Muslim Mukmin yang Berpartisipasi Aktif dan Arif dalam Permusyawarahan dan Kegiatan Masyarakat

Publish

23 October 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

1
122
Foto Ilustrasi

Foto Ilustrasi

Muslim Mukmin yang Berpartisipasi Aktif dan Arif dalam Permusyawarahan dan Kegiatan Masyarakat

Oleh: Mohammad Fakhrudin

Topik ini merupakan pengembangan butir ke-3 dari perilaku hidup bermasyarakat yang terdapat di dalam Himpunan Putusan Tarjih Jilid 3 (hlm.158). Di antara hal-hal penting yang perlu mendapat penekanan kembali dalam hubungannya dengan topik “Pemakmuran Masjid dan Musala dengan Moderasi dalam Berislam” adalah kemuliaan akhlak para imam empat mazhab. 

Para imam keempat mazhab itu tidak mengklaim sebagai imam yang paling benar dan paling pintar. Dengan moderasi dalam berislam, keberagaman dalam berislam semestinya disikapi sebagai keniscayaan sehingga sesama muslim mukmin, apalagi sesama ulama, tidak saling mengolok-olok. Muslim mukmin dapat berkarya besar demi umat manusia.

(Baca juga: “Muslim Mukmin yang Memikirkan dan Memperhatikan Masyarakat” yang dipublikasi di Suara Muhammadiyah online,18 September 2025). 

Berkenaan dengan itu, ketidakterikatan Muhammadiyah pada salah satu mazhab semestinya dipahami oleh sesama muslim mukmin yang bermazhab tertentu sebagai cara penghormatan kepada para imam mazhab. Muhammadiyah menjadikan pendapat-pendapat imam mazhab sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan hukum, sepanjang sesuai dengan jiwa Al-Qur’an dan as-Sunnah atau dasar-dasar lain yang dipandang kuat.

Di dalam Rubrik Tanya Jawab Agama yang diasuh oleh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada edisi Nomor 17 Tahun 2008, dikemukakan sikap Muhammadiyah terhadap mazhab, antara lain, bahwa Muhammadiyah tidak antimazhab. Bagi Muhammadiyah, tidak ada keraguan terhadap kualitas keilmuan para imam mazhab. Namun, pendapat-pendapat mereka tidaklah memiliki kebenaran secara mutlak sebagaimana kebenaran Al-Qur’an dan as-Sunnah ash-Shahihah. 

Pendapat-pendapat para imam tersebut sangat erat kaitannya dengan kondisi pada masa mereka hidup, yang tentunya terdapat perbedaan dan juga ada hal-hal yang kurang relevan lagi dengan masa kita sekarang. Apa yang dilakukan Muhammadiyah—melaksanakan agama bersumber pada Al-Qur’an dan as-Sunnah—ini sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana terdapat di  dalam HR Malik dalam kitab Muwattha’, 

عَنْ مَالِكٍ بْنِ أَنَسٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابِ اللهِ وَسُنَّةِ رَسُولِهِ. [رواه مالك في الموطأ]

“Diriwayatkan dari Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Aku telah meninggalkan kepadamu sekalian dua perkara. Tidak akan tersesat kamu selama berpegang teguh dengan keduanya, yaitu Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya."

Berdasarkan pertimbangan yang sangat rasional itu, Muhammadiyah dapat memilah amalan apa saja yang masuk wilayah ibadah mahdah dan amalan apa saja  yang masuk wilayah ijtihad. Menurut Haedar Nasir, Ketua Umum Pimpinan Muhammadiyah, puasa Ramadan merupakan ibadah mahdah, tetapi metode penentuan waktu memulai dan mengakhiri puasa masuk wilayah ijtihad. 

Menghindari Keeksklusifan

Telah menjadi pemahaman umum bahwa di antara warga Muhammadiyah ada yang tinggal di wilayah RT, RW, dan kelurahan/desa yang warganya heterogen dalam berbagai hal. Jika masyarakat telah memberikan amanah sebagai ketua RT, ketua RW atau kepala desa, tidak elok kiranya warga Muhammadiyah menolaknya.  

Ketika menjadi ketua RT, ketua RW, atau kepala desa, berarti ada kesempatan luas untuk menambah bekal sebanyak-banyaknya jika sewaktu-waktu kembali kepada Allah Subhnahu wa Ta’ala. Jika sikap ini yang dipegang oleh setiap muslim mukmin, pasti segala ucapan dan perilakunya selalu merujuk kepada ketentuan Allah Subhnahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Apa yang diperintahkan dikerjakan. Apa yang dilarang ditinggalkan.

Amanah sebagai ketua RT, ketua RW,  atau kepala desa diterima setelah ada proses pemilihan oleh warga. Warga memilihnya pasti dengan pertimbangan. Mereka yakin bahwa warga Muhammadiyah yang diberi amanah apa pun tidak mewajibkannya menjadi Muhammadiyah dan tidak menafikan warga yang bukan Muhammadiyah.  

Jika tidak diberi amanah, warga Muhammadiyah harus tetap berpartisipasi dalam musyawarah dan berbagai kegiatan. Musyawarah dapat digunakan sebagai kesempatan untuk menyampaikan pendapat dan/atau saran yang sangat bermanfaat bagi kemajuan warga secara keseluruhan. Jika pendapat dan/atau saran itu didasari pemikiran sehat yang merujuk kepada Al-Qur’an dan as-Sunnah dan disampaikan dengan cara yang benar, tentulah hal itu dijadikan pertimbangan berharga bagi warga masyarakat.

Ketika mengkritisi pendapat warga, dia tidak mengolok-olok. Ada argumen yang rasional berdasarkan pikiran cerdas dan kritis. Ada fakta pendukung argumen. Tidak ada dendam, benci, atau dengki meskipun mengkritik pendapat yang jelas-jelas salah.

(Baca juga: “Mengkritik Tanpa Kebencian dan Tanpa Mengolok-Olok”, Suara Muhammadiyah online, 4 Januari 2022)

Ketika menerima kritik, kritik itu ditanggapi tanpa dendam. Ada kesadaran bahwa setiap orang mempunyai keterbatasan. Kritik itu diterima secara terbuka sebagaimana tradisi akademis di lingkungan Muhammadiyah. Kritik itu malahan dinyatakan sebagai hal yang sangat penting. 

(Baca juga: “Menanggapi Kritik9 Tanpa Dendam” Suara Muhammadiyah online, 13 Jan 2022)

Aktif dan Arif dalam Berbagai Kegiatan

Di antara kegiatan di masyarakat banyak yang memerlukan dana seperti pembangunan atau renovasi poskamling, pembangunan atau renovasi masjid atau musala, dan fasilitas umum yang lain. Muslim mukmin, terutama warga Muhammadiyah, harus berusaha menjadi teladan dalam berinfak dan bersedekah. Lebih-lebih lagi, kegiatan menyantuni kaum duafa dan anak yatim (piatu). Semangat al-Ma’un yang telah “dibumikan” oleh K.H.Ahmad Dahlan merupakan rujukan utama. 

Ketika ada warga (dari kaum duafa) yang meninggal dan memerlukan dana untuk biaya operasional, dia menyediakan dana talangan dan bantuan. Dana itu selalu disiapkan sehingga jika sewaktu-waktu ada warga yang meninggal, keluarga yang kesripahan sangat terbantu. 

Sesuai dengan uraian di dalam artikel “Menjadi Tetangga yang Pandai Membawa Diri” yang dipublikasi di Suara Muhammadiyah online,  14 Agustus 2025), warga Muhammadiyah yang diberi amanah harus selalu menyadari tanggung jawabnya sebagai pemegang amanah warga yang heterogen, tetapi tetap menyadari juga bahwa dirinya adalah warga Muhammadiyah. Dalam hubungannya dengan kegiatan yang bersifat saling menolong, telah ada rambu-rambu yang harus dipedomani sebagaimana terdapat di dalam Himpunan Putusan Tarjih Jilid 3 (hlm.456), yakni saling membantu dalam berbagai hal yang biasa dilakukan dalam masyarakat, misalnya, adat istiadat serta tradisi-tradisi setempat yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam. 

(Baca juga: “Saling Membantu dengan Tetangga” Suara Muhammadiyah online
_ 18 Agustus 2025)

Bagaimana halnya jika ada kegiatan yang tidak diamalkan oleh warga Muhammadiyah, tetapi diamalkan oleh warga lain? Ketika menjadi ketua RT, ketua RW, atau kepala desa, warga Muhammadiyah yang mengemban amanah itu harus dapat menjelaskan bahwa ada perbedaan pemahaman dan perbedaan itu tidak boleh dijadikan bahan saling menafikan. Dengan penjelasan yang benar dan menyejukkan, warga yang berbeda paham pasti mau memahami.

(Baca juga: “Pemakmuran Masjid dan Musala dengan Moderasi dalam Berislam” Suara Muhammadiyah online, 16 Oktober 2025) 

Warga Muhammadiyah yang menjadi ketua RT, ketua RW, atau kepala desa tidak mengikuti "yasinan", tetapi rajin membaca  Al-Qur’an, tidak hanya surat Yasin, tetapi juga surat-surat yang lain, sekurang-kurangnya selepas salat magrib dan selepas salat subuh. Dia tidak mengikuti tahlilan, haul, nyadran, melarung atau kegiatan ritual lain, yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Namun, ketika memimpin rapat, dia selalu mengajak warganya berdoa dengan khusyuk untuk warganya yang sakit dan yang meninggal. Sama sekali dia tidak mencela warganya mempunyai kemantapan pilihan yang berbeda.

Partisipasi aktif dan arif yang demikian insyaallah mendatangkan keberkahan bagi masyarakat secara keseluruhan. Aamiin.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Mukjizat dan Misi Kenabian Oleh: Suko Wahyudi,  PRM Timuran Yogyakarta Kenabian dan kerasulan....

Suara Muhammadiyah

25 April 2025

Wawasan

Mengarungi Kecenderungan Tafsir Klasik Al-Qur`an (2) Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Buday....

Suara Muhammadiyah

29 May 2024

Wawasan

Demokrasi, Kebebasan, dan Hukum: Menjaga Ruang Publik dari Kekacauan Oleh: Suko Wahyudi, Pegiat Lit....

Suara Muhammadiyah

2 October 2025

Wawasan

Keprihatinan dalam Proses Kecurangan Pemilu Oleh: Sobirin Malian, Dosen  Fakultas Hukum U....

Suara Muhammadiyah

5 February 2024

Wawasan

Oleh: Dr Hasbullah, MPdI, Dosen Univeristas Muhammadiyah Pringsewu, Wakil Ketua Majelis Dikdasmen da....

Suara Muhammadiyah

20 May 2025