Syu’aib Musthofa, Perjuangan Menggembirakan Muhammadiyah Bantul

Publish

18 October 2023

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
948
Syu’aib Musthofa dengan Majalah Suara Muhammadiyah

Syu’aib Musthofa dengan Majalah Suara Muhammadiyah

Syu’aib Musthofa (92) adalah salah satu penasihat Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Bantul, DIY. Keluarganya, terutama ayah dan ibunya adalah dari kalangan NU. Karenanya sejak kecil Syu’aib dipondokkan di Krapyak pesantren NU. Tapi walau NU, ayahnya juga sering ngaji di Karangkajen untuk mengikuti pengajian yang diadakan oleh Muhammadiyah.

Kemudian Syu’aib melanjutkan studi di Sekolah Rakyat (SR) Muhammadiyah di Krapyak dan lulus pada tahun 1945. Perjumpaan dengan sekolah Muhammadiyah inilah yang kemudiaan menjadikannya mulai aktif di Muhammadiyah. Berlanjut pada jenjang di atasnya Syu’aib lulus SMP Walfajri tahun 1951 dan kemudian lulus Pendidikan Guru Agama (PGA) tahun 1954. Setelah lulus PGA Syuaib mulai mewujudkan cita-citanya menjadi seorang guru sembari studi lanjut di Ilmu Tarbiyah IAIN (sekarang UIN Suka) Yogyakarta.

“Satu Januari tahun 1954, saya resmi masuk menjadi anggota Muhammadiyah. Waktu itu umur saya 20 tahun,” terangnya.

Ia masuk Muhammadiyah tidak sendiri, tapi juga mengajak ketiga kakanya dan juga dua teman baiknya. Dari situ kemudian mereka membuka Cabang dan Ranting Muhammadiyah di Krapyak. “Saya aktif di Ranting Muhammadiyah Krapyak kurang lebih hanya setahun,” ucap Syu’aib. Hal tersebut lantaran ia ditugaskan untuk mengajar di pedalaman Kalimantan.

Tapi Syu’aib tidak berhenti. Di Kalimantan ia terus aktif melanjutkan kegiatan bermuhammadiyah. “Tahun 1954 akhir, sudah ada Muhammadiyah (di Kalimantan), namun masih kecil,” jelasnya.

Selesai masa penugasan, Syu’aib kembali ke Jogja, menikah, dan menetap di Bantul. Ia kembali mencari Muhammadiyah, terutama mencari angkatan muda Muhammadiyah, karena waktu itu Syu’aib juga masih muda. Organisasi Pemuda Muhammadiyah ia temukan, tapi sepi kegiatan dan sepi anggota. Syu’aib berupaya menghidupkan dan tahun 1959 ia ditunjuk untuk menjadi ketua Pemuda Muhammadiyah Bantul. Puncaknya adalah tahun 1965, Syu’aib bersama Pemuda Muhammadiyah Bantul menyelenggarakan Apel Besar organisasi kepemudaan se-kabupaten Bantul. Hasilnya, kegiatan Pemuda Muhammadiyah semakin aktif dan jumlah aktivisnya semakin banyak.

Dari Pemuda Muhammadiyah, Syu’aib kemudian diminta untuk masuk di Struktural PDM Bantul. Ada banyak hal yang ia upayakan dalam rangka menguatkan dakwah Persyarikatan. Beberapa di antaranya yaitu pembanguna masjid As-Syifa dan perluasan lahan pondok pesantren Muhammadiyah Bambanglipuro. Berkat penjelasannya yang ia sampaikan langsung ke bupati Bantul, akhirnya Muhammadiyah diberi tanah hibah seluas 980m2.

Selanjutnya adalah perjuangan mewujudkan gedung SD Muhammadiyah 01 kota Bantul. Di mana tadinya kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah ini sering pindah-pindah karena memang belum memiliki gedung sendiri. Singkatnya, oleh kepala kantor Depag Bantul dipersilahkan menggunakan gedung SMI yang sudah bertahun-tahun tidak dipakai. Ternyata dari penelusuran Syu’aib dan kawan-kawan, gedung tersebut berdiri di atas tanah milik sultal (Sultan Ground). Segera diurus perijinan atas pemanfatan tanh sultan tersebut. Tanah dan gedung tersebut sampai skarang masih digunakan untuk menunjang KBM SD Muhammadiyah 01 kota Bantul.

Cukup panjang juga adalah proses diserahkannya kepengurusan Balai Muslimin kepada Muhammadiyah Bantul. Balai Muslimin sendiri merupakan gedung dakwah yang dikolah oleh YAS (Yayasan Anak Soleh). Intinya gedung tersebut terbengkelai, sepi kegiatan. “Saya sebagai bagian dari pengurus YAS merasakan prihatin dengan keadaan tersebut,” ujar Syu’aib. Akhirnya pada tahun 1989, berdasarkan usulan Syu’aib, YAS menyerahkan kepengurusan Balai Muslimin kepada PDM Bantul.

Terakhir, adalah perjuangan mendirikan Gedung Dakwah PDM Bantul. Karena ada isu penggusuran kantor PDM dan Balai Muslimin untuk perluasan kantor kabupaten Bantul. Tak lama dan kebetulan ada orang yang hendak menjual tanah seluas 1945 m2. Kabar tersebut disampaikan oleh Mukarno dan istrinya (simpatisan Muhammadiyah) kepada Syu’aib. Sepasang suami istri ini mendukung agar tanah tersebut dibeli Muhammadiyah sekaligus menyerahkan uang kepada Muhammadiyah sebnayak 15 juta rupiah. “Saat itu saya bukan lagi pimpinan, jadi saya temukan keduanya dengan PDM,” cerita Syu’aib. Singkatnya tanah terbeli dengan harga 75 juta.

Semntara untuk pembangunanya, Syu’aib melobi bupati Bantul agar dirinya bisa dipertemukan langsung dengan Gubernur DIY Sri Sultan HB X. Setelah pertemuan tersebut, Muhammadiyah mendapat bantuan untuk pembangunan gedung dakwah sebesar 750 juta rupiah.

Selain sebagai guru PNS (Pegawai Negeri Sipil), Syu’aib Musthofa juga pernah anggota dewan. Tapi apapun profesi dan kesibukannya, ia terus berjuang untuk Muhammadiyah sampai sekarang. Ia juga termasuk pembaca setia Majalah Suara Muhammadiyah, dan samapai hari ini ia masih berlangganan. (gsh)


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Hadlarah

Oleh: Muhsin Hariyanto Dosen Tetap Program Studi Ekonomi Syari’ah, Fakultas Agama Islam, Univ....

Suara Muhammadiyah

15 February 2024

Hadlarah

Oleh: M. Husnaini Dosen Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia Kitab Masalah Lima, ....

Suara Muhammadiyah

29 February 2024

Hadlarah

Mengaji untuk Ketenangan Hati Oleh: Mohammad Fakhrudin Muslim mukmin pada bulan Ramadhan sanga....

Suara Muhammadiyah

25 March 2024

Hadlarah

Kepastian Waktu dalam 25 Tahun Judul               : 25 Tahun Ka....

Suara Muhammadiyah

6 May 2024

Hadlarah

Oleh: Ali Trigiyatno Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Batang Ketika kuliah dulu, penulis dapat c....

Suara Muhammadiyah

11 January 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah