Oleh: Dr Eko Harianto, MSI, Dosen Prodi Psikologi Universitas Muhammadiyah Purworejo
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ. أَمَّا بَعْدُ؛ فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Marilah kita bersama-sama meningkatkan keimanan dan ketakwaan, serta memanjatkan puja dan puji syukur kehadirat Ilahi Rabbi yang masih memberikan anugerah, hidayah, taufik dan inayah-Nya. Shalawat dan salam selalu kita haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad Saw beserta keluarga, sahabat, tabi’in, tabi’it-tabi’in dan semuanya yang mengikuti jejak beliau sampai yaumul qiyamah.
Kaum Muslimin sidang Jum’at rahimakumullah
Fenomena korupsi di negeri kita akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Kasus demi kasus muncul di pemberitaan media massa baik online maupun offline, mulai dari pejabat tinggi dari tinggkat pusat sampai daerah yang paling bawah, kepala daerah, hingga oknum penegak hukum sendiri, bahkan sampai kepada seorang pendidik. Ada yang terjerat kasus suap proyek, penggelapan dana bansos, hingga penyalahgunaan wewenang di sektor perizinan dan sumber daya alam.
Korupsi sering dibicarakan sebagai kejahatan keuangan atau penyalahgunaan jabatan. Tapi, sebenarnya korupsi lebih dari itu. Korupsi adalah penyakit hati dan mental yang bisa menular dan menghancurkan tatanan masyarakat. Ironisnya, sebagian pelaku justru adalah orang yang mendapat kepercayaan rakyat dan telah bersumpah untuk melayani, namun malah mengkhianati amanah. Hal tersebut sudah diperingatkan oleh Rasulullah Saw jauh-jauh hari: “Apabila amanah disia-siakan, maka tunggulah kehancuran.” (HR. Bukhari)
Allah Swt berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ࣖ .
“Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188)
Dalam ilmu psikologi melihat bahwa korupsi bukan sekadar masalah hukum atau kriminalitas. Korupsi adalah cermin adanya kerusakan pada pola pikir, perasaan, dan nilai moral seseorang. Ketika seseorang melakukan korupsi, yang rusak bukan hanya keuangan negara, tetapi juga jiwa dan mental dari pelakunya. Adapun tanda-tanda bahwa ada gangguan jiwa dan mental tersebut yaitu: pertama, hilangnya hati nurani. Kita semua mengetahui bahwa setiap manusia dibekali hati nurani—suara batin yang membisikkan mana yang benar dan mana yang salah.
Namun, pelaku korupsi sering memutus hubungan dengan hati nurani ini. Mereka membuat pembenaran palsu seperti: “Saya bukan satu-satunya yang melakukan.” “Sistemnya sudah rusak, jadi wajar saya ikut.” Dalam psikologi, ini disebut moral disengagement—proses mematikan rasa bersalah agar tetap bisa melakukan kesalahan tanpa terbebani. Akibatnya, dosa terasa ringan, dan kepekaan moral makin menipis, tahu perbuatannya salah, tapi ia menipu dirinya sendiri.
Kedua, mencari alasan untuk membenarkan dosa. Pelaku korupsi sering menggunakan alasan yang terlihat mulia untuk menutupi kesalahannya. Misalnya: “Ini demi masa depan anak-anak.” “Saya cuma meminjam, nanti akan saya kembalikan.” Padahal, yang diambil adalah hak rakyat. Dalam psikologi, ini adalah bentuk rasionalisasi—menciptakan alasan logis agar perbuatan yang salah tampak benar. Semakin sering dilakukan, semakin sulit membedakan mana alasan dan mana kebenaran.
Ketiga, kecanduan kekuasaan dan uang. Korupsi mirip dengan kecanduan narkoba. Sekali mendapatkan keuntungan haram, otak melepaskan hormon dopamin yang memberi rasa senang dan puas. Sensasi ini membuat pelaku ingin mengulanginya. Lama-lama, jumlah yang diambil semakin besar, keberanian semakin tinggi, dan rasa takut semakin kecil. Hal tersebut dalam ilmu psikologi disebut reward addiction—ketagihan pada rasa nikmat yang muncul dari perilaku yang salah.
Terakhir yang keempat, perbuatan korupsi akan menjadikan hidup dalam kegelisahan. Meski tampak kaya dan berkuasa, banyak pelaku korupsi hidup dalam kegelisahan. Mereka takut rahasianya terbongkar, selalu waspada terhadap media dan aparat hukum, dan merasa tidak aman meski tinggal di rumah mewah. Tekanan batin ini menimbulkan stres kronis dan akut, yang berpengaruh pada kesehatan mental dan fisik yaitu: sulit tidur, emosi mudah meledak, hingga masalah kesehatan seperti hipertensi.
Kaum Muslimin sidang Jum’at rahimakumullah
Dari uraian tadi, jelaslah bagi kita bahwa korupsi bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi penyakit hati dan mental yang merusak diri, keluarga, masyarakat, bahkan menghancurkan bangsa. Maka, marilah kita berlindung kepada Allah dari penyakit ini, menjaga hati agar tetap bersih, dan menanamkan nilai amanah serta kejujuran dalam setiap langkah kehidupan kita. Semoga Allah menjadikan kita bagian dari hamba-hamba-Nya yang menjaga diri dari harta haram dan menegakkan kebenaran.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِاْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ. وَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. وَأَقِمِ الصَّلاَةَ.
Sumber: Majalah SM Edisi 19/2025
 
                             
                                     
                                                                                     
                                    
 
                                    
 
                                    