Oleh Prof Dr H Haedar Nashir, MSi
Muhammadiyah makin besar. Lebih-lebih amal usahanya. Pengakuan dan penghargaan berbagai pihak terhadap kebesaran Muhammadiyah dari dalam dan luar negeri juga semakin luas. Hal itu merupakan sesuatu yang patut disyukuri kepada Allah dan berterima kasih kepada seluruh penggerak Persyarikatan dari Pusat sampai Ranting yang dengan ikhlas tiada lelah berkiprah untuk kemajuan Muhammadiyah.
Namun hati-hati dengan kebesaran Muhammadiyah. Pada usia ke-111 Gerakan Islam yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan ini tentu masih banyak kekurangan dan kelemahan yang meniscayakan revitalisasi. Sungguh penting seluruh penggerak Muhammadiyah di berbagai tingkatan dan lini organisasi bermuhasabah diri. Apakah saat ini seluruh organ Muhammadiyah benar-benar telah maju dan unggul? Apakah seluruh penggerak, khususnya para pimpinannya, telah berbuat optimal dalam memajukan organ gerakan yang dipimpinnya?
Di sinilah pentingnya introspeksi, evaluasi, dan proyeksi diri bagi setiap pimpinan yang memperoleh amanat Muktamar sampai ke Musyawarah di bawahnya. Adakah setelah satu tahun berlalu Muhammadiyah di tempat masing-masing makin menunjukkan kemajuan yang signifikan atau terbatas pada aktivitas seremonial belaka? Apakah kesibukan para pimpinan berbanding lurus dengan kemajuan dan upaya memajukan Persyarikatan?
Mandat Berat
Muktamar Muhammadiyah ke-48, termasuk Aisyiyah di dalamnya, telah memberi amanat penting yang menjadi mandat berat bagi seluruh pimpinan dari Pusat sampai Ranting untuk mewujudkannya. Baik itu menyangkut realisasi dari keputusan-keputusan umum seperti Risalah Islam Berkemajuan (Aisyiyah: Risalah Perempuan Berkemajuan) dan Isu-isu Strategis maupun Program yang memang harus dilaksanakan sesuai tujuannya.
Program umum maupun Program Perbidang yang dilaksanakan oleh Majelis dan Lembaga sangatlah berat. Demikian juga Prioritas Program yang secara khusus memerlukan perhatian yang terfokus, sebagaimana kandungan isinya berikut ini.
Pertama, peneguhan paham Islam dan ideologi Muhammadiyah di seluruh tingkatan pimpinan persyarikatan, organisasi otonom, majelis dan lembaga serta biro atau bagian, amal usaha, serta anggota Muhammadiyah. Kedua, penguatan dan penyebarluasan Risalah Islam Berkemajuan baik di lingkungan internal maupun eksternal Muhammadiyah yang menjadi pandangan keislaman Muhammadiyah. Ketiga, memperkuat dan memperluas basis umat di akar-rumput dalam kesatuan langkah Gerakan Jamaah dan Dakwah Jamaah, Dakwah Kultural, dan Dakwah Komunitas sehingga keberadaan dan peran Muhammadiyah semakin kokoh dan luas.
Keempat, mengembangkan Amal Usaha Unggulan dan Gerakan Ekonomi Muhammadiyah secara lebih intensif dan masif sehingga Muhammadiyah semakin kuat, mandiri, dan berperan optimal dalam memajukan umat dan bangsa. Kelima, mengintensifkan dan memperluas dakwah di kalangan generasi milenial (generasi Y, generasi Z, dan generasi Alpa) dalam usaha menanamkan nilai-nilai keagamaan, moral dan etika, serta orientasi sosial dalam kehidupan keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal yang berperadaban mulia.
Keenam, reformasi kaderisasi dan pendiasporaan kader Muhammadiyah ke berbagai struktur dan lingkungan Persyarikatan, umat, bangsa, dan level global dalam membawa misi dakwah dan tajdid menuju tercapainya tujuan Muhammadiyah. Ketujuh, reformasi organisasi dan digitalisasi sistem organisasi yang tersistem sehingga keberadaan dan gerak Muhammadiyah semakin profesional, maju, dan modern. Kedelapan, memperluas dan melembagakan internasionalisasi Muhammadiyah secara lebih terprogram dan terstruktur dalam usaha menyebarluaskan dan memajukan misi dakwah dan tajdid yang rahmatan lil-‘alamin.
Delapan program tersebut bersifat prioritas, masih terdapat program umum dan perbidang serta Risalah Islam Berkemajuan dan Isu-isu Strategis keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal untuk diwujudkan. Seluruh keputusan Muktamar ke-48 sangatlah berat dan mungkin tidak semuanya dapat dilaksanakan jika para pimpinan pengemban amanat tidak fokus untuk melaksanakan dan mewujudkannya. Boleh jadi para pimpinannya tampak sangat sibuk, tetapi sejatinya tidak mengarah dan terfokus pada pelaksanaan amanat Muktamar, sehingga tidak membawa signifikansi bagi kemajuan Muhammadiyah di setiap tingkatan dan lini organisasi dari Pusat sampai Ranting.
Etos Bergerak
Amanat Muktamar, Musywil, Musyda, Musycab, dan Musyran itu mutlak dan mengikat sehingga harus dilaksanakan sebagaimana mestinya. Tentu semuanya berat karena Muhammadiyah sebagai organisasi kemasyarakatan yang non-pemerintah mesti mandiri untuk mencari dana dan keperluan lainnya. Namun dalam perjalanan 111 tahun Muhammadiyah terbukti mampu mewujudkan gerakan kemandirian sehingga organisasi Islam ini berkembang menjadi besar dan kuat.
Kemandirian tentu tidak bersifat tertutup pada akses dan kerjasama dengan pihak luar, baik pemerintah maupun organisasi lainnya di tingkat lokal sampai nasional dan global. Muhammadiyah harus memperbanyak kawan, lapang dada, luas pandangan, dan bekerjasama dengan golongan manapun sesuai Kepribadiannya. Mandiri bukan berarti eksklusif, mengurung diri, dan tidak memiliki akses ke luar sebab kemandirian seperti ini hanya akan mengerdikan organisasi. Apalagi sampai berkonfrontasi dengan berbagai pihak, yang membuat Muhammadiyah makin menyempit, tidak memperoleh simpati, dan boleh jadi malah banyak lawan yang akhirnya organisasi menjadi kontrapoduktif.
Karenanya yang diperlukan oleh para pimpinan Muhammadiyah dengan seluruh organnya ialah menguatkan dan meningkatkan etos gerakan untuk terus memaksimalkan segala potensi dan akses agar amanat Muktamar dan seluruh kepentingan gerakan dapat terpenuhi dan terwujud sebaik-baiknya. Seluruh pimpinan Muhammadiyah dari pimpinan Persyarikatan sampai organisasi otonom, majelis, lembaga, biro, amal usaha, dan organ lainnya dituntut mengoptimalkan semangat, perhatian, pikiran, dan tindakan pada pelaksanaan keputusan permusyawaratan serta membawa Muhammadiyah unggul-berkemajuan.
Para pimpinan Muhammadiyah dengan seluruh komponennya itu jangan disibukkan oleh hal-hal rutin yang kelihatannya padat aktivitas tetapi belum tentu signifikan dalam memajukan gerakan dan mewujudkan program-programnya. Para pimpinan tampak sibuk setiap hari, tetapi tidak produktif untuk kemajuan organisasi. Bagi yang suka bermedia sosial, bahkan dengan kesibukan memposting segala hal seakan kegiatan tersebut benar-benar memajukan gerakan padahal semu dan tidak nyata memajukan gerakan. Apalagi di era Pemilu yang sering menguras perhatian anggota, kader, dan pimpinan di seluruh lingkungan Persyarikatan sehingga setiap hari yang dijadikan isu dan perhatian hanyalah soal-soal politik semata. Adapun agenda-agenda penting Muhammadiyah terabaikan dan tidak memperoleh perhatian sebagaimana mestinya.
Bagi para pimpinan Muhammadiyah di Wilayah, Daerah, Cabang, dan Ranting makin penting mengoptimalkan potensi dan kekuatan internalnya (inner dinamyc) agar kekuatan gerakannya kokoh. Bangkitkan seluruh potensi yang dimiliki dengan pendekatan yang bersifat menggerakkan dan mengoptimalkan kemandirian. Kembangkan etos gerakan para anggota, kader, dan pimpinan sehingga mampu mengaktualisasikan diri dalam memajukan organisasi. Wilayah, Daerah, Cabang, dan Ranting yang maju pada umumnya karena kemampuan memobilisasi dan menggerakkan dirinya secara optimal sehingga lama kelamaan berkembang menjadi besar dan kuat.
Mengundang Pimpinan Pusat dan pimpinan di atasnya itu tentu baik, tetapi tetap harus teratur dan tidak overdosis. Jangan sampai program pimpinan Wilayah dan organisasi di bawahnya setiap bulan menyelenggarakan acara dengan menghadirkan personal pimpinan dari Pusat, sehingga tampak meriah dan bergairah. Namun manakala terlalu sering tentu tidak efisien dan dikhawatirkan dapat menumbuhkan ketergantungan ke atas, sementara potensi di dalam tidak dibangkitkan dan dikembangkan secara optimal. Muhammadiyah di tingkatan mana pun penting efisien dan tidak boros, sehingga dana untuk seremonial dan mobilitas pimpinan itu sejatinya dapat dikonversi untuk pelaksanaan dan pengembangan gerakan yang sangat memerlukan dan bersifat nyata, termasuk untuk membangun pusat-pusat kemajuan. Apalagi di era digital saat ini, kehadiran fisik pimpinan dapat dikonversi dengan kegiatan dan relasi daring atau online.
Muhammadiyah tidak dapat berkembang dengan model kepemimpinan “social darling” ala “burung merak”, yang tampak meriah dari luar tetapi sejatinya keropos di dalam. Kegiatan luar Muhammadiyah tampak intens dan meriah di atas panggung dan pemberitaan tetapi realitas organisasinya tidak berkembang seperti amal usaha, kemampuan dana, sumberdaya manusia, dan kapasitas organisasi yang dimiliki lainnya. Kesibukan para pimpinan tidak otomatis mengerakkan kemajuan manakala serba rutin, seremonial, dan parsial. Muhammadiyah meniscayakan bangkitnya “inner dinamyc” yang mampu menghadirkan kemampuan diri dalam berbagai aspek yang aktual dan signifikan membawa keunggulan serta kemajuan. Di sinilah pentingnya membangkitkan etos gerakan Muhammadiyah secara berkelanjutan, terstruktur, sistematis, dan masif yang digerakkan oleh para pimpinan beretos pergerakan yang berperan signifikan dan optimal dalam mewujudkan Muhammadiyah yang unggul-berkemajuan!
Sumber: Majalah SM Edisi 2 Tahun 2024