YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Kebudayaan telah melekat dalam kehidupan umat manusia. Dalam konteks Islam, kebudayaan dan syariat Islam merupakan satu kesatuan yang saling berjalin-berkelindan.
“Antara Islam dan kebudayaan itu satu kesatuan yang tidak terpisahkan,” kata Haedar Nashir, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah saat Peresmian Masjid Ngadinegaran, Mantrijeron, Kota Yogyakarta, Jumat (31/10).
Di situlah umat Islam mesti memahami masing-masing konteks, baik kebudayaan itu sendiri maupun syariat Islam tanpa tercerabut dari substansi secara utuh. “Bukan sekadar berhenti di simbol,” tekan Haedar.
Simbol, sebut Haedar, hanya sebagai markah semata. Tetapi, lebih fundamental, mesti menyerap sarinya. “Yang akan mengarahkan spiritual kita, pola pikir, tindakan kita dalam satu kesatuan dalam hidup, baik sebagai pribadi maupun keluarga, masyarakat, dan bangsa,” tuturnya.
Bagi Haedar, kebudayaan itu substansinya juga menyentuh pada jiwa dan alam pikiran. Dalam spektrum yang lebih luas, kebudayaan dimaknai sebagai sistem pengetahuan kolektif manusia dalam menanggapi lingkungannya yang melahirkan pola perilaku bersama dalam kehidupan bermasyarakat.
“Kalau sistem pengetahuan berarti ada pengetahuan di dalamnya. Dan pengetahuan yang lebih tersistem disebut dengan ilmu. Persoalannya apakah masyarakat kita terus menerus belajar mengisi pengetahuan dan ilmu untuk menjadi arah dalam perjalanan hidup mereka. Bukan berhenti di simbol,” ujarnya.
Kalau hanya berhenti di simbol, maka kebudayaan hanya sebatas simbolik semata. Dengan begitu, produk budaya hasilnya akan kosong melompong tanpa mengandung susbstansi terdalam hal ihwal kebudayaan itu sendiri.
“Kita memaknai simbol kebudayaan itu dengan pengetahuan, ilmu pengetahuan, dan mengatur cara hidup bersama dengan baik, sesuai dengan pengetahuan dan ilmu pengetahuan yang dicandra oleh kebudayaan itu,” tegasnya.
Implikasinya dengan Yogyakarta, yang akar tunjangnya di elan vitalkan pada aspek kebudayaan itu, harus menjaga dan menghidupkan kebudayaannya secara nyata dan berkelanjutan. Karena hal tersebut merupakan prinsip dasar yang mengakar dalam kehidupan masyarakatnya.
“Warisan kebudayaan melekat dengan Yogyakarta. Yogyakarta yang punya sejarah Islam. Yogyakarta yang berkebudayaan,” tandasnya. (Cris)


