YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Upaya mewujudkan keberlanjutan energi kini semakin mendapat perhatian serius, termasuk dalam ruang dakwah Muhammadiyah. Hal ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2023 tentang Konservasi Energi yang menekankan pentingnya manajemen energi secara terpadu untuk menciptakan pemanfaatan energi yang efektif, efisien, dan berdampak maksimal.
Manajemen energi, sebagaimana diatur dalam beleid tersebut, mencakup langkah teknis yang terstruktur dan ekonomis, mulai dari proses produksi hingga penggunaan bahan baku dan pendukung. Tujuannya adalah meminimalisasi konsumsi energi tanpa mengurangi kualitas maupun hasil.
Dalam konteks dakwah, Muhammadiyah mengembangkan pendekatan decoupling, yakni upaya menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) dari aktivitas dakwah tanpa mengurangi jangkauan dan dampaknya. Artinya, dakwah tetap bisa diperluas ke berbagai lini masyarakat, namun dengan jejak energi dan emisi yang lebih kecil.
Dengan prinsip keberlanjutan ini, dakwah Muhammadiyah tidak hanya menguatkan nilai keagamaan, tetapi juga menghadirkan etika ekologis Islam yang berpihak pada kelestarian bumi.
“Mengurangi emisi dari aktivitas dakwah adalah bagian dari tanggung jawab moral sekaligus religius,” ujar Rachmawan Budiarto salah satu pemateri dalam kegiatan Training of Trainers Audit Energi dan Dakwah Ramah Lingkungan yang berlangsung di SM Tower Malioboro Yogyakarta (20/8).
Strategi ini menunjukkan bahwa dakwah Muhammadiyah bergerak selaras dengan agenda keadilan iklim global, sambil tetap menjaga efektivitas penyebaran nilai Islam berkemajuan. Dakwah tidak lagi hanya dipandang dari sisi spiritual, tetapi juga sebagai kontribusi nyata dalam menjaga keberlanjutan lingkungan hidup. (diko)