YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Afanin Naura Faturrakhman (19) berhasil membuktikan bahwa keterbatasan ekonomi bukanlah penghalang untuk meraih cita-cita. Putri kedua dari pasangan Muhammad Arif Faturrakhman (53) dan Debbi Humaira Permatasari (49), warga Ponorogo, Jawa Timur, ini memperoleh beasiswa penuh untuk melanjutkan studi di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Sehari-hari, sang ayah bekerja sebagai pengemudi ojek online dengan penghasilan yang tidak menentu. Setiap pagi, Arif berangkat bekerja dan baru pulang sekitar pukul 8 malam demi mencukupi kebutuhan keluarga.
“Ayah saya bekerja sebagai ojek online, sedangkan ibu saya ibu rumah tangga yang suka merawat tanaman,” ujar Afa kepada Humas UMY, Senin (7/7).
Sejak kecil, Afa sudah bercita-cita menjadi dokter. Ia terinspirasi oleh budenya yang juga seorang dokter, yang kerap membantu keluarga dan masyarakat sekitar. Sosok sang bibi menunjukkan bahwa profesi dokter bukan hanya soal prestise, melainkan tentang dedikasi dan kebermanfaatan bagi banyak orang.
Namun, mimpi itu tidak lepas dari tantangan besar, khususnya dalam hal biaya pendidikan. Kedua orang tuanya menyadari bahwa kuliah kedokteran memerlukan biaya yang tidak sedikit. Karena itu, sejak SMP, Afa sudah diarahkan untuk giat belajar dan mengejar beasiswa.
“Karena keterbatasan ekonomi, ibu saya bilang kalau mau jadi dokter, orang tua saya tidak sanggup biayai, kecuali dibantu dengan beasiswa,” kenangnya.
Perjalanan Afa meraih beasiswa Dokter Muhammadiyah di Fakultas Kedokteran UMY penuh perjuangan. Sejak kelas 10 di SMA Muhammadiyah 1 Ponorogo, ia aktif mengikuti berbagai lomba sains, storytelling, hingga olimpiade. Salah satu prestasi terbaiknya adalah meraih Juara 1 Olimpiade Fisika tingkat kabupaten pada tahun 2024.
Tak hanya fokus belajar untuk diri sendiri, Afa juga sering mengajak teman-temannya belajar bersama. Baginya, semangat belajar dan kebiasaan membantu teman menjadi bagian dari proses menuju cita-cita, meskipun ia harus berusaha lebih keras dari yang lain.
“Perjalanan ini memerlukan waktu dan usaha yang besar. Dari awal saya sudah menetapkan tujuan dan terus mencari jalannya,” ujar Afa.
Rasa haru tak terbendung ketika Afa dinyatakan lolos seleksi beasiswa Dokter dan Dokter Gigi Muhammadiyah Fakultas Kedokteran dan Ilmu Keperawatan (FKIK) UMY. Ia telah melewati serangkaian proses seleksi mulai dari administrasi, tes Computer Based Test (CBT), hingga wawancara. Bahkan saat menjalani tes, Afa mengaku menangis, bukan karena sulitnya soal, melainkan karena rasa syukur yang luar biasa bisa mencapai tahap tersebut.
“Ayah saya sampai menangis diam-diam di kamar karena tidak menyangka anaknya bisa kuliah di Fakultas Kedokteran,” cerita Afa.
Kini, Afa ingin membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah alasan untuk menyerah. Ia juga bertekad untuk kembali mengabdi kepada masyarakat, khususnya melalui organisasi Muhammadiyah yang telah menjadi bagian dari perjalanannya sejak duduk di bangku SD.
“Saya ingin membuktikan bahwa keterbatasan ekonomi bukan penghalang untuk meraih mimpi. Saya juga ingin memberi semangat pada adik-adik dan teman-teman lain, bahwa semuanya mungkin jika kita mau berusaha,” tutup Afa. (Mut)
