Mengurai Makna Sejati Jalan Lurus dalam Al-Qur'an

Publish

16 June 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
50
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Tulisan ini hendak menyoroti ayat 153 dari Surat Al-An'am yang sering disalahpahami. Ayat ini berbunyi: "Ini adalah jalan-Ku yang lurus, ikutilah, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan lain karena itu akan menyebabkan kalian menyimpang. Inilah yang Dia perintahkan kepada kalian agar kalian bertakwa kepada-Nya."

Seringkali, ketika kita mendengar tentang jalan yang lurus dalam khotbah atau ceramah keagamaan, pikiran kita langsung tertuju pada gagasan bahwa hanya ada satu jalur yang benar, dan menyimpang darinya berarti tersesat. Pemahaman ini kian mengakar kuat karena sering dihubungkan dengan sebuah hadis terkenal.

Dalam riwayat tersebut, disebutkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam pernah menggambar satu garis lurus di pasir, lalu di sampingnya beliau menggambar beberapa garis lain yang berkelok-kelok. Garis lurus itu, jelas beliau, adalah jalannya, sementara garis-garis lain melambangkan jalan-jalan yang menyimpang. Dari sinilah kemudian muncul penafsiran bahwa ayat suci ini secara spesifik merujuk pada Sunnah Nabi—ajaran dan teladan beliau—serta berfungsi sebagai peringatan keras terhadap perpecahan dan sektarianisme dalam tubuh umat.

Namun, mari kita telaah lebih dalam. Ketika kita menempatkan ayat 153 dari Surat Al-An'am ini dalam konteksnya yang lebih luas, sebuah pemahaman yang jauh lebih kaya dan fundamental pun terungkap. Sejatinya, ayat ini sedang membicarakan versi Al-Qur’an dari Sepuluh Perintah Tuhan.

Jika kita kembali sejenak ke ayat-ayat sebelumnya, yaitu Al-An'am:151-152, kita akan menemukan serangkaian prinsip-prinsip dasar yang bersifat universal dan abadi. Ayat-ayat tersebut menguraikan perintah-perintah krusial seperti tidak menyekutukan Allah, berbakti sepenuhnya kepada orang tua, menghindari pembunuhan yang tidak dibenarkan, menjaga integritas dalam setiap takaran dan timbangan, serta menegakkan keadilan dalam segala aspek kehidupan.

Ini bukanlah sekadar daftar larangan, melainkan intisari dari kebenaran, keadilan, dan keseimbangan moral yang menjadi landasan eksistensi manusia. Perintah-perintah ini mencakup kewajiban mendasar kita kepada Allah sebagai Sang Pencipta, sekaligus tanggung jawab kita terhadap sesama makhluk-Nya.

Oleh karena itu, jelas sekali bahwa ketika ayat 153 berbicara tentang "jalan yang lurus", ia secara gamblang merujuk pada jalan Allah yang dijelaskan dan ditegaskan melalui kumpulan perintah-perintah inti tersebut. Ini adalah panduan hidup komprehensif yang membentuk karakter, perilaku, dan hubungan kita dengan Tuhan serta dunia di sekitar kita.

Ajaran inti inilah yang harus kita pegang erat, jika tidak, kita akan menyimpang. Ini bukan dimaksudkan sebagai peringatan langsung terhadap sektarianisme atau perbedaan pendapat di kemudian hari.

Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, umat Muslim memasuki babak baru dalam sejarahnya. Di masa hidup Nabi, meskipun perbedaan pandangan mungkin ada, persatuan umat terpelihara erat di bawah kepemimpinan beliau yang sentral. Namun, pasca-kewafatan beliau, ketiadaan figur pemersatu yang mutlak ini perlahan memunculkan beragam pendapat dan interpretasi. Lambat laun, perbedaan-perbedaan ini tidak hanya sekadar nuansa, melainkan mulai membentuk faksi-faksi yang kian jelas batasnya.

Sayangnya, dalam dinamika ini, beberapa pandangan dianggap terlalu ekstrem dan menyimpang dari arus utama, sehingga kelompok-kelompok penganutnya kerap dicap sebagai sekte. Di tengah iklim sektarian yang berkembang, setiap kelompok mati-matian berusaha membenarkan keyakinan mereka sendiri, seringkali dengan menjelek-jelekkan pandangan kelompok lain. Ini adalah siklus yang merusak, di mana klaim kebenaran tunggal menjadi alat pemisah.

Untuk memperkuat argumen dan legitimasi posisi mereka, kelompok-kelompok ini tak henti-hentinya mencari dukungan dari ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi. Ironisnya, dalam beberapa kasus, jika tidak menemukan hadis yang secara eksplisit mendukung pandangan mereka, ada indikasi bahwa mereka bahkan bisa mengarang atau memanipulasi riwayat demi kepentingan faksi mereka. Oleh karena itu, kita wajib waspada terhadap kecenderungan sektarian yang sesungguhnya merupakan fenomena yang muncul di kemudian hari dalam sejarah Islam.

Beberapa ulama dan ahli sejarah Islam modern justru meragukan bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam pernah membahas secara rinci kemunculan sekte-sekte ini seperti yang dinarasikan dalam beberapa riwayat. Logikanya cukup sederhana: jika Nabi sudah memberikan peringatan sejelas itu tentang sekte tertentu, akan sulit sekali membayangkan bagaimana faksi-faksi tersebut bisa muncul dan berkembang sejak awal dalam sejarah Islam. Ini menunjukkan bahwa banyak narasi sektarian mungkin merupakan respons retrospektif terhadap perpecahan yang telah terjadi, bukan ramalan detail yang mencegahnya.

Lebih mungkin bahwa sekte-sekte muncul terlebih dahulu, kemudian orang-orang ingin mengutuk beberapa di antaranya dan mendukung satu kelompok yang mereka klaim sebagai jalan Nabi. Untuk itu, mereka mengarang sabda-sabda dan juga mengutip ayat-ayat Al-Qur’an yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan sektarianisme.

Secara tidak langsung, jika kita berpegang pada jalan Nabi SAW dan ayat-ayat Al-Qur’an, kita tidak akan terpecah belah. Al-Qur`an sendiri menyatakan, "Berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai." (Ali Imran:103). Tali Allah di sini adalah Al-Qur'an, sebagaimana disebutkan dalam hadits bahwa Alquran adalah tali Allah yang kuat.

Jadi, ayat 153 Surat Al-An'am menekankan bahwa ajaran inti tentang perintah-perintah Allah inilah yang harus kita pegang erat. Menggunakan ayat ini untuk mendukung satu sekte tertentu di atas yang lain tidaklah tepat, selama semua sekte tersebut berpegang pada ajaran dan prinsip yang sama yang terkandung dalam Al-Qur’an secara keseluruhan, dan khususnya pada sepuluh perintah yang disebutkan sebelum ayat ini. 


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah (6) Oleh: Mohammad Fakhrudin dan Iyus Herdiana Saputra Pada I....

Suara Muhammadiyah

12 October 2023

Wawasan

Mohamad Djazman: Profiling Ulama Intelektual Oleh: Dartim Ibnu Rushd (Dosen Fakultas Agama Islam-UM....

Suara Muhammadiyah

17 January 2025

Wawasan

Mengarungi Kecenderungan Tafsir Klasik Al-Qur`an (2) Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Buday....

Suara Muhammadiyah

29 May 2024

Wawasan

Oleh: Mu’arif “Bukan H. Akis, tapi H. Anis,” demikian tulis Mh. Djamaluddin Anis ....

Suara Muhammadiyah

21 August 2024

Wawasan

111 Tahun Muhammadiyah Oleh Ruminizulfikar Setiap bulan November bagi warga, kader, dan pimpinan P....

Suara Muhammadiyah

16 November 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah