Meneguhkan Sikap Beriman Terhadap Allah

Publish

10 May 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
1214
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Meneguhkan Sikap Beriman Terhadap Allah

Oleh: Dr. Masud HMN, Dosen Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA) Jakarta

Ada yang meresahkan kita, yaitu sikap politik yang semakin menjauhkan diri dari iman kepada Allah. Fenomena ini berisiko dan berbahaya, perlu diwaspadai.

Semestinya, dalam segala aspek kehidupan, baik politik maupun yang lainnya, kita harus mengedepankan iman kepada Allah. Iman yang bukan hanya di mulut, tetapi juga di hati, yang dapat membedakan antara kawan dan musuh.

Seperti ungkapan yang populer dalam dunia politik: "Tiada teman yang abadi, dan tiada pula musuh yang abadi." Artinya, musuh dan sahabat bisa saling bertukar peran. Di dunia politik, sulit menentukan siapa kawan dan siapa lawan. Hari ini seseorang bisa menjadi kawan, tetapi besok dia bisa berubah menjadi lawan. Sehingga ada yang merumuskan bahwa kawan adalah mereka yang memiliki kepentingan yang sama dengan kita. Sementara yang lain, entah itu keluarga atau teman sejawat, bisa menjadi lawan.

Tidak ada janji yang bisa dipercaya, bahkan dari sahabat sendiri. Dunia politik memang pelik. Tidak ada seorang pun yang benar-benar bisa dipercaya.

Hal ini bisa dilihat dalam dinamika politik kita saat ini. Contohnya, Yahya Muhaimin yang pernah mendukung Anies Baswedan saat sama-sama memiliki kepentingan yang sejalan. Namun, sekarang mereka berbeda karena target dan maksud yang tidak lagi sama. Seperti pepatah Melayu, "Sekali banjir datang, tepian pun berubah."

Meski demikian, ada petunjuk dari agama yang bisa menjadi pedoman. Kita bisa kembali ke prinsip politik yang selaras dengan ajaran agama, untuk menghindari fenomena dunia politik yang penuh ketidakpastian ini.

Mari kita lihat firman Allah dalam surat Fussilat ayat 33, yang artinya:
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata, 'Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri (Muslim).'”

Dalam ayat ini, ada penekanan pada pentingnya menjadi seorang Muslim yang baik dan berkata dengan benar. Berpolitik sebagai Muslim berarti berkata jujur dan bersungguh-sungguh, serta menghindari kecurangan dan menebarkan kebaikan.

Tugas kita adalah keluar dari politik yang hanya berorientasi pada kepentingan dunia semata. Bagi seorang Muslim, politik dunia dan akhirat lebih baik. Inilah politik masa depan yang berkemajuan dan menyelamatkan.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Menikmati Ibadah sebagai Minoritas: Oase Iman di Tengah Virginia Oleh: Galit Gatut Prakosa, Dosen U....

Suara Muhammadiyah

25 October 2025

Wawasan

Apakah Allah ‘Memejamkan Mata’ terhadap Derita Rakyat Palestina? Oleh: Donny Syofyan, D....

Suara Muhammadiyah

10 June 2024

Wawasan

Menjaga Indonesia: Selera Rendah dan Krisis Karakter Pemimpin Oleh: Agusliadi Massere Menjaga Indo....

Suara Muhammadiyah

2 November 2023

Wawasan

Tanggapan atas putusan Mahkamah Konstitusi tentang Syarat Usia Capres-Cawapres Oleh: Dr. phil. Ridh....

Suara Muhammadiyah

17 October 2023

Wawasan

Oleh: Mu’arif Jika pada masa pembentukan Muhammadiyah belum terakomodir unsur pembantu pimpin....

Suara Muhammadiyah

23 January 2024