Menua dan Bahagia Bersama dalam Komunitas Ramah Lansia

Publish

19 June 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
52
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Oleh : Afita Nur Hayati, S.Si, M.Si, Dosen UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Wilayah Aisyiyah Kalimantan Timur 

 

Prediksi jumlah penduduk lanjut usia (lansia) yang dirilis https://databoks.katadata.co.id pada tahun 2021 menyebutkan prosentase jumlah lanjut usia pada tahun 2025 akan berada pada angka 12,5%.  Hal tersebut menjadikan Indonesia adalah negara dengan aging population, karena jumlah penduduk lansia sudah diatas 10% dari total jumlah penduduk. Selain menjadi penanda bahwa dari 9 orang yang ada di Indonesia akan ada 1 orang didalamnya yang berusia lebih dari 60 tahun. 

Jumlah lansia di Indonesia terus mengalami peningkatan. Maka tidak mengherankan jika ada wacana dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk memperpanjang usia pensiun dari Aparatur Sipil Negara (ASN). Hal ini seiring dengan bertambahnya usia harapan hidup, transisi demografi, juga kondisi kesehatan ASN pada lansia yang masih prima serta produktivitas yang masih tinggi sehingga dianggap kontribusinya masih layak untuk mendukung pelaksanaan pembangunan.

Artinya kehidupan lansia mengalami peningkatan kualitas, sehingga mereka masih bisa tetap aktif dan menikmati usia lanjut dengan kualitas hidup yang lebih baik, merasa berguna, dan tetap bahagia (Sutikno, 2011).

Perubahan Peran Sosial Lansia

Lansia rentan mengalami depresi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti fisik, psikologis, dan faktor sosial (Damanik&Hasian, 2019).  Faktor sosial meliputi kehilangan pasangan, berkurangnya dukungan sosial, dan perubahan peran sosial (Surur, 2021; Munoz et al., 2018).  Ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara perubahan peran sosial dengan depresi pada lansia (Situngkir et al., 2023; Dewi et al., 2024).

Oleh karena itu, untuk meningkatkan kesejahteraan lansia ketika masa pensiun tiba dan munculnya post power syndrom karena merasa sudah tidak dihormati atau tidak disegani (Natalia, 2020), pemerintah perlu berkolaborasi dengan masyarakat dan keluarga.  Hal ini dilakukan untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan ramah lansia, selain dukungan, perhatian, dan perawatan kesehatan pada lansia. 

Indonesia bisa mengadopsi apa yang dilakukan oleh Pemerintah Jepang sejak tahun 1963 dimana Pemerintah Jepang membuat kebijakan yang tertuang pada Undang-Undang Nasional tentang Kesejahteraan Masyarakat Lansia No. 133 Tahun 1963 (Cahyani, 2021), dengan mengajak masyarakat memberikan apresiasi kepada lansia dengan menjamin kesejahteraan hidup mereka. Hal tersebut bisa dilakukan dengan memberikan dukungan dan kesempatan lansia untuk mengambil peran dalam kegiatan sosial atau melanjutkan aktivitas profesional.  

Sepuluh tahun kemudian setelah kebijakan diimplementasikan, Pemerintah Jepang berhasil mendapatkan tiga capaian, pertama Lansia di Jepang cenderung lebih aktif serta lebih sering terlibat dalam pekerjaan maupun kegiatan keluarga dibandingkan lansia di negara lain seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis. Kedua, tingkat kesehatan lansia di Jepang juga lebih baik dibandingkan lansia dari negara-negara tersebut. Ketiga, lansia Jepang juga menunjukkan tingkat kepuasan hidup yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan lansia di negara lain (Palmore dan Maeda, 1985).

Jika dibandingkan 10 tahun sebelumnya, masyarakat lansia di Jepang lebih sehat dan mempunyai kualitas hidup yang tinggi (Airth, 2020).  Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Sugiyama Lebra (1976) bahwa masyarakat Jepang termasuk lansia, mempunyai budaya untuk berkomitmen terhadap peran yang kuat, yang dijalankan tidak hanya sekedar menjalani kegiatan, tetapi, terdapat ikatan yang kuat untuk menjalani setiap kegiatan sampai selesai. 

Sedangkan menurut George de Vos (1973), sosiolog Amerika, dedikasi masyarakat Jepang terhadap peran sosialnya sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai Konfusianisme, yang membentuk cara pandang kaum samurai pada abad ke-19. George de Vos bahkan menilai bahwa tingginya angka bunuh diri di Jepang berkaitan dengan komitmen yang mendalam terhadap peran sosial.

Ia menyebut perilaku ini sebagai role narcissism, yaitu kondisi di mana seseorang sangat terikat pada identitas perannya, dan dalam konteks budaya Jepang, kecenderungan ini bisa menjadi serius hingga mendorong pada tindakan bunuh diri ketika tanggung jawab profesional tidak dapat dipenuhi.

Kader Pendamping Lansia

Agar rasa bersalah dalam kegiatan positif yang dilakukan tetapi kurang berhasil dalam pelaksanaan dan membuat lansia di Jepang memutuskan untuk bunuh diri tidak diadopsi di Indonesia maka perlu penyiapan kader pendamping lansia (Syafruddin et al., 2022) dalam pelatihan.  

Tujuannya adalah memastikan secara terukur dan berkelanjutan bahwa lansia tidak hanya tangguh secara fisik tetapi juga memiliki keaktifan berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan komunitas dengan kesehatan mental yang terjaga dan perasaan kesepian dan depresi yang terkurangi. Kader lansia perlu melibatkan tokoh agama untuk terus menguatkan kualitas hidup pada aspek spiritualitas lansia (Dewi et al., 2018; Farihin dan Fitria, 2024).  

Jika nilai-nilai spiritualitas memiliki peran penting dalam membantu lansia yang tinggal di Panti Wredha (Anugrah et al., 2024) dalam mengelola stres dengan lebih baik, meningkatkan ketenangan batin, serta memperbaiki kualitas kesehatan mental, maka lansia yang berada dalam komunitas dan keluarga yang aware dengan kualitas kesejateraan lansia mestinya juga terus memerlukannya.

Beraktivitas Fisik Bersama untuk Terus Sehat dan Bahagia

Sesuai dengan pokok teori aktivitas yang menyatakan bahwa keterlibatan seseorang dalam berbagai kegiatan dapat mendukung kehidupan yang sehat, normal, dan memberikan kepuasan batin (Cahyani, 2021), maka aktivitas fisik memiliki peran penting dalam mempertahankan kesehatan jasmani dan mental pada lansia (Lee et al., 2021). Oleh karena itu, program pemberdayaan perlu mendorong keterlibatan lansia dalam beragam aktivitas fisik.

Disamping itu, partisipasi dalam lingkungan sosial dan komunitas mampu memperkuat kesejahteraan emosional dan psikologis mereka, sementara pembelajaran keterampilan baru membuka peluang bagi pengembangan diri dan peningkatan rasa puas terhadap diri sendiri (Shirev dan Levy, 2012). 

Pada akhirnya peran kader lansia untuk merancang aktivitas fisik yang teratur dan terancana dalam sebuah komunitas ramah lansia seperti program aktivitas rekreasi dan kesehatan menjadi wajib. Hal ini karena implementasinya memiliki efek positif dan memainkan peran kunci dalam meningkatkan kesehatan dan mengurangi laju penuaan (Candra et al., 2024).

Artinya aktivitas fisik yang dilakukan secara rutin dan terstruktur dapat mendukung lansia untuk tetap bugar dan menjalani kehidupan yang aktif (Thaithatkul, 2022; Hakman et al., 2019).  Apalagi dilakukan secara berkelompok sebagai ciri dari budaya kolektivis yang hidup dalam masyarakat Indonesia.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

SOLO, Suara Muhammadiyah - Ribuan pelajar mengikuti apel akbar milad ke-111 Muhammadiyah di Lap....

Suara Muhammadiyah

19 November 2023

Berita

JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Yayasan Lembaga Peningkatan Kesehatan Gizi Indonesia (YLPKGI) &n....

Suara Muhammadiyah

15 December 2024

Berita

PURWOKERTO, Suara Muhammadiyah - Panen perdana Melon Hidroponik Golden Aroma Lazismu Banyumas penuh ....

Suara Muhammadiyah

18 December 2023

Berita

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Dalam momen bulan Syawal, keluarga besar PT Syarikat Cahaya M....

Suara Muhammadiyah

15 April 2025

Berita

JAKARTA, Suara Muhammadiyah - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir memberikan apresi....

Suara Muhammadiyah

25 February 2025

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah