Kolaborasi NU dan Muhammadiyah dalam Menjaga Persatuan Bangsa

Publish

1 September 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
284
Dok Istimewa

Dok Istimewa

Kolaborasi NU dan Muhammadiyah dalam Menjaga Persatuan Bangsa

Oleh: Bayu Madya Chandra, SEI, Pengajar Ponpes Darul Arqam Muhammadiyah Garut

Dalam sejarah panjang Republik Indonesia, dua organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam terbesar, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, telah menorehkan jejak tak terhapuskan. Lebih dari sekadar organisasi keagamaan, keduanya telah menjadi fondasi kokoh yang menopang struktur sosial, budaya, dan politik bangsa. Dengan jumlah anggota yang mencapai puluhan juta, NU dan Muhammadiyah bukan hanya representasi kekuatan sipil Islam, melainkan juga dua pilar utama demokrasi yang secara konsisten berkolaborasi untuk menjaga persatuan dan stabilitas nasional.

Kolaborasi ini berakar pada kesadaran historis yang mendalam. Para pimpinan kedua ormas menyadari betul bahwa persatuan bangsa adalah warisan tak ternilai yang harus dijaga bersama. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. Haedar Nashir, "Kami punya pandangan yang sama bahwa kita, kekuatan ormas Islam sebagai kekuatan yang punya sejarah panjang di Republik ini dalam kemerdekaan dan pasca kemerdekaan, memahami dan menghayati betul bahwa persatuan, keutuhan, dan masa depan bangsa itu perlu kita jaga bersama." Pernyataan ini menegaskan bahwa, terlepas dari perbedaan pendekatan keagamaan atau struktural, kedua ormas memiliki komitmen fundamental yang sama: menjaga keberlangsungan Indonesia sebagai negara kesatuan.

Komitmen ini tidak berhenti pada level wacana. Kolaborasi nyata terwujud dalam aksi-aksi konkret, terutama dalam situasi-situasi krusial yang menguji keutuhan bangsa. Ketua Umum PBNU, K.H. Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, menegaskan hal ini setelah pertemuan dengan pimpinan negara. Ia menyatakan, "Kami bersepakat untuk bersama-sama, bahu-membahu berupaya untuk mengatasi keadaan, untuk mengajak kepada masyarakat supaya lebih tenang." Pernyataan yang disampaikan di Istana Negara ini menunjukkan bahwa kedua ormas tidak ragu untuk berkoordinasi langsung dengan pemerintah dan para pemimpin lainnya untuk menenangkan situasi dan mencegah perpecahan. Kolaborasi semacam ini menjadi bukti bahwa mereka berfungsi sebagai kekuatan penyeimbang yang stabil dan dewasa dalam sistem politik.

Lebih dari sekadar mitra pemerintah, NU dan Muhammadiyah juga berperan sebagai agen pendidikan politik dan sosial bagi masyarakat. Melalui jaringan pendidikan, kesehatan, dan dakwah yang luas, mereka menanamkan nilai-nilai toleransi, moderasi, dan patriotisme di kalangan umat. Kader-kader di akar rumput dididik untuk menjadi teladan dalam berinteraksi dengan sesama, menolak ekstremisme, dan menyebarkan pesan perdamaian. Ini menciptakan masyarakat sipil yang kuat dan tangguh, yang tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu yang memecah belah, sehingga fondasi demokrasi dapat berdiri tegak di tengah keragaman.

Secara teoretis, peran NU dan Muhammadiyah dalam menjaga persatuan bangsa dapat dianalisis melalui konsep modal sosial (social capital). Modal sosial merujuk pada jaringan, norma, dan kepercayaan yang memfasilitasi koordinasi dan kerja sama demi keuntungan bersama. Kedua ormas ini, dengan jutaan anggota dan jaringan amal usaha yang luas, telah membangun modal sosial yang tak ternilai. Jaringan ini tidak hanya memfasilitasi interaksi sosial, tetapi juga menumbuhkan rasa saling percaya (trust) dan norma timbal balik (reciprocity) di antara anggotanya dan masyarakat luas. Modal sosial yang kuat ini menjadi bantalan penting yang meredam potensi konflik dan memperkuat kohesi sosial.

Selain itu, kontribusi mereka juga selaras dengan teori pluralisme religius dan moderasi beragama. Baik NU maupun Muhammadiyah secara konsisten mempromosikan Islam yang ramah, toleran, dan sejalan dengan nilai-nilai keindonesiaan. Mereka menolak ekstremisme dan kekerasan atas nama agama, menjadikan keberagaman sebagai kekayaan, bukan ancaman. Teori pluralisme religius menjelaskan bahwa pengakuan dan penerimaan terhadap berbagai keyakinan agama dapat menciptakan masyarakat yang lebih harmonis. Sikap moderat yang diusung kedua ormas ini adalah implementasi nyata dari teori tersebut, yang memungkinkan dialog dan kerja sama antarumat beragama untuk mencapai tujuan bersama dalam menjaga persatuan bangsa.

Hasil riset terbaru mengkonfirmasi peran strategis NU dan Muhammadiyah sebagai kekuatan sipil Islam yang krusial dalam konsolidasi demokrasi di Indonesia. Penelitian kualitatif menunjukkan bahwa kedua ormas ini secara aktif melakukan diplomasi peradaban melalui berbagai cara, termasuk dialog dan membangun sikap keberagaman yang moderat. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari upaya untuk memperkuat Islam moderat dan menjaga citra Indonesia di mata dunia, yang pada akhirnya sangat penting untuk kelangsungan demokrasi dan keselamatan umat manusia secara keseluruhan.

Penelitian lain juga menegaskan bahwa, meskipun kedua organisasi menyatakan netral dalam politik praktis, peran politik kebangsaan mereka sangat menonjol. Sebagai contoh, sebuah studi menunjukkan bahwa NU dan Muhammadiyah berperan dalam pendidikan politik warga, memastikan bahwa setiap perbedaan pandangan tetap dijalankan dalam suasana persaudaraan. Mereka juga berfungsi sebagai penyeimbang kekuasaan (check and balance), memastikan bahwa pemerintah tidak menyalahgunakan wewenang dan kebijakan yang diambil benar-benar pro-rakyat. Ini menunjukkan bahwa peran politik mereka tidak terbatas pada dukungan elektoral, melainkan lebih dalam, yaitu menjaga sistem demokrasi agar tetap berjalan di atas rel yang benar.

Dengan demikian, kolaborasi antara NU dan Muhammadiyah adalah model ideal dari bagaimana dua entitas besar dapat bersinergi demi kepentingan yang lebih tinggi. Mereka membuktikan bahwa perbedaan adalah kekayaan, bukan hambatan. Dengan terus bekerja sama, bahu-membahu, kedua ormas ini tidak hanya menjaga persatuan bangsa, tetapi juga memperkuat demokrasi Indonesia dari dalam, memastikan masa depan yang lebih damai, harmonis, dan maju untuk seluruh rakyat.

Deklarasi yang disampaikan oleh para pemimpin ini menjadi panduan bagi setiap kader di akar rumput. Sikap kader NU dan Muhammadiyah dalam menjaga persatuan bukan sekadar mengikuti instruksi, melainkan sebuah manifestasi dari pemahaman mendalam terhadap nilai-nilai organisasi. Seorang kader yang ideal adalah mereka yang mampu menjadi jembatan di tengah masyarakat, berinteraksi dengan damai dan penuh penghormatan, bahkan dengan mereka yang memiliki pandangan berbeda. Mereka adalah penjaga toleransi, yang aktif mengampanyekan pesan-pesan perdamaian dan menolak segala bentuk provokasi yang dapat memecah belah bangsa.

Selain itu, kader kedua ormas ini memiliki tanggung jawab untuk menjadi teladan dalam beradab. Di era digital, di mana informasi hoaks dan ujaran kebencian mudah tersebar, kader harus menjadi sumber informasi yang terpercaya dan penyejuk dalam setiap diskusi. Mereka harus menunjukkan bagaimana berdebat dengan  santun, mengkritik dengan konstruktif, dan berpolitik dengan etika yang tinggi. Hal ini menuntut mereka untuk terus belajar, memperdalam ilmu pengetahuan, dan menginternalisasi nilai-nilai kebangsaan agar tidak mudah terombang-ambing oleh arus polarisasi.

Oleh karena itu, peran kader tidak dapat diremehkan. Mereka adalah perpanjangan tangan dari komitmen pimpinan, yang menerjemahkan visi besar persatuan ke dalam tindakan nyata sehari-hari. Dengan bergerak serempak, dari tingkat pusat hingga ranting, kader NU dan Muhammadiyah dapat menciptakan gelombang positif yang luas, memastikan bahwa konsensus kebangsaan yang diucapkan di tingkat atas benar-benar mengakar kuat di hati masyarakat. Sinergi antara pimpinan dan kader inilah yang akan terus menjadikan kedua ormas ini sebagai kekuatan yang tak tergantikan dalam menjaga persatuan Indonesia.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Allah Tak Pernah Ingkar Janji Oleh: Mohammad Fakhrudin Pada akhir-akhir ini gejala "ambruknya" akh....

Suara Muhammadiyah

19 July 2024

Wawasan

Pandangan Masyarakat Sekitar “Kisruh” Muhammadiyah Vs BSI Oleh: Muhammad Akhyar Adnan, ....

Suara Muhammadiyah

10 July 2024

Wawasan

Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah (24)  Oleh: Mohammad Fakhrudin (warga Muhammadiyah tingga....

Suara Muhammadiyah

16 February 2024

Wawasan

Fenomena Sosial Politik Saat Ini dan Filosofi “Menjabat” Belajar dari China Oleh: Sobir....

Suara Muhammadiyah

29 August 2025

Wawasan

Sumpah Jabatan: Makna Konstitusional dan Spiritual Oleh: Immawan Wahyudi, Dosen Fakultas Hukum UAD ....

Suara Muhammadiyah

9 December 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah