Membaca Basmalah Saat Wudhu di Kamar Mandi, Ini Penjelasan Tarjih Muhammadiyah

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
46
Foto Istimewa

Foto Istimewa

SURAKARTA, Suara Muhammadiyah – Membaca basmalah saat berwudhu merupakan sunnah muakkadah, namun pelaksanaannya di kamar mandi yang juga menjadi tempat buang air tidak dianjurkan dilakukan secara lisan. Hal ini disampaikan Dr. Imron Rosyadi, M.Ag. dalam pemaparannya mengenai fikih wudhu dan salat, dengan menekankan pentingnya menjaga adab terhadap asma Allah, terutama di tempat-tempat yang tidak suci.

Menurutnya, dalam konteks rumah modern yang hanya memiliki satu kamar mandi yang sekaligus difungsikan sebagai tempat wudhu dan buang air, umat Islam diperbolehkan tetap membaca basmalah, namun cukup di dalam hati. Hal ini dikiaskan dari hadis Nabi SAW yang tidak menjawab salam saat berada di kamar mandi, karena di dalam salam terdapat lafaz Allah yang tidak layak diucapkan di tempat najis.

“Basmalah itu termasuk dzikir, dan Rasulullah SAW dikenal selalu berdzikir dalam setiap keadaannya. Maka membaca basmalah dalam hati tetap dianggap berdzikir, dan itu bisa menjadi solusi dalam konteks berwudhu di kamar mandi,” ungkap Imron saat menjadi narasumber utama dalam Kajian Tarjih Online. 

Acara tersebut diselenggarakan oleh Biro Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Kegiatan ini berlangsung secara daring melalui Zoom Meeting pada Selasa (15/7), dan diikuti oleh Dosen, Tenaga Kependidikan, Karyawan, dan sivitas akademika UMS.

Dalam kesempatan tersebut, ia juga memaparkan bahwa mayoritas ulama sepakat membaca basmalah sebelum wudhu sangat dianjurkan, meski tidak menjadi syarat sah wudhu. Bahkan Imam Syafi’i mewajibkan pembacaan basmalah, berbeda dengan Imam Malik yang memandangnya tidak wajib. Namun, semua sepakat bahwa membaca basmalah meningkatkan kesempurnaan ibadah wudhu.

Tidak hanya soal wudhu, kajian ini juga membahas perbedaan pendapat ulama tentang kedudukan basmalah dalam salat. Terkait hukum membaca basmalah dalam salat, mazhab Syafi’i mewajibkannya karena dianggap bagian dari Al-Fatihah, sementara jumhur ulama hanya menganjurkan membacanya bersama Al-Fatihah dan surat lainnya, kecuali At-Taubah yang memang tidak diawali basmalah. Dalam praktik Muhammadiyah, membaca basmalah dalam salat boleh dilakukan secara jahar (keras) maupun sir (pelan), tetapi tidak termasuk kewajiban.

“Penjelasan ini menunjukkan adanya ruang fleksibilitas dalam mengamalkan bacaan basmalah, baik dalam wudhu maupun salat,” ungkap Imron yang juga sebagai Kepala Lembaga Pengembangan Pondok Islam dan Kemuhammadiyahan (LPPIK) UMS.

Imam Malik sebagai salah satu ulama besar, tambahnya, memiliki pandangan yang unik dan tegas mengenai basmalah dalam salat. Ia berpendapat bahwa membaca basmalah tidak disyariatkan dalam salat wajib, baik dibaca secara jahar maupun sir. Pendapat ini didasarkan pada keyakinan bahwa basmalah bukan bagian dari ayat Al-Qur’an, kecuali dalam surat An-Naml. Namun, dalam salat sunnah seperti tahajud, membaca basmalah masih dibolehkan. Pendapat ini menjadi ciri khas mazhab Maliki yang berbeda dengan mayoritas pendapat ulama lainnya.

Di sisi lain, Imam Abu Hanifah menyarankan agar basmalah dibaca secara sir pada setiap rakaat Al-Fatihah dan dianjurkan pula pada setiap surat setelahnya. Imam Ahmad bin Hanbal juga menyatakan bahwa bacaan basmalah hendaknya dibaca secara sir dalam semua jenis salat, dan tidak perlu diucapkan dengan suara keras.

Dalil yang dijadikan rujukan antara lain hadis riwayat Anas bin Malik yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW dan para sahabat tidak mengucapkan basmalah secara jahar dalam salat. Selain itu, hadis lain juga menunjukkan pentingnya membaca Ummul Qur’an (Al-Fatihah) dalam salat sebagai bagian inti yang tidak boleh ditinggalkan.

Berdasarkan pendapat para ulama, Imron menyimpulkan bahwa bacaan basmalah dalam salat (baik saat membaca Al-Fatihah maupun surat setelahnya) boleh dilakukan secara jahar ataupun sir, tergantung pola bacaan yang digunakan. Jika Al-Fatihah dibaca jahar, maka basmalah juga dapat dibaca jahar, begitu pula sebaliknya.

Kajian rutin ini bertujuan membekali peserta dengan pemahaman keislaman berbasis tarjih, sekaligus menjawab persoalan-persoalan praktis sehari-hari dengan dalil dan pendekatan fikih yang moderat. UMS melalui BPSDM terus mendorong peningkatan literasi keagamaan yang kontekstual dan ilmiah dalam kehidupan kampus dan masyarakat luas. (Yusuf/Humas)

 


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

JAKARTA, Suara Muhammadiyah - Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ke-2 Majelis Pendayagunaan Wakaf (MPW)....

Suara Muhammadiyah

7 November 2024

Berita

MALAYSIA, Suara Muhammadiyah - Fakultas Ilmu Budaya dan Komunikasi (FIBK) Universitas Muhammadi....

Suara Muhammadiyah

7 March 2024

Berita

ASAHAN, Suara Muhammadiyah - Bertempat di Aula Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Asahan (STIHMA) Majelis Tab....

Suara Muhammadiyah

29 January 2024

Berita

JAKARTA, Suara Muhammadiyah - Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) kembali menyalurkan zakat in....

Suara Muhammadiyah

28 December 2024

Berita

Mewujudkan Pekerja Migran Indonesia Berkemajuan dan Berkeadilan JAKARTA, Suara Muhammadiyah - Prof ....

Suara Muhammadiyah

14 July 2025

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah