Meluruskan Makna Surat Al-Anfal Ayat 35: Batas Antara Ibadah Musyrik dan Ekspresi Muslim
Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Kali ini saya bakal membahas sebuah ayat Al-Qur'an yang, yaitu Surat Al-Anfal ayat 35. Ayat ini berbunyi: "Dan salat mereka di Baitullah itu, tidak lain hanyalah siulan dan tepuk tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu." Saya hendak menyoroti bagaimana penafsiran yang keliru terhadap ayat ini telah memicu fatwa-fatwa yang melarang tepuk tangan bagi umat Muslim secara umum.
Ayat ini pada dasarnya berbicara tentang kaum musyrik yang pada masa itu menjadi penjaga Ka'bah di Makkah. Al-Qur'an menggambarkan ibadah mereka di Rumah Suci itu hanya dengan siulan dan tepuk tangan. Namun, penting untuk memahami bahwa ini bukanlah deskripsi lengkap dari seluruh ritual ibadah mereka, melainkan sebuah bentuk peremehan atau diskreditasi dari Al-Qur'an terhadap praktik mereka.
Sebelum turunnya ayat yang membahas siulan dan tepuk tangan kaum musyrik ini, Al-Qur'an secara lugas telah menetapkan kriteria bagi mereka yang sesungguhnya berhak untuk menjadi pengemban amanah dan penjaga Baitullah, yaitu Ka'bah. Allah SWT menegaskan bahwa hak istimewa ini seharusnya hanya dimiliki oleh mereka yang beriman, memiliki kesadaran mendalam akan ketakwaan kepada Allah (bertakwa), dan senantiasa melaksanakan kewajiban-kewajiban mereka dengan penuh kesadaran. Penegasan ini secara implisit menyingkirkan klaim kaum musyrik yang pada masa itu secara de facto menguasai dan mengelola Ka'bah, meskipun dengan ritual dan praktik yang menyimpang dari ajaran tauhid.
Dalam suasana perseteruan spiritual dan fisik di Makkah, khususnya ketika umat Muslim, yang kala itu masih dalam jumlah terbatas, berupaya untuk menunaikan ibadah mereka di Ka'bah, sebuah tempat yang seharusnya menjadi pusat peribadatan murni kepada Allah, mereka kerap menghadapi gangguan. Kaum musyrik, yang memandang aktivitas ibadah Muslim sebagai ancaman terhadap dominasi agama dan sosial mereka, disinyalir melakukan tindakan-tindakan provokatif.
Salah satu bentuk gangguan yang disebutkan adalah bersiul dan bertepuk tangan. Tindakan ini kemungkinan besar tidak hanya bertujuan untuk mengalihkan perhatian jamaah dari pesan-pesan dakwah yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW, tetapi juga secara aktif mengganggu kekhusyukan shalat kaum Muslim, menciptakan suasana bising dan tidak kondusif bagi ibadah. Detail-detail mengenai konteks historis dan motif di balik perilaku kaum musyrik ini banyak dijelaskan dan dianalisis dalam berbagai kitab tafsir klasik Al-Qur'an, memberikan gambaran yang lebih utuh tentang situasi saat ayat ini diturunkan.
Kesalahpahaman muncul ketika beberapa fatwa modern mengaitkan larangan tepuk tangan secara umum bagi Muslim dengan ayat ini. Sebagai contoh, ada pandangan yang menyatakan bahwa jika seseorang ingin mengekspresikan kegembiraan atau apresiasi setelah mendengarkan ceramah, tepuk tangan tidak diperbolehkan karena dianggap meniru praktik musyrik.
Namun, ayat ini tidak melarang tepuk tangan dalam konteks umum. Larangan yang disebutkan dalam ayat tersebut secara spesifik berkaitan dengan praktik siulan dan tepuk tangan kaum musyrik sebagai bagian dari ibadah mereka di Ka'bah, yang diremehkan oleh Al-Qur'an. Bukan berarti setiap bentuk tepuk tangan di luar konteks tersebut menjadi haram.
Saya ingin merujuk pada sebuah hadits yang relevan. Hadits ini menyatakan bahwa dalam shalat, jika imam melakukan kesalahan dan perlu diingatkan, laki-laki hendaknya mengucapkan "Subhanallah", sementara wanita hendaknya bertepuk tangan.
Beberapa orang mungkin salah memahami hadits ini sebagai indikasi bahwa suara wanita tidak boleh didengar. Namun, alasan di baliknya lebih praktis. Secara tradisional, laki-laki shalat di barisan depan dan perempuan di belakang. Jika seorang wanita harus berteriak untuk mengingatkan imam yang jauh, itu akan membutuhkan usaha besar dan bisa menimbulkan kegaduhan. Sebaliknya, suara tepukan akan terdengar lebih jauh dengan sedikit usaha, dan cukup untuk menarik perhatian imam.
Fakta bahwa hadits ini secara eksplisit mengizinkan wanita untuk bertepuk tangan dalam shalat menunjukkan bahwa tepuk tangan itu sendiri bukanlah hal yang "buruk" atau terlarang secara mutlak. Jika memang demikian, tidak mungkin diizinkan dalam ibadah sepenting shalat.
Kira perlu mengkritik kecenderungan sebagian kalangan yang mencoba membuat terlalu banyak aturan dalam Islam, bahkan mengaitkannya dengan ayat-ayat Al-Qur'an yang sebenarnya tidak mendukung larangan tersebut. Ini telah membuat Islam terasa begitu rumit dengan tumpukan aturan yang bahkan tidak semua orang mengetahuinya.
Kita perlu sesekali melangkah mundur, melihat gambaran yang lebih luas, dan menyadari bahwa Islam sebenarnya adalah cara hidup yang indah. Islam adalah keseimbangan antara keketatan Yudaisme dan keliberalan beberapa interpretasi Kristen. Islam memang memiliki aturan, tetapi tidak perlu menciptakan lebih banyak aturan dari yang sudah ada, apalagi mengaitkannya dengan ayat Al-Qur'an yang sebenarnya tidak memiliki dasar untuk aturan tersebut.
Sebagai kesimpulan, penafsiran bahwa Surat Al-Anfal ayat 35 melarang tepuk tangan secara umum bagi Muslim adalah kesalahpahaman terhadap ayat Al-Qur'an tersebut, karena ayat itu tidak mengandung aturan semacam itu.