YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menjadi tuan rumah Seminar Sehari Risalah Akidah Islam pada Sabtu, 27 September 2025. Seminar ini menghadirkan sejumlah tokoh Muhammadiyah yang menekankan pentingnya penyusunan risalah akidah sebagai kebutuhan mendasar Persyarikatan.
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Hamim Ilyas, menyatakan bahwa muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah pada hakikatnya merupakan akidah Muhammadiyah. Gagasan penyusunan risalah akidah sebenarnya telah muncul sejak tahun 1970 melalui Lajnah Tarjih, namun kala itu belum terlaksana karena berbagai keterbatasan.
“Dengan perjalanan panjang itu, akhirnya kita menemukan metodenya, yaitu metode tanfili. Besok akan kita lanjutkan dengan penyusunan kisi-kisi akidah,” ujarnya.
Hamim menambahkan, penyusunan risalah akidah ini diharapkan mampu menjawab tantangan umat Islam di level global yang kerap diposisikan sebagai pihak yang kalah.
“Spiritualisasi beragama tidak boleh sebatas ritual semata. Risalah ini diharapkan mampu membangun mentalitas dan spiritualitas umat Islam, sehingga umat tidak hanya menjadi pengikut, tetapi pemenang,” tegasnya.
Sementara itu, Zuly Qodir, Wakil Rektor UMY, menggarisbawahi pertanyaan besar mengapa umat Islam dalam praktiknya kerap kalah, baik dalam ranah politik maupun keagamaan. Ia menyinggung fenomena rezimitasi wacana keagamaan di Indonesia, termasuk soal wacana Islam wasathiyah yang belakangan menguat.
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Saad Ibrahim, dalam paparannya menegaskan bahwa akidah adalah inti paling mendasar dalam beragama. Ia mencontohkan perundingan antara Aimatul Qurais dengan Nabi Muhammad pada tahun ke-119 M sebagai bukti betapa sentralnya akidah dalam perjalanan dakwah Islam. Saad juga menyinggung episode hijrah Nabi sebagaimana tercatat dalam QS At-Taubah sebagai cermin keteguhan akidah.
“Seminar sehari ini tidak dimaksudkan untuk menjelaskan definisi iman dan Islam, melainkan membahas arkannya yang mencakup makna luas. Hemat saya, ini baru permulaan. Tindak lanjutnya akan sangat panjang,” kata Saad.
Ia menekankan bahwa setiap orang memiliki potensi bertuhan yang telah diletakkan Allah dalam dirinya. Konsep inilah yang hendak diaktualisasikan dalam risalah akidah. “Kita tidak sekadar menulis, tetapi juga menawarkan wacana baru. Seperti perdebatan antara Jabariyah yang menolak kepastian dan Qodariyah yang menuntut kepastian, kita mencoba memberi tawaran yang lebih seimbang. Bahkan dalam konteks sains, kuantum lebih dahsyat dari fisika klasik. Demikian juga akidah, harus menjadi landasan yang melampaui sekadar teori,” jelasnya.
Dalam penutupnya, Saad menyinggung pentingnya integrasi ilmu dan agama tanpa kehilangan identitas masing-masing. “Seperti sabda Rasulullah saat ditanya seseorang tentang apakah unta harus diikat atau tidak, jawabannya: ikatlah untamu dan bertawakallah. Begitulah akidah, selalu menempatkan keyakinan diiringi dengan usaha nyata,” pungkasnya.
Tak berhenti pada tataran seminar, agenda ini keesokan harinya akan dilanjutkan dengan Focus Group Discussion (FGD) untuk menyusun kisi-kisi Risalah Akidah Islam yang digadang-gadang menjadi pedoman strategis bagi penguatan mentalitas dan spiritualitas umat Islam, sekaligus memperkokoh peran Muhammadiyah di level nasional maupun global.
“Ini bukan sesuatu yang sederhana, tapi membutuhkan konsisten,” tegasnya. (diko)