Menghargai Budaya dalam Dakwah Muhammadiyah

Publish

16 March 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
915
Pengajian Ramadan 1445 H

Pengajian Ramadan 1445 H

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Purifikasi bukan tekstualisasi. Jika purifikasi diartikan sebagai tekstualisasi, menunjukkan betapa sempit Islam memaknai kehidupan. Selain itu, purifikasi juga bukan upaya penghilangan budaya, jika ini yang terjadi, betapa tidak berbudayanya dakwah yang dilakukan oleh Muhammadiyah. Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua PWM Jawa Tengah KH Tafsir dalam Pengajian Ramadan Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (15/3). 

Masih banyak orang salah mengartikan purifikasi dalam dakwah Muhammadiyah. Purifikasi yang mereka pahami mengacu pada upaya untuk membersihkan ajaran Islam dari praktik-praktik yang dianggap tidak sesuai dengan prinsip-prinsip agama yang murni. Hal ini meliputi penolakan terhadap bid'ah dan upaya untuk kembali kepada ajaran Islam yang asli dan murni. 

Menurut Tafsir purifikasi adalah otentikasi dalam mencari Islam yang sejati, bukan justru menghilangkan budaya yang sudah ada. Hadirnya budaya dalam dakwah Muhammadiyah seharunya dapat dihargai atau bahkan diapresiasi sebagai produk yang memiliki nilai local wisdom dan kemanusiaan universal. Oleh sebab itu purifikasi harus dapat dimaknai secara luas dan penuh kebijaksanaan.  

“Orang Jawa gak bisa membuat tank, gak bisa membuat roket, yang bisa mereka buat adalah keris. Mari kita hargai itu agar Islam di Jawa berbudaya,” ujarnya. 

Syamsul Anwar mengatakan bahwa definisi agama ada dua. Pertama adalah apa yang disebut sebagai syariat. Berupa perintah, larangan, dan petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat. Kedua adalah pengalaman imaniah yang diekspresikan dalam amal salih yang dijiwai oleh Islam dan dibingkai oleh syariat. 

Menurutnya, agama sebagai pengalaman imaniah memiliki tiga unsur penting yaitu inti (substansi) sebagai din al-fitrah, kemudian bentuk (norma-norma syariat), dan yang terakhir manifestasi dalam wujud amal salih. 

Tak berhenti sampai di situ, manifestasi dalam wujud amal salih masih dapat dibedakan berdasarkan cakupannya. Mulai dari manifestasi dalam bentuk berpikir (manifestasi intelektual), manifestasi dalam bentuk perilaku (manifestasi aksional), dan manifestasi dalam tindak berekpresi (manifestasi ekspresional). 

“Jika kita lihat dari definisi tersebut sejatinya agama Islam tidak bisa dilepaskan dari kebudayaan,” tegasnya. 

Sementara itu, dinamisasi dalam konteks Muhammadiyah merujuk pada upaya untuk menyampaikan ajaran Islam dengan cara yang relevan dan sesuai dengan perkembangan zaman. Ini bisa melibatkan adaptasi terhadap perubahan sosial, teknologi, dan budaya agar pesan Islam dapat dipahami dan diimplementasikan dengan baik oleh masyarakat pada masa kini. Kedua konsep ini purifikasi dan dinamisasi merupakan bagian dari upaya Muhammadiyah untuk menjaga kesucian ajaran Islam sambil mengakomodasi dinamika perubahan zaman. (diko)


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

SUKOHARJO, Suara Muhammadiyah – Gedung Graha PGRI Sukoharjo menjadi saksi terselenggaranya seb....

Suara Muhammadiyah

14 October 2023

Berita

SEMARANG, Suara Muhammadiyah - Tak hanya ingin dikenal semata dalam bidang amal usaha pendidikan dan....

Suara Muhammadiyah

19 April 2025

Berita

PURWOKERTO, Suara Muhammadiyah - Dalam upaya meningkatkan kerjasama antar Perguruan Tinggi Universit....

Suara Muhammadiyah

28 May 2025

Berita

SLEMAN, Suara Muhammadiyah – Majelis Pembinaan Kader Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah sukses men....

Suara Muhammadiyah

7 July 2025

Berita

JAKARTA, Suara Muhammadiyah- Lembaga Amil Zakat Muhammadiyah (LAZISMU) telah memasuki usia ke 22 tah....

Suara Muhammadiyah

2 August 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah