BANTUL, Suara Muhammadiyah — Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah menggelar seleksi Program Inkubasi Kader Mubaligh dan Ulama Muhammadiyah yang bekerja sama dengan Universitas Kulliyah Da‘wah Al-Islāmiyyah Al-‘Ālamiyyah di Tripoli, Libya. Seleksi ini dilaksanakan secara daring melalui Zoom dan dipantau langsung oleh tim penguji dari Tabligh Institute Muhammadiyah Senin (4/8) sebagai bagian dari program strategis untuk mencetak kader dakwah berkapasitas global.
Program ini terselenggara atas kerja sama antara Majelis Tabligh PP Muhammadiyah dan Akhyar Institute. Tim seleksi dipimpin langsung oleh Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Ustadz Fathurrahman Kamal, Lc., MSI., didampingi oleh Ustadz Fajar Rachmadani, Lc., MHum., PhD., Ustadz Akhmad Arif Rif’an, SHI, MSI dan Ustadz Talqis Nurdianto, Lc., MA., PhD.
Sebelum proses seleksi dimulai, Ustadz Fathurrahman Kamal memberikan taujih pengantar kepada para peserta seleksi yang berasal dari berbagai provinsi di Indonesia. Dalam arahannya, beliau menegaskan bahwa program inkubasi ini merupakan bagian dari upaya jangka panjang Muhammadiyah dalam menyiapkan estafet perjuangan dakwah dan keilmuan.
“Majelis Tabligh menyelenggarakan program ini untuk membentuk kader mubaligh dan ulama yang mampu melanjutkan estafet perjuangan dakwah dan ilmu dalam Persyarikatan. Ini adalah program jangka panjang, bukan bersifat insidental,” ujar Fathurrahman.
Lebih lanjut, Ustadz Fathurrahman menjelaskan bahwa para peserta akan diproyeksikan untuk mengisi ruang-ruang strategis dakwah Muhammadiyah, baik di tingkat nasional maupun global. Karena itu, kesiapan intelektual dan spiritual menjadi kunci utama. Salah satu syarat penting dalam program ini adalah kemampuan bahasa Arab, baik lisan maupun tulisan.
“Kami mewajibkan setiap peserta menulis proposal penelitian dalam bahasa Arab. Ini menjadi titik awal yang penting agar ketika mereka melanjutkan studi magister di bidang yang mereka pilih, mereka sudah memiliki arah dan fondasi ilmiah yang kuat,” tegasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya ketahanan mental dan dukungan keluarga dalam menempuh pendidikan di luar negeri. Realitas sosial dan budaya di Libya tentu berbeda jauh dari Indonesia. Oleh karena itu, para peserta diimbau untuk memperkuat istikharah dan musyawarah dengan keluarga, terutama bagi mereka yang telah berkeluarga.
“Rasulullah ﷺ bersabda, tidak akan merugi orang yang bermusyawarah dan tidak akan menyesal orang yang beristikharah. Maka, komunikasi dengan keluarga menjadi bagian dari kesiapan ruhiyah dan mental,” jelasnya.
Fathurrahman juga menegaskan bahwa arah perjuangan Muhammadiyah ke depan membutuhkan kader-kader dakwah yang memiliki kapasitas keilmuan tingkat dunia dan mampu berkomunikasi dalam bahasa Arab dengan baik. Karena itu, sejak awal para peserta diwajibkan mengantongi surat rekomendasi Muhammadiyah dan menandatangani komitmen untuk mengabdi kembali di Persyarikatan setelah menyelesaikan studi.
Majelis Tabligh menyampaikan apresiasi kepada Dr Adi Hidayat sebagai representasi resmi Kulliyah Da‘wah Al-Islāmiyyah Al-‘Ālamiyyah di Tripoli untuk Indonesia, serta kepada Prof Dr Abu Bakar selaku Rektor Kulliyah yang telah memberikan ruang belajar bagi kader-kader Muhammadiyah di Tripoli.
Program ini diharapkan mampu menjadi pilar strategis dalam regenerasi ulama dan mubaligh Muhammadiyah yang berwawasan global namun tetap berakar kuat pada nilai-nilai Islam dan semangat Persyarikatan. (Indra)
