Catatan Perjalanan Menghadiri Regional Meeting LPCRPM Se- Indonesia Timur Episode Ke-2: Kisah Hari Pertama di Bumi Serambi Madinah
Oleh: Furqan Mawardi, Ketua Lembaga Pengembangan Cabang, Ranting, Masjid dan Pesantren PWM Sulawesi Barat
Pagi itu, Kamis 4 September 2025, langit Gorontalo masih cerah ketika rombongan kami bersiap meninggalkan asrama haji. Sekiatr pukul sembilan, kami bergerak menuju agenda pertama, yakni studi banding di MBS At-Tanwir Gorontalo. Nama pondok ini seakan menyambung erat dengan ruh yang sama di Mamuju, MBS At-Tanwir yang juga sedang tumbuh penuh harapan.
Sesampainya di gerbang pondok, suasana begitu berbeda. Santri putra dan putri, guru-guru, bahkan kepala sekolah SMP dan SMA berdiri berjajar, menyambut dengan tepukan tangan dan lantunan nyanyian selamat datang. Dari pagar hingga lapangan, mereka menghadirkan sebuah penyambutan yang penuh kehangatan. Seolah-olah keluarga lama bertemu kembali setelah lama berpisah. Hati saya bergetar, air mata saya menetes. Inilah persaudaraan di Muhammadiyah meski berbeda daerah, berbeda suku, tidak saling kenal, namun sama-sama Muhammadiyah, Akhirnya menjadi saudara yang bisa langsung akrab dan dipenuhi suasana kekeluargaan.
Di aula pondok, diskusi berlangsung hangat. Kami saling bertukar pengalaman, membicarakan program unggulan, berbagi strategi mendidik santri, hingga berkomitmen untuk saling menguatkan. Para mudir, guru, dan peserta dari Sulawesi Barat, semuanya larut dalam suasana ukhuwah yang sulit dilukiskan dengan kata-kata. Hingga menjelang Zuhur, kami menutup pertemuan dengan makan siang bersama dilanjutkan shalat dzuhur berjamaah. Kehangatan itu menambah keyakinan saya bahwa pondok-pondok Muhammadiyah adalah benteng kokoh pembentukan generasi Islam yang unggul.
Selepas itu, perjalanan kami berlanjut ke Universitas Muhammadiyah Gorontalo. Dari kejauhan, gedung-gedung tinggi menjulang, salah satunya gedung rektorat yang ikonik, dan gedung fakultas kedokteran yang masih dalam pembangunan. Kesan pertama saya hanya satu, yakni Muhammadiyah di Gorontalo telah dipercaya dan diterima sepenuh hati oleh masyarakat. Kampus ini berdiri megah sebagai tanda nyata dakwah berkemajuan.
Memasuki aula besar tempat pembukaan regional meeting, saya merasakan suasana yang penuh kemegahan. Tamu undangan telah memenuhi ruangan, panggung dengan latar megah telah siap. Acara dibuka dengan menyanyikan Indonesia Raya, Sang Surya, dan Mars LPCRPM. Saat paduan suara melantunkan Mars LPCRPM, dada saya bergetar hebat. Setiap baitnya menusuk kalbu, setap kalimatnya mengandung pesan yang penuh makna, yang akhirnya tidak terasa air mata saya menetes sebagai bentuk sebuah keharuan. Seakan alunan suara itu menggugah kesadaran bahwa betapa besar amanah yang kita pikul untuk memajukan cabang, ranting, dan masjid di seluruh Indonesia.
Setelah pembacaan ayat suci Al-Qur’an, tibalah sesi sambutan. Dari pihak pemerintah, hadir Pak Sekda sebagai perwakilan gubernur Gorontalo, yang dengan hangat mendukung kegiatan ini. Ia menegaskan, Gorontalo adalah Serambi Madinah, sehingga segala gerakan keagamaan, termasuk yang dipelopori Muhammadiyah, mendapat dukungan penuh. Bahkan beliau berjanji, jika Tanwir Muhammadiyah 2026 dipercayakan di Gorontalo, pemerintah provinsi akan memberi dukungan penuh, termasuk Islamic Center yang sedang dibangun untuk dimanfaatkan umat Islam dan warga Muhammadiyah.
Ketua PWM Gorontalo, Dr.Sabara, dalam sambutannya penuh ketulusan. Ia menyampaikan bahwa seluruh peserta disambut tanpa beban biaya. Penginapan, makan, transportasi semuanya ditanggung dengan semangat melayani. “Kami ingin menyambut dengan lahir dan batin,” ujarnya, dan saya bisa merasakan bagaimana kesungguhan tersebut, sebuah komitmen pelayanan yang ikhlas dari tuan rumah.
Puncak sambutan datang dari Wakil Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi LPCRPM, Bapak Dahlan Rais, M.Hum. Dengan gaya khasnya, beliau menyampaikan lima pesan penting.
Pertama, beliau mengingatkan bahwa Muhammadiyah di manapun berada harus senantiasa memberi manfaat. Ia mengutip firman Allah:
فَأَمَّا الزَّبَدُ فَيَذْهَبُ جُفَاءً ۖ وَأَمَّا مَا يَنفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِي الْأَرْضِ
“Adapun buih, maka akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada gunanya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia akan tetap tinggal di bumi.” (QS. Ar-Ra’d: 17).
Kedua, Muhammadiyah adalah organisasi yang tertib dan rapi dalam tata kelola. Semua dokumen sejak kongres pertama hingga muktamar terakhir tersimpan dengan baik. Ia mengutip firman Allah:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُم بُنيَانٌ مَّرْصُوصٌ
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh.” (QS. Ash-Shaff: 4).
Ketiga, menjadi warga Muhammadiyah harus sukses dunia sekaligus akhirat. Amal usaha yang kita kelola harus rukun, tertib, dan penuh kebahagiaan agar menjadi amal saleh yang kelak membahagiakan di akhirat.
Keempat, Muhammadiyah adalah gerakan amal nyata, bukan sekadar jargon. Rumah sakit di Palestina, Lazismu, sekolah-sekolah, rumah sakit semuanya adalah bukti riil gerakan amal Muhammadiyah.
Kelima, kunci kemajuan Muhammadiyah dan bangsa adalah ilmu dan akhlak. Keduanya tidak boleh dipisahkan.
Selepas sambutan, acara berlanjut dengan materi. Pak Jamal, Ketua LPCR PP Muhammadiyah, tampil layaknya motivator dan provokator sejati. Dengan gaya yang penuh semangat, beliau menegaskan pentingnya cabang dan ranting terus hidup melalui rapat dan pertemuan rutin. “Ikhlas tidak ikhlas, rapat! Ikhlas tidak ikhlas, berangkat!” serunya. Kata-katanya membakar semangat para peserta.
Pada malam harinya, Ki Kusnadi menyampaikan materi tentang masjid. Dengan gaya humoris namun penuh sindiran, beliau menegaskan bahwa masjid sejati adalah yang hidup 24 jam, ramah kepada semua kalangan, masjid harus ramah bagi semua: anak-anak, remaja, orang tua, ibu-ibu, bahkan difabel. Dana infak masid harus kembali kepada jamaah, bukan hanya menumpuk sebagai saldo. Beliau berbagi pengalaman di Masjid Al-Falah Sragen yang menjadi masjid percontohan, bahwa masjid menjadi tempat orang menemukan solusi, bukan sekadar ibadah ritual. Masjid Al Falah di mana jamaah yang kehilangan sandal atau uang atau barang lainnya diganti oleh masjid, bahkan motor pun bisa ditanggung. Pesan itu menggetarkan para hadirin bahwa masjid harus menjadi solusi, bukan sekadar tempat ibadah formal. Beliau memberikan jargon bahwa apapun masalahnya masjid solusinya.
Hari itu ditutup dengan penuh kesan. Dalam kelelahan, saya merenung di asrama. Betapa perjalanan sehari ini begitu berharga, dimulai dari sambutan keluarga di MBS At Tanwir Gorontalo, kemegahan pembukaan, pesan-pesan para tokoh, hingga materi yang membakar semangat. Saya berbisik pada diri sendiri bahwa inilah saatnya kami bangkit, memajukan cabang dan ranting, serta membangun masjid yang benar-benar menjadi pusat peradaban umat kelak. (Bersambung...)