SURAKARTA, Suara Muhammadiyah – Musyawarah Cabang (Musycab) ke-43 Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PC IMM) Kota Surakarta menjadi ajang peneguhan kembali arah dan falsafah gerakan IMM sebagai organisasi intelektual-religius yang adaptif terhadap zaman.
Dalam Studium General pembukaan Musycab yang digelar di Pendhapi Gede Balaikota Surakarta, Rabu (11/6) IMMawan Abdul Afif Amrulloh menekankan bahwa IMM tidak bisa dilepaskan dari akar ideologis Muhammadiyah. Hal ini merujuk pada Deklarasi Kotabarat yang melahirkan enam penegasan IMM, hasil Musyawarah Nasional pertama IMM di Solo.
“IMM hari ini bukan hanya sekadar organisasi kader. Ia adalah penjaga warisan nilai, pelopor dan penyempurna amanah peradaban. IMM tidak boleh redup di tengah arus pragmatisme politik dan kekosongan nilai,” ujar Afif dalam paparannya.
Afif menekankan pentingnya IMM sebagai gerakan yang mampu menjaga nilai-nilai ideologis Muhammadiyah sembari tetap tanggap terhadap dinamika zaman secara kritis dan solutif. Untuk itu, ia mendorong kader IMM membangun jejaring dan silaturahmi lebih luas guna memperkaya perspektif serta menghindari penilaian yang tidak berdasar terhadap isu-isu publik.
Dalam forum tersebut, Afif juga menyoroti tiga pilar utama yang menjadi fondasi gerakan IMM di era pascamodern, yaitu religiusitas, intelektualitas, dan humanitas.
Religiusitas, menurutnya, tidak cukup hanya diukur melalui ritus keagamaan, tetapi harus berdampak pada perubahan sosial. Sementara intelektualitas menuntut IMM untuk membangun nalar kritis yang tidak berhenti pada diskursus internal, namun juga menyentuh bidang keilmuan masing-masing kader. Adapun pilar humanitas mengharuskan IMM terlibat aktif dalam aksi-aksi sosial masyarakat.
“Muhammadiyah tidak kekurangan kader. Yang dibutuhkan adalah kader ideologis yang lahir dari proses panjang perkaderan,” imbuhnya.
Ketua Bidang Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat DPD IMM Jawa Tengah, IMMawan M. Fatahillah, turut memberikan sambutan dalam forum ini. Ia mengingatkan bahwa Musycab tidak semata menjadi ajang kontestasi politik internal, tetapi juga menjadi titik refleksi arah gerakan IMM ke depan.
“IMM Solo harus tetap menjadi pusat lahirnya kader-kader ideologis-intelektual. Karena di kota inilah cikal bakal IMM berdiri, maka semangat Spirit of IMM harus terus dinyalakan,” tutur Fatahillah.
Pesan senada juga disampaikan oleh IMMawan Rivandy Azhari Harahap, Sekretaris Umum DPD IMM Daerah Istimewa Yogyakarta. Ia menekankan pentingnya kader IMM tidak hanya berdebat dalam ruang-ruang diskusi internal, tetapi mampu mendokumentasikan pemikirannya dalam bentuk tulisan ilmiah.
“Diskursus keilmuan tiap individu perlu dikembangkan. Jangan hanya fokus membicarakan IMM, tetapi juga harus mampu berbicara sesuai bidang studinya dalam merespons isu-isu strategis,” tegas Rivandy.
Acara Studium General ini menjadi bagian awal dari rangkaian Musycab ke-43 PC IMM Kota Surakarta yang mengusung tema “Kilau Jejak Pengabdian: Memetik Pembelajaran, Merancang Masa Depan”. Forum ini juga dihadiri oleh sejumlah elemen strategis, termasuk Forkompimda Kota Surakarta, Kodim 0735/Surakarta, Dispora, Kesbangpol, KNPI, serta organisasi mahasiswa lintas kampus seperti KAMMI, PMKRI, dan perwakilan dari DPD IMM Jateng, DPD IMM DIY, PC IMM Klaten, Sukoharjo, dan HW Kota Surakarta.
Selain sebagai ajang pemilihan kepemimpinan baru, Musycab ini juga menjadi ruang evaluasi serta refleksi atas gerakan IMM di Kota Surakarta dan menyusun arah gerakan ke depan berbasis nilai ideologis dan keilmuan. (mas/m)