Banjir Boleh Datang, Semangat Pantang Tenggelam

Publish

3 November 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
44
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Kisah Solidaritas Muhammadiyah Tangani Banjir Semarang 

SEMARANG, Suara Muhammadiyah- Aroma khas dari air yang telah lama terperangkap - campuran bau apek tanah, kayu basah, dan sisa air kotor - menyambut siapa pun yang melangkah masuk ke ruang-ruang belajar Sekolah Muhammadiyah di Gayamsari, Semarang. Sepuluh hari adalah waktu yang lama bagi sebuah sekolah untuk menyerahkan diri pada pelukan banjir.

Kini, meski genangan air telah menjauh, lantai keramik memantulkan refleksi kusam dari lumpur tebal yang tersisa. Meja-meja kayu tergeletak miring, seolah baru saja usai menjalani pertarungan sengit melawan arus. Di tengah puing-puing sunyi ini, munculah mereka: sekelompok relawan yang datang dengan semangat tanpa pamrih. Mereka adalah pasukan sapu dan sikat, pahlawan sunyi yang bertekad menarik kembali setiap bangku dan papan tulis dari 'masa lalu' yang basah, meyakini bahwa suara tawa dan pena anak-anak harus segera kembali mengisi ruangan ini.

Pada Ahad (2/11) kemarin, adegan heroik itu terekam jelas di Sekolah Muhammadiyah yang sempat terendam. Relawan dari Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC), Lazismu, dan Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (LLHPB) Aisyiyah, bergerak cepat. Mereka tahu, setiap detik adalah waktu yang hilang bagi pendidikan anak-anak.

Di halaman SMP Muhammadiyah 7, lumpur begitu tebal hingga menyerupai adonan semen. Di dalam kelas SD Muhammadiyah 11, sisa air masih menggenang hingga 40 sentimeter. Pakaian merah para relawan kontras dengan dinding kelas yang kusam. Mereka membungkuk, menyikat, dan mendorong air ke luar. Aksi ini bukan sekadar membersihkan kotoran fisik, tetapi upaya kolektif untuk membangun kembali mental dan martabat institusi pendidikan.

"Kami bersyukur karena banyak pihak yang peduli," tutur Lina, salah satu warga, dengan mata berbinar lega menyaksikan upaya gotong royong itu. "Sekolah dibersihkan, anak-anak pun bisa kembali belajar." tambahnya.

Hari ini Sekolah Kembali Beroperasi

Berkat kerja keras tanpa lelah itu, ruang kelas yang basah kuyup kini mulai mengering. Sejak hari Senin (3/11) ini, SD Muhammadiyah 11 kembali menyambut muridnya. Kegiatan belajar mengajar tatap muka kembali dimulai, sebuah simbol kuat bahwa banjir boleh menunda, tetapi tidak bisa mengalahkan semangat.

Namun, cerita tentang Genuk dan Gayamsari tidak hanya tentang pembersihan lumpur. Ini adalah kisah tentang kontras antara kepasrahan dan kebahagiaan.

Bagi Nurdianto, warga Genuk Indah, banjir yang melanda sejak Selasa pekan lalu ini bukan lagi bencana, melainkan sebuah ritual tahunan yang harus dipeluk dengan ikhlas. "Kita sudah terbiasa banjir, jadi ya disyukuri saja," ujarnya santai.

Sikap pasrahnya diiringi syukur demi melihat tawa anak-anaknya. Ya, mereka menjadikan genangan air setinggi 50 sentimeter di halaman rumah sebagai "wisata air gratis," bermain water blaster seolah dunia luar tidak sedang terendam.

Tawa renyah mereka menjadi melodi pengiring yang ironis di tengah suasana muram. Kontras inilah yang menjadi denyut nadi kawasan ini - duka yang ditanggapi dengan syukur.

Pengobatan Gratis Warga Terdampak Banjir

Sebelum sapu dan sikat membersihkan sekolah, kepedulian telah menyebar di kalangan warga persyarikatan. Menyusul laporan bahwa banjir berkepanjangan selama 10 hari telah menyebabkan kesehatan warga menurun, tim gabungan Muhammadiyah Kota Semarang segera menggelar layanan pengobatan gratis.

Pada Jumat (31/10), Posko kesehatan didirikan di Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Genuk. Kolaborasi antara Lazismu, MDMC, LLHPB Aisyiyah Kota Semarang, dan tim medis dari Rumah Sakit Roemani ini menargetkan ratusan warga terdampak.

"Pengobatan ini ditargetkan menyasar 100 warga korban Genuk, khususnya di Kelurahan Gubang Sari maupun di Kelurahan Bangetayu Bulon,” jelas Thomi Setiawan, Manajer Lazismu Kota Semarang.

Langkah ini menunjukkan bahwa solidaritas tidak hanya berhenti pada penanganan pasca-bencana, tetapi juga merangkul kebutuhan darurat dan kesehatan warga.

Dari genangan yang terus berulang di Semarang, masyarakat belajar banyak hal. Mereka belajar bahwa meskipun kiriman air dan pompa yang belum optimal selalu menjadi tantangan tahunan, ada kekuatan abadi yang muncul dari dalam - kekuatan kebersamaan.

Air boleh menggenangi jalanan, melumpuhkan transportasi, bahkan merendam meja belajar hingga 40 sentimeter. Tetapi, seperti yang dibuktikan oleh SD Muhammadiyah 11 yang kembali ramai, air tidak akan pernah bisa menenggelamkan semangat untuk belajar, ikhlas untuk berbagi, dan harapan untuk segera kembali normal.

Genuk dan Gayamsari adalah cerminan epilog bencana.  Di mana lumpur membeku, namun asa selalu menghangat, berkat tangan-tangan relawan dan senyum tulus dari anak-anak yang menemukan kolam renang dadakan di depan rumah mereka. (Rizqi Aulia/Vivi)


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

PEKANBARU, Suara Muhammadiyah - Majelis Pendayagunaan Wakaf (MPW) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM....

Suara Muhammadiyah

14 September 2025

Berita

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Senin, 9 Juni 2025, Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Muha....

Suara Muhammadiyah

13 June 2025

Berita

MALANG, Suara Muhammadiyah - CEO Eurojob Jerman, Mr. Marco Kunert menjelaskan salah satu tantangan t....

Suara Muhammadiyah

10 July 2024

Berita

Bandung – Galeri Investasi Syariah (GIS) BEI Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UM Bandung suks....

Suara Muhammadiyah

17 September 2023

Berita

MAKASSAR, Suara Muhammadiyah - Wakil Direktur 1, A.M. Fadhil Hayat sebagai Pelaksana Harian (Plh) Di....

Suara Muhammadiyah

6 September 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah