JIMM Solo Raya Hidupkan Kembali Tradisi Intelektual

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
66
dokumentasi, JIMM Solo

dokumentasi, JIMM Solo

SURAKARTA, Suara Muhammadiyah - Setelah sekian lama vakum, untuk pertama kalinya pada Sabtu, (11/10/2025) Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM) Solo Raya mengadakan forum diskusi “Bincang Pemikiran” bersama salah satu anggota JIMM Solo Raya juga mahasiswa Magister Pendidikan Agama Islam (MPAI), Rahmat Balaroa, S.Ag., sebagai pemantik. 

Diskusi kali ini mengusung tema “Islam, Otoritarianisme, dan Ketertinggalan” dengan menyinggung pemikiran Ahmed T. Kuru, penulis buku Islam, Authoritarianism, and Underdevelopment.

Dalam sambutannya, Koordinator JIMM Solo Raya, Rahmat Rusma Pratama, S.H., memperkenalkan JIMM kepada para peserta sekaligus mengulas sejarah singkat organisasi tersebut.

“JIMM ini barang lama yang lahir tahun 2003, tetapi tidak bertahan lama, sempat redup, sampai akhirnya kembali digulirkan pada 2023. Awalnya dipantik dari pertemuan para alumni seperti Prof. Zakiuddin Baidhowi, Andar Wibowo, Hamzah Fazuri, dan lain-lain di Muktamar Muhammadiyah tahun 2022 di Solo,” ujarnya, Jumat, (17/10/2025).

Menutup sambutannya, Rusma mendorong peserta agar membiasakan diri mengikuti forum-forum diskusi untuk memperluas koneksi dan saling menularkan ilmu.Rahmat Balaroa mengawali pemaparannya dengan memperkenalkan buku Islam, Authoritarianism, and Underdevelopment yang menjadi fokus pembahasan sore itu.

“Di Malaysia, buku ini bahkan difatwakan haram untuk dibaca, dijual, atau dikoleksi karena beberapa alasan yang nanti akan kita singgung,” ungkapnya. Rahmat mengaku tertarik membaca karya Ahmed T. Kuru karena salah satu dosennya, Dr. Mutohharun Jinan, M.Ag., selalu membawa buku tersebut ke mana pun.

“Suatu hari beliau bertanya, ‘Kenapa negara mayoritas Muslim kurang damai dan tidak demokratis?’ Jawabannya bisa kita peroleh setelah membaca buku ini,” tambahnya.

Selain pertanyaan tersebut, Rahmat juga menambahkan satu lagi: “Kenapa negara mayoritas Muslim cenderung tertinggal dalam aspek intelektual dan politik?”

Menjawab pertanyaan pertama, Rahmat menjelaskan salah satu teori besar yang sering digunakan untuk menjawab persoalan ini. “Teori pertama adalah penjajahan dan pendudukan Barat. Dari penjajahan ini kita tahu bagaimana para penjajah berhasil membuat umat Muslim menciptakan gerakan-gerakan Islam perlawanan dengan pemikiran anti kolonial yang berujung pada kekerasan,” jelasnya.

Namun, menurut Ahmed T. Kuru, teori ini tidak sepenuhnya tepat. Penjajahan bukan faktor utama, karena ada beberapa negara yang tidak melawan dengan kekerasan.

Salah satu contoh adalah India, dengan gagasan Islam patriotis yang diusung Mahatma Gandhi. Gagasan ini berhasil menumbuhkan kesadaran damai dan meminimalkan perpecahan antara umat Muslim dan kelompok lain. Gandhi menanamkan keyakinan bahwa India adalah tanah air yang harus dijaga, sementara Islam tetap menjadi pedoman moral.

Menjawab pertanyaan kedua, Ahmed T. Kuru menilai bahwa negara mayoritas Muslim cenderung otoriter karena sistem demokrasi yang ada gagal memberikan ruang kebebasan yang semestinya.

“Ketika suatu negara mayoritas Muslim menerapkan sistem otoritarianisme, maka secara otomatis akan muncul gerakan-gerakan radikal, kekerasan, bahkan terorisme, yang kemudian memicu konflik sipil,” terang Rahmat.

Menurut Ahmed T. Kuru, faktor lain yang memperkuat kecenderungan otoritarianisme di negara Muslim adalah peran Islam itu sendiri sebagaimana dipahami oleh sebagian ulama konservatif yang mengedepankan sistem patriarki. Namun, Kuru juga mengkritik pandangan tersebut karena tidak semua negara Islam bersifat patriarkal.

Sebagai penutup, Rahmat menegaskan inti pemikiran Ahmed T. Kuru.

“Inti dari pemikiran Ahmed T. Kuru adalah kritik terhadap perserikatan ulama-ulama yang terbentuk pada awal abad ke-12. Sebelum abad itu, istilah ulama memiliki makna luas, mencakup ilmuwan agama maupun ilmuwan umum seperti ahli kedokteran, astronomi, matematika, dan filsafat. Namun sejak abad ke-12, makna ulama menjadi sempit dan hanya merujuk pada ilmuwan agama saja,” ujarnya.

Rahmat menutup acara dengan pesan untuk memupuk intelektualitas. “Diskusi-diskusi seperti ini akan terus kita adakan untuk memupuk intelektualitas. Salah satu tesis yang dibangun dalam buku karya Ahmed T. Kuru adalah bahwa mayoritas negara Muslim tertinggal karena mengesampingkan peran intelektual dalam proses peradaban," tutupnya, (Arsy/Adi/Humas).


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Dalam rangkaian semarak Idul Fitri 1445 H, Pimpinan Daerah Muhammad....

Suara Muhammadiyah

30 April 2024

Berita

SURAKARTA, Suara Muhammadiyah - Dalam rangka menyemarakkan bulan suci Ramadan, Pimpinan Komisariat I....

Suara Muhammadiyah

16 March 2024

Berita

PURWOKERTO, Suara Muhammadiyah – Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) kembali menorehkan ....

Suara Muhammadiyah

9 October 2023

Berita

SORONG, Suara Muhammadiyah – Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah (PDPM) Kabupaten Sorong berko....

Suara Muhammadiyah

26 August 2025

Berita

PALANGKA RAYA, Suara Muhammadiyah - Majelis Tabligh Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Pahandut Kota....

Suara Muhammadiyah

14 January 2025

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah