YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Diskusi sekaligus bedah buku Mengamati Islam Indonesia 1971–2023 kembali menegaskan signifikansi karya Prof. Mitsuo Nakamura dalam memahami wajah Islam Indonesia. Prof. Dr. Zuly Qodir, M.Ag., Guru Besar Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), menilai fokus Nakamura pada Muhammadiyah menunjukkan bagaimana organisasi ini telah lama menjadi ikon Islam moderat (wasathiyah) di tanah air.
Agenda yang digelar pada Rabu (24/09) di Nakamura Center, Perpustakaan UMY lantai 2, menjadi ruang refleksi bagi Zuly. Ia menilai Nakamura bukan hanya antropolog asing yang meneliti Islam Indonesia, tetapi juga teladan seorang ilmuwan yang rendah hati, sederhana, dan konsisten menekuni bidang risetnya.
Menurut Zuly, karya-karya Nakamura tetap relevan karena selalu kontekstual. Dari penelitian kecil di Kotagede, Yogyakarta, ia mampu membahas isu buruh, pedagang, hingga gerakan sosial yang terus aktual.
“Beliau tidak pernah segan mengatakan ‘saya belum tahu’ atau ‘penelitian ini belum selesai’. Itu bentuk kejujuran intelektual yang jarang dimiliki akademisi. Dari ketekunan itu lahirlah karya-karya yang tetap relevan, meski berbasis riset lokal seperti Kotagede,” ungkap Zuly.
Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan UMY ini juga menyoroti bagaimana Nakamura menampilkan dimensi ijtihad dalam Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). Dari program Keluarga Berencana pada masa Orde Baru, perdebatan bayi tabung, hingga respons terhadap pandemi Covid-19 dan krisis iklim, kedua organisasi tersebut membuktikan bahwa Islam Indonesia selalu mampu menyesuaikan diri dengan zaman.
Zuly menegaskan, kontribusi besar Nakamura terletak pada fokusnya terhadap Muhammadiyah dan NU, dua organisasi Islam besar yang menjadi ikon moderasi Islam Indonesia. Dari pendidikan, sosial, hingga politik, keduanya berperan penting dalam membentuk arah bangsa.
“Nakamura berhasil menunjukkan bahwa Islam di Indonesia bukan statis, melainkan terus bertransformasi,” jelasnya.
Meski demikian, Zuly mengingatkan adanya kekurangan dalam karya Nakamura, yakni minimnya perhatian pada aktor perempuan dalam organisasi Islam. Selain itu, organisasi bersejarah seperti Syarikat Islam dan Persatuan Islam juga relatif jarang mendapat sorotan. Menurutnya, hal ini menjadi tugas peneliti muda untuk melanjutkan penelitian, khususnya terkait tokoh perempuan dan organisasi lain yang memiliki kontribusi besar. (ID)