Melindungi Tetangga dari Perlakuan Zalim
Oleh: Mohammad Fakhrudin
Di dalam kajian ini diuraikan topik “Melindungi Tetangga dari Perlakuan Zalim”. Topik ini merupakan butir ke-10 dari 11 butir perilaku hidup bertetangga yang terdapat di dalam Himpunan Putusan Tarjih Jilid 3 (hlm.456). Untuk menguraikan topik ini, perlu dirujuk kembali firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an surat an-Nisa (4):36,
وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّبِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْجَارِ ذِى الْقُرْبٰى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْۢبِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ وَمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُوْرًاۙ
“Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua; karib kerabat; anak-anak yatim; orang-orang miskin; tetangga dekat dan tetangga jauh; teman sejawat; ibnu sabil, dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.”
Di dalam ayat tersebit terdapat perintah agar muslim mukmin berbuat baik, antara lain, kepada tetangga tanpa tersekat oleh perbedaan ras, agama, dan suku. Dengan demikian, kita wajib melindungi tetangga dari perbuatan zalim tanpa tersekat oleh perbedaan ras, agama, dan suku juga.
Di lingkungan tempat tinggal kita tentu pernah terjadi perundungan misalnya tetangga kita dimaki-maki oleh orang yang kecewa. Kekecewaan itu terjadi karena tetangga kita itu ingkar janji, menipu, berucap, atau berperilaku tidak menyenangkan yang lain. Mungkin juga kekecewaan itu terjadi karena kesalahapahaman.
Ada pula tetangga kita yang tidak tahu akan kesalahannya, tetapi dizalimi. Jika kita yakin bahwa tetangga kita benar, tetapi dizalimi, kita wajib melindunginya. Tentu saja kita menggunakan cara yang baik. Indikator bahwa kita menggunakan cara yang baik adalah ucapan dan/atau tindakan kita tidak menimbulkan masalah baru apalagi masalah yang jauh lebih besar.
Larangan Berbuat Zalim
Muslim mukmin dilarang zalim, baik dengan ucapan maupun perbuatan. Orang zalim dilaknat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Banyak sekali ayat Al-Qur’an yang berisi penjelasan mengenai hal itu.
Di dalam Al-Qur’an surat Hud (11):18 Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
أَلاَ لَعْنَةُ اللّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ
“Ingatlah, laknat Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim”
Sementara itu, di dalam surat Hud (11):102 Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ
“Dan begitulah azab Tuhanmu apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya, azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras.”
Di dalam surat dan ayat lain misalnya surat al-An’am (6): 21 dan surat Saba (34):40 dijelaskan juga bahwa orang-orang zalim diazab di neraka.
Sementara itu, di dalam HR al-Bukhari Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam pernah bersabda,
اتَّقوا الظُّلمَ . فإنَّ الظُّلمَ ظلماتٌ يومَ القيامةِ
“Jauhilah kezaliman karena kezaliman adalah kegelapan pada hari kiamat”
Di dalam HR Muslim beliau juga pernah bersabda,
المسلم أخو المسلم، لا يظلمه، ولا يسلمه
"Seorang muslim itu adalah saudara bagi muslim yang lain, tidak boleh menzaliminya dan tidak boleh menelantarkannya.”
Sangat jelas bagi kita bahwa muslim mukmin dilarang melakukan kezaliman. Perundungan merupakan salah satu bentuk kezaliman. Hal itu berarti bahwa muslim mukmin dilarang melakukan perundungan.
Berikut ini adalah kisah nyata yang dialami oleh tetangga kami. Di tempat lain kiranya kasus ini dapat terjadi juga.
Senjata Makan Tuan
Gegara tidak dapat membayar utang, tetangga kami (sebut saja Bu Yanti) menyerahkan sertifikat tanah yang nilainya jauh lebih mahal daripada utangnya kepada orang yang meminjaminya uang. Dia berpikir bahwa jalan itu terbaik untuk menyelesaikan masalah. Dia tidak pernah membayangkan jalan itu justru mendatangkan masalah baru.
Selang beberapa tahun kemudian, Bu Yanti didatangi orang yang mengaku pegawai salah satu bank yang bermaksud menagih utang. Tentu Bu Yanti bingung dan terkejut karena tidak pernah berutang sebagaimana dimaksud oleh orang tersebut.
Untuk meyakinkan, penagih utang tersebut menunjukkan kuitansi penerimaan uang pinjaman dan sertifikat tanah milik Bu Yanti yang dijadikan sebagai agunan. Penagih utang tersebut, bahkan, mengancam akan menyita tanah dan rumah Bu Yanti dan akan melaporkannya kepada polisi jika tidak membayar utang.
Ancaman tersebut membuat Bu Yanti sangat tertekan dan takut lebih-lebih lagi karena suaminya sedang bekerja di tempat yang jauh dan sangat jarang pulang. Dalam kondisi seperti itu dia disarankan oleh tetangga kami yang lain agar minta tolong Pak RT. Dia pun mengikuti saran tersebut.
Setelah diusut, ternyata sertifikat tanah itu digunakan sebagai agunan di salah satu bank oleh orang yang pernah berpiutang pada Bu Yanti. Untuk kepentingan melindungi Bu Yanti, Pak RT berkoordinasi polisi.
Atas petunjuk polisi, Pak RT minta agar penagih utang itu tidak lagi menagih utang kepada Bu Yanti apalagi menyita tanah dan rumahnya sebab Bu Yanti tidak berutang dan tidak tahu-menahu tentang utang itu. Penagih itu pun “diancam” balik dengan pasal melakukan pemerasan. Sejak itu, penagih tidak pernah datang lagi.
Melindungi Cucu Tetangga
Sudah kita pahami bahwa tetangga kita tidak hanya orang tua yang tinggal di dekat rumah kita, tetapi juga anak-anak dan cucu-cucunya. Oleh karena itu, mereka pun harus kita lindungi ketika mengalami perundungan.
Di antara anak cucu tetangga kita ada yang mengalami perundungan oleh teman sepermainan. Perundungan itu dilakukan dengan sebab yang bermacam-macam. Ada yang melakukannya karena mainannya rusak setelah dipakai bermain oleh teman sepermainan.
Ada pula anak cucu tetangga kita yang dirundung karena mengambil mainan temannya. Masih ada lagi penyebab lain misalnya orang tua mempunyai pemahaman yang keliru.
Berikut ini adalah perundungan yang dialami oleh cucu tetangga kami akibat kekeliruan pemahaman orang tua.
Pada bulan Ramadan di musala depan rumah kami diadakan kegiatan menjelang berbuka. Di antara kegiatan itu adalah pengajian anak-anak. Setelah salat magrib berjamaah, diselenggarakan buka bersama (bukber).
Di antara anak-anak yang ikut pengajian menjelang magrib, ada dua orang cucu tetangga yang tidak tinggal di lingkungan musala tersebut. Mereka hadir di musala hanya ketika bulan Ramadan.
Ada beberapa orang tua yang mengurusi bukber berpendapat bahwa bukber itu hanya untuk orang dewasa. Jika anak-anak diberi, berarti salah sasaran.
Oleh karena itu, menurut mereka, dua cucu tetangga tersebut tidak berhak memperoleh takjil dan nasi.
Untuk mengondisikan kedua anak tersebut nyaman, mereka kami beri takjil dan nasi untuk bukber. Kami memberinya motivasi agar tetap hadir di musala untuk ikut pengajian dan ikut bukber. Mereka kami nasihati juga agar tetap rajin hadir di musala setelah Ramadan.
Melindungi Anak-Tetangga yang Idiot
Ada tetangga yang berstatus janda mengangkat anak. Nama anak itu adalah Asih (bukan nama sebenarnya). Usianya sekitar 20 tahun. Dia idiot.
Qodarullah ibu angkatnya meninggal. Timbul masalah: siapa yang merawat Asih? Di antara tetangga ada yang berkata, “Ya, gelem-gelem wae giliran melu ngopeni. Ning wong dheweke ora bisa dikongkon apa-apa, kok” (Kita sih mau-mau saja bergantian memberinya makan. Namun, dia nggak bisa kita suruh apa-apa, kok)
Ada sebagian tetangga yang memperlakukan Asih sebagai bahan candaan. Bahkan, ada (terutama anak kecil) yang sering merundungnya, baik dengan ucapan maupun perbuatan.
Sementara itu, di antara saudara dari ibu angkat Asih tidak ada seorang pun menyatakan kesiapannya untuk merawat Asih. Salah seorang di antara mereka, bahkan, dengan enteng mengatakan, “Itu bukan urusan saya”. Tentu kata-kata tersebut mendapat reaksi keras.
Muslim mukmin yang berakhlak mulia tentu memperlakukannya dengan baik. Mereka mau bertegur sapa. Bahkan, manakala dimintai uang jajan dan makan pun dengan senang memberinya. Semua itu dilakukannya tanpa merasa terbebani, bahkan, menganggapnya sebagai kesempatan berbuat kebaikan. Mereka yakin bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala pasti menyediakan pahala yang berlipat ganda. Semua yang dilakukannya dinyatakan sebagai investasi yang hasilnya pasti dinikmati di akhirat.
Mereka selalu berusaha melindungi Asih dari segala perundungan. Perlakuan yang demikian menyebabkan Asih merasa nyaman, Dia mau curhat seperti anak kecil yang curhat kepada ibunya. Kalau kesal karena dirundung, tanpa ragu sedikit pun dia curhat sambil menangis. Masyaallah!