SLEMAN, Suara Muhammadiyah - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir hadir dalam Pelantikan Direksi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan Gamping periode 2025-2029 di Convention Hall Gedung Erwin Santosa Kompleks RS PKU Muhammadiyah Gamping, Sleman, Rabu (17/12).
Haedar menyampaikan selamat untuk menunaikan amanat tersebut. Ia mengemukakan, RS PKU Muhammadiyah yang lahir pada tahun 1923 merupakan bagian dari sejarah Muhammadiyah bergerak dalam bidang kesehatan.
"Kehadiran PKU ini yang implementasinya dalam bentuk rumah miskin dan rumah yatim, merupakan wujud dari implementasi Al Maun (secara teologis). Tapi dalam konteks kebangsaan (Wathaniyah) merupakan bagian dari matarantai kebangkitan nasional," katanya.
Menurut Haedar, PKU Muhammadiyah merupakan awal dari kehadiran rumah sakit pribumi dari kaum muslim sebagai mayoritas di negeri ini. Bersama dengan seluruh komponen bangsa, turut berkontribusi dan berkhidmat dalam memperjuangkan Indonesia merdeka.
"Sejarah ini adalah sejarah yang penting untuk membangun kesehatan bangsa ketika rakyat Indonesia bukan hanya miskin secara ekonomi, bodoh dari aspek pendidikan, dan tertinggal. Sekaligus juga kondisi kesehatan yang rapuh karena terkait juga dengan kemiskinan," jelasnya.
Di situlah titik urgensinya kehadiran RS PKU Muhammadiyah. "Ketika kita punya pemahaman, penghayatan tentang sejarah," sambungnya, yang menekankan sejarah perjuangan bangsa tidak bisa dipilah-pilah.
"Nanti mengklaim sendiri-sendiri, dan Indonesia tidak akan tegak sebagai sebuah bangsa yang bersatu dan terintegrasi dalam satu kesatuan sistem bernegara," imbuhnya.
Dalam kesempatan itu, Haedar menegaskan sekali lagi, kehadiran PKU Muhammadiyah, khususnya di Yogyakarta, bukan hanya sekadar milik Muhammadiyah, bersamaan dengan itu, menjadi milik masyarakat secara luas.
"Ini menjadi tonggak sejarah yang tidak lepas dari sejarah Yogyakarta. Dan dalam konteks itulah, sejarah bisa kita lihat secara utuh," jelasnya, dengan menggarisbawahi Yogyakarta dan Muhammadiyah saling melekat dalam kesejarahannya yang sangat kental.
"Kehadiran Muhammadiyah menjadi bagian dari sejarah Yogyakarta dan sejarah Indonesia, di mana kiprah pendidikan, kesehatan, sosial, pemberdayaan dan pencerdasan masyarakat juga kita gerakan sejak awal sebagai bagian dari kebangkitan nasional," tegasnya.
Haedar meyakini jika seluruh elite dan warga bangsa memahami sejarah secara utuh, dari situlah menjadi sumber kekuatan bangsa. Namun, jika sejarah hanya dipandang secara parsial, maka yang terjadi kemudian Indonesia tidak akan kuat.
"Di situlah kami berharap pemahaman kesejarahan itu diletakkan dalam kerangka yang utuh," tegasnya. (Cris)


