Mentransformasikan Tafsir Al-Qur'an

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
355
Konferensi Mufasir Muhammadiyah 3 di Kulonprogo Yogyakarta (27/8)

Konferensi Mufasir Muhammadiyah 3 di Kulonprogo Yogyakarta (27/8)

KULONPROGO, Suara Muhammadiyah - Menteri Agama RI Nazaruddin Umar memenuhi undangan Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah sebagai pemateri dalam acara Konferensi Mufasir Muhammadiyah ke-3 yang bertempat di ballroom Hotel Novotel Yogyakarta Internasional Airport Kulonprogo pada Kamis siang (27/8). 

Dengan mengusung tema "Metodologi Tafsir Al-Qur'an yang Transformatif" ia mengawali paparannya dengan melontarkan sebuah pertanyaan, "apa itu Al-Qur'an?"

Menurut bahasa, Al-Qur'an berarti himpunan. Sebagaimana sebuah bangunan, ia menghimpun banyak hal seperti batu bata, semen, besi, dan lain sebagainya. Dalam pengertian ini, manusia dan alam raya sejatinya juga dapat disebut Al-Qur'an.

Meski menghimpun banyak hal, tak banyak orang yang mampu memaknai Al-Qur'an secara kontekstual dan relevan. Nazaruddin pun menyayangkan bahwa, dalam memahami Al-Qur'an, masih banyak kalangan dari umat Islam yang memaknainya secara tekstual. Al-Qur'an dipahami dengan cara yang kaku sehingga tak memberikan celah sedikitpun bagi penafsiran alternatif. Menurutnya, hal inilah yang menyebabkan umat Islam sulit keluar dari kungkuman kejumudan.

"Kelemahan umat kita hari ini adalah sangat paham masalah fikih, tapi tidak paham usul fikih. Mereka ibarat memanjat sebuah pohon, tapi berpegang pada ranting yang rapuh ketimbang batangnya yang kokoh," tegasnya mencontohkan.

Disinilah sejatinya letak pentingnya mengajarkan Al-Qur'an yang tidak hanya sebagai kitabullah, tapi juga sebagai kalamullah. Pengertian kalamullah tidak sama dengan kitabullah. Kalamullah memiliki makna lebih spesifik dan mendalam jika dibandingkan kitabullah. Jika kitabullah datang sebagai putunjuk bagi seluruh umat manusia, kalamullah hadir sebagai pencerahan bagi orang-orang yang bertakwa. Kalau kitabullah diturunkan kepada para nabi, kalamullah diturunkan khusus kepada Nabi Muhammad Saw. Oleh sebab itu, untuk bisa memaknai Al-Qur'an sebagai kalamullah, diperlukan sebuah tafsir Al-Qur'an yang transformatif.

Terkait dengan bagaimana mentransformasikan tafsir Al-Qur'an, Nazaruddin memiliki opsi alternatif. Ia melihat bahwa selama ini tafsir Al-Qur'an lebih banyak mengedepankan sifat maskulinitas Tuhan. Sedangkan dalam ayat-ayat Al-Qur'an lebih memuat tentang sifat-sifat feminim Tuhan. Oleh sebab itu menurutnya sudah saatnya para mufasir Muhammadiyah lebih memfokuskan diri pada sifat feminim Tuhan yang masih sangat jarang disoroti para mufasir.

"Kita perlu pemikiran besar. Mubaligh dan mufasir kita selama ini kurang bisa memahami segitiga antara teologis, logos, dan etos," paparnya. (diko)


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

RIAU, Suara Muhammadiyah – Pesantren Muhammadiyah Mahmud Marzuki Penyasawan mencetak sejarah d....

Suara Muhammadiyah

24 December 2024

Berita

JAKARTA, Suara Muhammadiyah - Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA (Uhamka) menyelenggarakan Rap....

Suara Muhammadiyah

20 November 2025

Berita

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Direktorat Kemitraan Global dan Employability (DKGE) Universit....

Suara Muhammadiyah

13 October 2025

Berita

PACITAN, Suara Muhammadiyah - Kepala Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga (Disparbudpor....

Suara Muhammadiyah

9 August 2025

Berita

AUSTRALIA, Suara Muhammadiyah – Sebagai gerakan ilmu, gerakan amal, gerakan dakwah sekaligus g....

Suara Muhammadiyah

27 November 2023