prioritas mutlak. Sikap ini diwujudkan dalam tindakan, menjadikan Ibrahim role model hidup bagi Ismail dalam beriman dan bertawakal sepenuhnya kepada Allah. Keteladan yang bagaimana yang harus dilakukan orang tua ?
Konsistensi Ibadah di Tengah Distraksi: Tunjukkan komitmen shalat tepat waktu dan membaca Al-Qur'an, bahkan saat smartphone atau media sosial memanggil. Matikan notifikasi saat shalat, luangkan waktu khusus untuk mengaji bersama keluarga. Ini mengajarkan anak prioritas dan disiplin diri. Literasi Digital yang Bertanggung Jawab: Orang tua harus menjadi contoh penggunaan teknologi yang bijak.
Batasi waktu layar, pilih konten bermanfaat, dan tunjukkan cara berinteraksi positif di dunia maya. Mengajarkan etika digital dan bahaya konten negatif lebih efektif dengan keteladanan. Integritas Online: Di dunia maya, hoaks dan ketidakjujuran mudah ditemui.
Orang tua harus menjadi contoh dalam menyaring informasi dan menghindari ujaran kebencian di media sosial. Ini membentuk integritas moral anak baik offline maupun online. Prioritaskan Komunikasi Langsung: Meskipun mudah berkomunikasi via chat atau video call, tunjukkan bahwa interaksi tatap muka dengan keluarga dan kerabat tetaplah utama. Ini mengajarkan pentingnya silaturahmi dan hubungan interpersonal yang otentik.
2. Komunikasi Efektif dan Empati: Fondasi Kepercayaan Anak
Ibrahim AS berkomunikasi dengan lembut dan empatik kepada Ismail, melibatkan putranya dalam pengambilan keputusan: "Maka pikirkanlah apa pendapatmu!". Ini menunjukkan penghormatan terhadap akal dan perasaan Ismail, menumbuhkan kesadaran dan keikhlasan pada diri Ismail. Pendekatan ini membangun kepercayaan dan kemitraan dalam keluarga. Bagaimana komunikasi efektif itu ?
Diskusi Terbuka tentang Konten Digital: Ajak anak berdiskusi tentang apa yang mereka lihat di dunia digital, tanyakan pendapat mereka, jelaskan bahaya, dan bimbing memilih konten positif. Dengarkan Aktif tanpa Menghakimi: Ketika anak bercerita tentang masalah di dunia maya, dengarkan penuh perhatian tanpa menghakimi. Ini membuat anak merasa aman untuk berbagi.
Jelaskan Alasan Aturan Digital: Jelaskan mengapa suatu aturan, misalnya pembatasan waktu game, itu penting. Ini membantu anak memahami logika dan mengembangkan disiplin diri. Manfaatkan Teknologi untuk Komunikasi Keluarga: Gunakan video call atau aplikasi pesan grup untuk koordinasi keluarga. Tunjukkan bahwa teknologi bisa mempererat hubungan.
3. Ketaatan dan Keikhlasan Anak: Buah Pendidikan Iman. Respon Ismail AS yang "Wahai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar" menunjukkan ketaatan dan keikhlasan mengagumkan. Ini adalah buah dari parenting berlandaskan iman dan komunikasi yang baik. Bagaiamana menumbuhkan ketaatan pada anak?
Tanamkan Konsep Ihsaan: Ajari anak bahwa Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui, bahkan saat mereka di depan gadget. Ini menjadi rem internal kuat untuk menjauhi konten atau perilaku tidak pantas. Ajarkan Prioritas Berdasarkan Agama: Bantu anak memahami bahwa kewajiban agama (shalat, mengaji) lebih utama daripada hiburan digital.
Buat jadwal jelas untuk ibadah dan waktu luang digital. Latih Pengorbanan Kecil: Ajak anak berlatih "berkurban", misalnya mengurangi waktu bermain game untuk membantu orang tua atau menyisihkan uang jajan untuk sedekah. Ini melatih keikhlasan dan empati. Tumbuhkan Rasa Syukur: Di tengah gempuran tren media sosial, ajarkan anak bersyukur atas apa yang mereka miliki. Fokus pada nilai-nilai spiritual daripada material.
4. Peran Ibu dalam Mendukung Ketaatan: Pilar Keteguhan Keluarga. Peran Siti Hajar sebagai ibu yang tangguh, penuh keyakinan, dan mampu berjuang dengan tawakal tidak bisa diabaikan. Sikapnya pasti menurun kepada Ismail, membentuk pribadinya yang sabar dan taat. Bagaimana peran Ibu yang harus dilakukan?
Ibu sebagai Filter Konten: Ibu dapat aktif menyaring konten digital dan mengajarkan anak kritis terhadap informasi. Menciptakan "Zona Aman" Digital: Tempatkan gadget di ruang bersama atau buat jadwal "bebas gadget" untuk keluarga. Inisiasi quality time tanpa gadget, seperti makan malam bersama atau membaca buku. Ini memperkuat ikatan emosional dan mengurangi ketergantungan layar. Keteladanan dalam Kesabaran Menghadapi Digital Overload: Tunjukkan cara mengelola stres akibat informasi berlebihan atau tekanan media sosial, misalnya dengan ibadah atau aktivitas offline.
5. Keimanan yang Mendalam dan Keyakinan pada Takdir Allah. Kisah keluarga Ibrahim menyoroti keimanan mendalam kepada Allah SWT. Ibrahim dan Ismail yakin sepenuhnya bahwa Allah Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui yang terbaik. Keyakinan inilah yang menghilangkan rasa takut dan keraguan. Di era digital, keyakinan pada Allah adalah jangkar terkuat di tengah ketidakpastian. Bagaimana orang tua menguatkan keimanan anak?
Perkenalkan Allah sebagai Solusi: Ajari anak bahwa Allah adalah tempat bergantung dalam setiap kesulitan, termasuk masalah digital seperti cyberbullying. Ajarkan doa dan dzikir sebagai sarana ketenangan. Diskusi tentang Qadha dan Qadar: Saat anak menghadapi kekecewaan, ajarkan konsep qadha dan qadar (ketentuan Allah). Tekankan bahwa setiap takdir memiliki hikmah dan bahwa usaha disertai tawakal adalah kunci. Ceritakan Kisah Perlindungan Allah: Kisah-kisah yang menunjukkan perlindungan Allah di tengah kesulitan dapat menumbuhkan keyakinan kuat pada pertolongan-Nya. Batasi Paparan Berita Negatif Berlebihan: Lindungi anak dari berita atau konten negatif yang menimbulkan ketakutan dan pesimisme di dunia maya. Ajarkan mereka fokus pada kebaikan dan harapan Islam.
6. Ibadah Kurban Sebagai Refleksi Parenting Ibrahim di Era Digital. Ibadah kurban adalah momentum refleksi spirit parenting keluarga Ibrahim. Ini bukan hanya menyembelih hewan, tetapi juga "menyembelih" ego, hawa nafsu, dan kecintaan berlebihan terhadap dunia ,termasuk ketergantungan pada gadget dan validasi digital yang menghalangi ketaatan kepada Allah.
Melalui kurban, kita diajak untuk: Meningkatkan Ketaatan di Tengah Godaan: Kurban adalah pengingat bahwa perintah Allah harus didahulukan, bahkan di atas daya tarik digital. Melatih Keikhlasan dalam Berbagi: Melepaskan sebagian harta adalah latihan ikhlas dalam beribadah dan berbagi. Ini mengajarkan anak untuk "memberi", bukan hanya "menerima" dari dunia digital. Membentuk Generasi yang Taat Digital: Dengan meneladani Ibrahim dan Ismail, orang tua diharapkan mendidik anak agar beriman teguh, taat kepada Allah, dan memiliki akhlak mulia, bahkan saat berinteraksi dengan dunia digital. Ini adalah investasi jangka panjang untuk dunia dan akhirat.
Tantangan Parenting di Era Digital dan Spirit Ibrahim
Era digital membawa tantangan parenting kompleks, seperti penyebaran informasi tak terbatas, tekanan media sosial, kecanduan gadget, dan pola pikir instan. Spirit parenting keluarga Ibrahim menawarkan solusi fundamental: kembali kepada nilai-nilai dasar ketaatan, komunikasi efektif, keteladanan, dan keimanan mendalam. Ini adalah benteng terkuat yang dapat dibangun orang tua di tengah gelombang digital. Orang tua perlu menjadi "Ibrahim" yang sabar dan tegas, sekaligus "Hajar" yang teguh dalam iman dan kasih sayang. Anak-anak didorong meneladani "Ismail" yang ikhlas dan patuh, serta memiliki keyakinan penuh kepada Allah.
Ibadah kurban menghubungkan kita dengan kisah parenting paling inspiratif dalam sejarah Islam. Kisah Nabi Ibrahim, Siti Hajar, dan Nabi Ismail adalah blueprint untuk membangun keluarga yang diberkahi dan melahirkan generasi taat. Melalui keteladanan, komunikasi empatik, keikhlasan, dan keimanan mendalam, setiap orang tua berpotensi menciptakan keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah, serta mendidik anak-anak yang menjadi penyejuk hati, siap menghadapi tantangan zaman dengan iman dan takwa kokoh. Semoga spirit kurban menyemangati kita membentuk keluarga dan generasi yang dicintai Allah, yang cakap di dunia digital namun kokoh dalam iman dan akhlak.