Hadits Kesadaran Mencintai dan Merawat Bumi

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
35
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Hadits Kesadaran Mencintai dan Merawat Bumi

Oleh: Niki Alma Febriana Fauzi, Dosen Prodi Ilmu Hadis UAD dan Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيمَةٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ (رواه البخاري)

“Dari Anas bin Malik ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Tak seorang pun muslim yang menanam pohon atau menabur benih tanaman, lalu (setelah ia tumbuh) dimakan oleh burung, manusia, atau hewan lainnya, kecuali akan menjadi sedekah baginya” (HR. Al-Bukhari).

Hadits ini selain diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dalam Shahih-nya, juga oleh banyak mukharrij lain seperti, Al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kubra dan Syu’ab al-Iman, Al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir, Al-Tirmidzi dalam Sunan-nya, serta Abu ‘Awwanah Abu Ya’la al-Mushali, Imam Ahmad, Abu Dawud al-Thayalisi, Ibnu ‘Asakir, ‘Abd al-Razzaq dalam Musnad mereka. Hadits ini satu dari banyak hadits anjuran pentingnya mencintai dan merawat bumi yang kita tinggali dengan cara melakukan penanaman pohon atau tumbuh-tumbuhan, dimana Ibnu Baththal (Syarh Shahih al-Bukhari, vol. 6, 456) berkomentar, hadits ini juga anjuran memakmurkan bumi agar kita dan orang yang hidup setelah kita bisa hidup dengan tenteram. Al-‘Utsaimin menegaskan, bahwa menaman pohon-tumbuhan sangat penting karena mengandung maslahat, baik yang sifatnya duniawi maupun ukhrawi.

Maslahat duniawi terkait dengan produksi kebaikan yang dihasilkan berimplikasi tidak hanya pada orang yang menanam saja, tapi juga bermanfaat bagi masyarakat umum di seluruh wilayah negeri. Hal ini berbeda, misalnya, dengan kemanfaatan uang yang hanya dimiliki dan dimanfaatkan oleh individu yang memilikinya saja. Sedang maslahat ukhrawinya bila seseorang menanam pohon atau tumbuhan, baik ia niati atau tidak, lalu ada hewan (apapun itu) yang memakan hasil dari tanaman tersebut meski satu biji saja, maka orang tersebut akan diganjar pahala sedekah oleh Allah Swt (Syarh Riyadh al-Shalihin, 153). Bahkan menurut Imam al-Nawawi, pahala tersebut akan terus mengalir sampai hari kiamat selama pohon atau tumbuhan yang ditanam tersebut masih terus berkembang biak (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, vol. 10, 213) atau masih bermanfaat bagi manusia dan makhluk lain. 

Hal ini dikuatkan oleh hadits lain yang menerangkan tujuh perkara yang pahalanya akan terus mengalir meski orang yang berbuat telah meninggal, salah satunya adalah implementasi kecintaan kepada bumi,

عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " سَبْعَةٌ يَجْرِي لِلْعَبْدِ أَجْرُهُنَّ وَهُوَ فِي قَبْرِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ: مَنْ عَلَّمَ عِلْمًا، أَوْ كَرَى نَهَرًا، أَوْ حَفَرَ بِئْرًا، أَوْ غَرَسَ نَخْلًا، أَوْ بَنَى مَسْجِدًا، أَوْ وَرَّثَ مُصْحَفًا، أَوْ تَرَكَ وَلَدًا يَسْتَغْفِرُ لَهُ بَعْدَ مَوْتِهِ(رواه البيهقي)

“Dari Anas berkata: Rasulullah saw. bersabda: Tujuh perkara yang pahalanya akan terus mengalir bagi seorang hamba sesudah ia mati dan berada dalam kuburnya. (Tujuh itu adalah) orang yang mengajarkan ilmu, mengalirkan air, menggali sumur, menanam pohon kurma, membangun masjid, mewariskan mushaf atau meninggalkan anak yang memohonkan ampunan untuknya sesudah ia mati” (HR. Al-Baihaqi)

Meski kualitas hadits ini diperdebatkan, ahli hadits Nashiruddin al-Albani setelah meneliti menyimpulkan statusnya hasan li-ghairih (Shahih al-Targhib wa al-Tarhib, 17), yang oleh para ulama dan sesuai Manhaj Tarjih Muhammadiyah, kategori hadits ini dapat dijadikan sebagai landasan dalil. Pun menurut Al-Baihaqi, hadits ini tidak bertentangan dengan hadits lain yang populer dan lebih shahih, yaitu hadits tentang tiga amal jariyah yang tidak akan terputus ketika seseorang meninggal (riwayat Muslim) dan bersifat menambahi poin-poin yang ada pada riwayat Muslim tersebut.

Hadits riwayat al-Baihaqi tersebut menguatkan kembali sifat amalan yang tidak akan terputus (never-ending) meskipun orang tersebut meninggal dunia, yaitu terkandungnya sifat kemanfaatan (utility) yang terus-menerus bagi makhluk. Sifat ini tercakup dalam tujuh hal, yang salah satunya ialah menamam pohon kurma. Tentu penyebutan pohon kurma dalam hadits tersebut tidak bermakna membatasi, tapi harus dipahami sebagai representasi dari jenis pohon yang ada. Oleh karenanya, menanam pohon apapun itu ketika dilakukan dalam bingkai kecintaan kepada bumi, maka akan mengantarkan pelakunya pada posisi terhormat dan istimewa di sisi-Nya seperti beberapa pahlawan penghijauan lokal penerima Kalpataru award. Sebaliknya, orang-orang yang justru menebang pohon yang menjadi sumber kemanfaatan bagi manusia maupun makhluk lainnya, diancam oleh Allah Swt dengan api neraka, sebagaimana diterangkan dalam hadits berikut,

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حُبْشِىٍّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَنْ قَطَعَ سِدْرَةً صَوَّبَ اللَّهُ رَأْسَهُ فِى النَّارِ (رواه احمد)

“Dari ‘Abdullah bin Hubsyi, berkata: Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa yang menebang pohon sidrah (sejenis bidara), maka Allah akan mengarahkan kepalanya ke neraka” (HR. Ahmad) 

Hadits di atas dinilai shahih oleh al-Albani, dimana Al-Munawi (Faidh al-Qadir, vol. 6, 267) dan Syamsul-haq al-‘Azhim Abadi (‘Aun al-Ma’bud, vol. 14,102) menjelaskan bahwa pohon sidrah adalah pohon rindang yang terletak di gurun dan sering digunakan oleh musafir dan hewan-hewan yang hidup di sekitarnya untuk berteduh. Artinya, ancaman Nabi yang terdapat dalam hadits tersebut tidak lain karena orang yang menebang pohon sidrah berpotensi besar melakukan tindakan zhalim kepada orang lain. 

Pada titik inilah, di saat penggundulan dan penebangan hutan kian marak khususnya di negeri kita dan di seluruh penjuru dunia secara umum, relevan kiranya kita meresapi kembali kandungan dan pesan Nabi saw dalam hadits-hadits di atas tentang bagaimana seharusnya kita mencintai dan merawat bumi yang kita tinggali. Jangan sampai kita justru menjadi orang yang berbuat kerusakan di muka bumi seperti banyak dipesankan Allah dalam Al-Qur’an. 

Akhlak atau perilaku baik kepada bumi tidak akan muncul dari hati yang nihil cinta. Hati kita perlu diasah agar memiliki kepekaan, sehingga kecintaan pada bumi yang kita tinggali akan muncul dengan sendirinya. Pada titik ini kita dapat mengawali dengan meneladani bagaimaana ekspresi Rasulullah tatkala suatu hari beliau sedang dalam perjalanan kembali ke kota Madinah pasca perang Tabuk usai. Ketika hendak sampai di kota Madinah, beliau mengatakan kepada para Sahabat, 

هَذِهِ طَابَةُ وَهَذَا أُحُدٌ جَبَلٌ يُحِبُّنَا وَنُحِبُّهُ (رواه البخاري) 

“Ini adalah Thabah (salah satu sebutan untuk kota Madinah). Sedangkan ini adalah Uhud, gunung yang mencintai kita dan kita pun mencintainya” (HR. Al-Bukhari)

Tentang hadits ini, Yusuf al-Qaradhawi mengatakan bahwa Uhud dan sekitarnya sesungguhnya memiliki kenangan yang kelam bagi Rasulullah dan umat Islam. Karena di tempat inilah Nabi selain pernah kehilangan pamannya, yaitu Hamzah bin Abdul Muthallib, juga kehilangan umat Islam yang banyak gugur dan syahid. Sebagai manusia, bisa saja dan dapat dimaklumi ketika Nabi pulang dari perang Tabuk dan melihat gunung Uhud, beliau meratapi kesedihan yang pernah menimpanya. Atau setidaknya mengekspresikan pilu mendalam yang pernah ia rasakan. Namun yang dilakukan Nabi justru mengucapkan hal yang di luar dugaan, yaitu ekspresi cintanya pada gunung tersebut. Seolah-olah gunung Uhud tersebut adalah makhluk yang hidup, berakal, dan memiliki hati yang bisa merasakan dan mencintai (Ri’ayah al-Bi’ah fi Syari’ah al-Islam, 30). 

Demikianlah Nabi mengajarkan kita untuk mengasah kepekaan, yaitu dengan menamankan keyakinan pada jiwa bahwa bumi ini merupakan makhluk Allah yang hidup, sehingga ia bisa merasakan apa yang diperlakukan manusia-manusianya. Mudah-mudahan kita termasuk manusia yang mencintai dan merawat bumi yang kita tinggali ini. Wallahu a’lam bi al-Shawab.

Sumber: Majalah SM No 24 Tahun 2020


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Khazanah

Serangan Mongol (Bagian ke-3) Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas P....

Suara Muhammadiyah

20 December 2023

Khazanah

Menafsirkan Al-Qur`an dengan Sunnah  Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universit....

Suara Muhammadiyah

2 May 2024

Khazanah

Islam dan Leluhur Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Mengapa oran....

Suara Muhammadiyah

8 July 2024

Khazanah

Pelajaran Berharga dari Kisah Para Nabi: Tinjauan Buku Lessons from the Stories of the Quran Oleh: ....

Suara Muhammadiyah

8 November 2024

Khazanah

Khadijah binti Khuwaylid (Bagian ke-1) Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andala....

Suara Muhammadiyah

12 February 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah