Melihat Allah, Antara Batas Penglihatan dan Janji Pertemuan

Publish

27 May 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
93
Foto Istimewa/Pixabay

Foto Istimewa/Pixabay

Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

 

Mari kita telaah lebih dalam salah satu ayat Al-Qur'an yang kerap memicu perdebatan dan renungan, yaitu surah Al-An'am (6) ayat 103. Ayat yang berbunyi, "Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala penglihatan itu. Dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui," secara sekilas tampak lugas merumuskan batasan penglihatan manusia terhadap Sang Khalik. Namun, benarkah demikian sesederhana pemahamannya?

Ayat ini justru mengundang diskusi mendalam di kalangan para cendekiawan Muslim klasik. Pertanyaan krusial yang mengemuka adalah: mungkinkah manusia benar-benar melihat Allah SwT? Penegasan ayat yang menyatakan ketidakmampuan mata untuk menjangkau-Nya seolah menjadi jawaban yang jelas. Akan tetapi, narasi tentang Isra' Mi'raj, perjalanan malam dan kenaikan spiritual Nabi Muhammad SAW, menghadirkan perspektif yang beragam.

Dalam berbagai riwayat, kita mendapati dua arus pemikiran: sebagian meyakini Rasulullah melihat Allah, sementara yang lain menafikannya. Bahkan, ada pula yang berpendapat bahwa pertemuan itu terjadi dalam dimensi hati, bukan melalui indra penglihatan fisik. Hal ini menuntut kita untuk merenungkan lebih jauh tentang hakikat Allah dan potensi mata manusia untuk menangkap kehadiran-Nya.

Kendati demikian, Al-Qur'an sendiri dalam surah Al-Qiyamah (75) ayat 22-23 memberikan secercah harapan akan perjumpaan visual di akhirat kelak, "Wajah-wajah pada hari itu berseri-seri, mereka memandang Tuhannya." Ayat ini mengisyaratkan adanya momen ketika manusia dapat melihat Allah, sebuah pandangan yang akan memancarkan kebahagiaan di wajah mereka. Senada dengan hal ini, hadis pun memberikan gambaran bahwa umat Muslim akan melihat Allah sejelas mereka melihat rembulan di malam hari, sebuah fenomena yang dapat disaksikan serentak oleh banyak orang di berbagai penjuru bumi. Namun, deskripsi ini menyiratkan adanya jarak dalam penglihatan tersebut.

Lebih jauh, terdapat pula riwayat hadits yang melukiskan momen keakraban di hari penghisaban kelak. Allah SWT digambarkan akan memanggil hamba-hamba-Nya mendekat, mengungkapkan kesalahan dan dosa mereka secara personal, jauh dari keramaian khalayak. Gambaran ini menyiratkan adanya kedekatan dan keintiman spiritual dengan Sang Pencipta.

Namun, narasi ini kembali mengarahkan kita pada pertanyaan mendasar tentang kemampuan mata untuk melihat Allah. Sebagian berpendapat bahwa mata yang dianugerahkan di kehidupan abadi akan memiliki kemampuan yang berbeda, yang memungkinkan رؤية الله (ru`yatullah). Akan tetapi, dalam realitas duniawi, keterbatasan indra penglihatan kita sangat nyata, bahkan silau oleh cahaya yang terlampau terang.

Al-Qur'an sendiri melukiskan keagungan Allah melalui metafora نور على نور (nûrun ‘alâ nûr), cahaya di atas cahaya. Dalam konteks Isra' Mi'raj, ketika para sahabat Rasulullah SAW bertanya tentang رؤية الله, jawaban beliau sangat signifikan. Beliau bersabda, "Bagaimana mungkin aku melihat-Nya? Semuanya adalah cahaya."

Jawaban ini mengindikasikan bahwa apa pun yang disaksikan Nabi SAW pada malam penuh mukjizat itu pastilah manifestasi dari cahaya ilahi itu sendiri. Sebuah riwayat menarik dari kalangan generasi awal Muslim mengilustrasikan betapa dalamnya perdebatan ini. Ketika seorang tokoh mendengar perbincangan tentang رؤية الله oleh Nabi SAW, beliau menyatakan keterkejutannya yang mendalam, merasa bahwa klaim tersebut begitu luar biasa hingga membuatnya merinding.

Keheranan mendalam terlontar, "Bagaimana mungkin Rasulullah SAW melihat Allah?" Pernyataan ini mencerminkan pemahaman mendalam tentang keagungan dan transendensi Ilahi, sebuah konsepsi yang sulit menerima gagasan رؤية الله secara harfiah. Ibnu Abbas RA, seorang sahabat terkemuka, mencoba menjembatani perbedaan pandangan dengan menyatakan bahwa Nabi SAW memang melihat Allah, namun رؤية tersebut terjadi melalui kalbu, bukan indra penglihatan fisik.

Pertanyaan mendasar pun kembali mengemuka: mungkinkah kita, sebagai manusia, melihat Allah? Ini adalah misteri yang terus diperdebatkan, dan ayat Al-Qur'an ini menjadi salah satu pijakan utama dalam diskusi yang melibatkan berbagai perspektif. Sangatlah penting untuk menyadari bahwa tidak ada jawaban tunggal yang disepakati secara universal.

Alih-alih terjebak dalam perdebatan detail, mari kita ambil hikmah mendasar dari ayat ini: Allah SWT adalah Zat yang melampaui segala imajinasi kita. Kita memahami-Nya melalui sifat-sifat-Nya yang agung, dan perenungan terhadap sifat-sifat tersebut adalah cara yang tepat untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Namun, upaya untuk memvisualisasikan-Nya dalam bentuk fisik, bahkan dalam pikiran sekalipun, adalah sia-sia, karena Allah Mahasuci dari segala bentuk dan batasan materi.

Dari sudut pandang ini, dapat kita pahami bahwa keterbatasan mata duniawi kita memang menghalangi رؤية الله. Namun, di sisi lain, Allah SWT meliputi dan mengetahui segala yang kita lihat. Kesadaran ini seharusnya mendorong kita untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan indra penglihatan kita. Jika kita terjerumus dalam melihat keburukan, Allah mengetahuinya karena Dia Maha Melihat. Oleh karena itu, alih-alih terus menerus bertanya tentang رؤية الله, mari kita fokus pada upaya untuk menjauhi pandangan yang buruk dan mengarahkan mata kita pada hal-hal yang baik dan bermanfaat.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah (23) Oleh: Mohammad Fakhrudin (warga Muhammadiyah tinggal di M....

Suara Muhammadiyah

11 February 2024

Wawasan

Membangun Pondasi Pendidikan yang Kuat: Dari Kejujuran hingga Olimpiade Kehidupan Oleh: Amir Hady, ....

Suara Muhammadiyah

2 May 2025

Wawasan

Oleh: Mukhaer Pakkanna Sejak 1987, World Health Organization (WHO) mendeklarasikan setiap 31 Mei s....

Suara Muhammadiyah

29 May 2025

Wawasan

Banggalah Menjadi Pencerah: Refleksi Hari Guru Oleh: Dr. Husamah, S.Pd., M.Pd., Guru dan Pendidik c....

Suara Muhammadiyah

25 November 2024

Wawasan

Melangkah Lebih Dekat: Perjalanan Menyelami Akar Kata Al-Qur'an Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas....

Suara Muhammadiyah

1 November 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah