PONOROGO, Suara Muhammadiyah - Profesi dokter erat kaitannya dengan pengabdian masyarakat, sebagai garda terdepan penjaminan kesehatan bagi siapapun yang membutuhkan. Dengan sangat beragamnya demografi masyarakat Indonesia, tidak setiap dari mereka memiliki kemampuan secara finansial yang memadai untuk menebus layanan kesehatan, bahkan di tingkat terkecil sekalipun. Permasalahan tersebut yang menjadi perhatian utama dan berusaha diselesaikan oleh dr. Rafika Augustine, seorang dokter umum yang membuka praktik tanpa menetapkan tarif bagi para pasiennya.
Rafika melakukan praktik di kliniknya sendiri di Ponorogo, Jawa Timur, yang letaknya pun tidak berada di pusat kota. Namun, hal tersebut tidak menghentikan para pasien untuk tetap datang dan berobat sekalipun hingga larut malam. Walaupun baru menjalankan praktik mandiri selama satu bulan lebih, Rafika sudah bertekad untuk tidak mengenakan tarif dengan tujuan utama meringankan beban pasien, bahkan ia menerima pembayaran hasil tani seperti sayur dan buah.
“Kami ingin menjadi seperti Kyai Ahmad Dahlan, yang walaupun beliau sudah tiada namun masih mendapatkan amal jariyah dengan banyaknya amal usaha yang didirikan oleh Muhammadiyah. Melalui kegiatan kecil-kecilan ini, harapannya kami dapat memulung amal dengan memudahkan dan membantu urusan orang lain, sehingga urusan kami pun dapat dimudahkan oleh Allah,” ujar Rafika saat ditemui di kliniknya pada akhir Mei lalu.
Lulusan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FKIK UMY) ini telah merasakan suka duka selama delapan tahun menjadi dokter umum di rumah sakit di beberapa daerah, seperti Temanggung dan Ponorogo. Melalui penuturannya, Rafika kerap menemukan pasien yang kesulitan membayar biaya pengobatan, bahkan tidak terdaftar di BPJS. Di sisi lain, pasien yang secara penampilannya termasuk golongan yang berkecukupan secara finansial, memiliki BPJS yang biayanya ditanggung pemerintah.
Hal itu jugalah yang menjadi alasan kuat mengapa Rafika terdorong untuk membantu pasien yang tidak mampu secara finansial, di daerah kecil yang tidak banyak terdapat fasilitas kesehatan. Sehingga mereka yang tidak memiliki dana, tetap mendapatkan akses untuk berobat. Pasien cukup membayar seikhlasnya melalui sebuah kotak yang menyerupai kotak infak, tanpa perlu merasa terbebani namun tetap mendapatkan penanganan profesional.
Klinik yang dimiliki Rafika pun sudah terdapat apotek, sehingga pasien yang datang benar-benar dapat melakukan konsultasi, diperiksa keluhannya dan mendapatkan obat tanpa perlu khawatir terkait biaya.
“Dengan keilmuan yang dimiliki oleh dokter, sebenarnya sudah sangat membantu pasien dalam mengobati sakitnya dan membantu mereka untuk meningkatkan kualitas kesehatan. Namun saya yakin, dokter memiliki peran lebih yang dapat dilakukan untuk pasien. Saya percaya tidak hanya saya dokter yang berkegiatan untuk meringankan beban pasien, karena ada beberapa rekan sejawat yang banyak membantu dengan cara mereka sendiri walaupun tidak selalu diliput oleh media,” imbuh Rafika.
Klinik dan Apotek bernama “Dokter R Medika” ini memang usianya masih muda, baru berjalan sekitar satu bulan. Namun, Rafika bercita-cita agar apa yang ia lakukan dapat terus berlanjut, tidak hanya klinik namun bisa menjadi rumah sakit yang memadai. Sehingga nantinya, praktik yang berjalan tidak hanya oleh dokter umum tapi juga dokter spesialis, bahkan hingga memiliki layanan rawat inap. Rafika bertekad akan terus belajar untuk menyediakan fasilitas kesehatan yang lebih baik, demi dapat terus membantu masyarakat sekitar. (ID)