JAKARTA, Suara Muhammadiyah - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menekankan beberapa hal yang harus hidup dan kita hidupkan dalam membangun Indonesia ke depan.
Pertama, Komitmen, integritas dan penghidmatan yang tinggi yang telah ditunjukkan oleh para pejuang bangsa baik dalam perang kemerdekaan maupun perjuangan di berbagai bidang sebelum maupun sesudah Indonesia merdeka.
Haedar menyinggung figur Panglima Besar Jenderal Soedirman, tokoh yang berasal dari kalangan Muhammadiyah, sebagai teladan pengabdian dan komitmen luhur.
“Jenderal Soedirman menjadi contoh ideal yang membumi tentang integritas dan pengabdian. Dalam usia muda, beliau menunjukkan kepemimpinan luar biasa dalam Perang Gerilya. Itulah teladan untuk generasi muda hari ini,” jelasnya saat menerima penghargaan Bintang Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) pada Kamis (10/7) di Jakarta.
Yang kedua, bagaimana kita sekarang menanamkan dan menjadikan nilai-nilai keindonesiaan tetap hidup dalam mengurus negara dan berbangsa bernegara.
Haedar menyatakan bahwa pewarisan nilai-nilai Pancasila tidak boleh sekadar simbolik, tetapi harus terwujud nyata dalam tindakan.
“Warisan nilai itu mahal. Kita harus hidupkan dalam praksis sehari-hari, dipadukan dengan nilai agama dan budaya luhur bangsa,” tambahnya.
Ketiga, Haedar menyerukan agar masa depan Indonesia dirancang dengan menggabungkan kemajuan intelektual dan teknologi (IPTEK) dengan kekayaan nilai-nilai luhur. Menurutnya, bangsa Indonesia harus menghindari dua ekstrem: kehilangan nilai karena mengejar kemajuan, atau stagnan karena hanya menjaga tradisi.
“Perpaduan antara kemajuan dan nilai adalah kepentingan bersama agar kita bisa sejajar dengan bangsa-bangsa lain,” tuturnya.
Haedar juga menuturkan, karena lemahnya penghayatan akan nilai kejuangan maka tidak sedikit genarasi elit bangsa saat ini saling berebut pengaruh dan kuasa.
Kekuasaan, lanjut Haedar, berlebih minim penghayatan nilai Pancasila, agama, dan kebudayaan bangsa. Kehidupan pun sering retak karena politik saling rebut kuasa itu. Masyarakat menjadi pecah karena politik.
“Jadi, tidak heran bila sekarang ada gejala, banyak orang berebut menjadi penentu kehidupan, tidak banyak berebut menjadi pemersatu kehidupan,” tutup Haedar.