Kang Dayat, Pak Guru yang Bermanfaat Sepanjang Hayat
Oleh: Yudha Kurniawan, Ketua LPO PDM Bantul
Kamis pagi, 30 Oktober 2025, kabar duka menyebar cepat. Haji Hidayatu Rohman, S.Pd, M.Pd yang akrab kami sapa Kang Dayat wafat di usia 54 tahun. Saya merasa sangat kehilangan sahabat yang telah saya kenal sejak 1998, sosok yang tak pernah berhenti berbuat baik. Sayang sekali, saya sedang di luar kota hingga Sabtu sehingga tak bisa bertakziyah.
Saya pertama kali mengenal Kang Dayat ketika beliau mengisi pengajian di Masjid Miftahul Jannah Piringan pada tahun 1998. Dari pertemuan itu, hubungan kami terus berlanjut karena beliau menjadi ustadz langganan masjid kami, terutama saat kultum Ramadhan.
Kami juga sering bersama dalam kegiatan Persyarikatan Muhammadiyah hingga tahun-tahun di penghujung hidupnya. Pertama mengenalnya, Kang Dayat adalah kyai muda yang aktif dan bersahaja, sehingga mudah diterima oleh banyak kalangan.
Masa mudanya dihabiskan di Code, Trirenggo, kendati demikian sesekali berangkat ngaji malam Selasan ke Kauman bersama para pemuda kampungku, karena beliau terkenal di masjid kami. Kenangan waktu itu masih terbayang jelas, Kang Dayat dengan Vespa PX 150 warna silver, sarungan, dan mengenakan jas membuatnya tampak seperti gus Jawa Timuran.
Kepribadiannya yang hangat membuatnya mudah bergaul, baik dengan generasi muda maupun para sesepuh. Ia tak hanya pandai bicara, tetapi juga pandai mendengarkan, sehingga dakwahnya terasa hidup dan menyentuh.
Kang Dayat dikenal selalu berusaha membawa manfaat bagi siapa pun dan kapan pun. Meski relasi kami hanya terjadi dalam konteks pengajian, itu sudah cukup untuk merasakan ketulusan dan semangat hidupnya yang penuh manfaat.
Beliau hampir tak pernah menolak undangan untuk mengisi tausiyah atau kultum, selama tak bentrok dengan jadwal lain. Namun, kegiatan itu mulai berkurang ketika kesehatannya menurun karena tumor otak.
Sekitar dua atau tiga tahun lalu, beliau mulai meminta dijemput setiap kali ada undangan mengisi pengajian malam. Penglihatannya menurun sehingga berbahaya jika harus berkendara sendiri, tetapi semangat dakwahnya tak pernah padam.
Kang Dayat tetap mengisi hidupnya dengan kebaikan dan kebermanfaatan. Ia bahkan mendirikan biro jodoh bernama Forum Padi Melati, yang telah mempertemukan banyak pasangan menjadi keluarga sakinah.
Seingat saya, saat menjadi Ketua Majelis Tabligh PDM Bantul, beliau juga mengasuh Sekolah Sakinah sebagai bentuk nyata dari kepedulian terhadap pendidikan keluarga Islami. Bahkan di tengah penyakit yang menderanya, saya masih menemui beliau di PMI Bantul, berdonor darah dengan wajah yang tetap cerah.
Kang Dayat termasuk ustadz yang melek teknologi informasi. Ia aktif berdakwah melalui Radio Persatuan, kanal YouTube, dan akun Facebook, bahkan mungkin sempat pula merambah TikTok dan Instagram.
Langkah itu menunjukkan bahwa beliau memahami zaman dan berupaya agar dakwah tetap relevan di era digital. Sedikit sekali guru ngaji Muhammadiyah yang sevisioner beliau dalam hal pemanfaatan media sosial.
Dalam keluarganya, Kang Dayat juga sukses mendidik putra-putrinya menjadi kader dakwah dan aktivis muda persyarikatan yang melanjutkan perjuangan ayahnya. Ia tahu bahwa amal jariyah terbaik adalah anak saleh yang meneruskan kebaikan orang tuanya.
Saya masih ingat ceritanya ketika memilih jalur CPNS sebagai guru seni rupa di Kemenag karena peluangnya lebih terbuka dibandingkan guru di pemda. Kecerdasannya bukan hanya dalam berpikir, tapi juga dalam membaca peluang hidup dengan cara yang realistis.
Bagi saya, Kang Dayat akan selalu dikenang sebagai sosok guru ngaji dan sahabat yang baik dan bermanfaat sepanjang hayatnya. Semoga Allah mengampuni segala dosanya, menerima amal salehnya, dan melimpahkan rahmat kepada almarhum. Aamiin.


