Meninggal Dunia Karena Terpapar Covid-19 Apakah Termasuk Mati Syahid?

Publish

23 July 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
72
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Meninggal Dunia Karena Terpapar Covid-19 Apakah Termasuk Mati Syahid?

Pertanyaan:

Assalamualaikum wr.wb.

Selama wabah Covid-19 melanda Indonesia, begitu banyak opini yang muncul di kalangan masyarakat, beruntung warga Persyarikatan Muhammadiyah mempunyai acuan yang cukup kuat dalam menghadapi pandemi ini, khususnya dalam bidang ibadah. Ada beberapa pertanyaan yang mungkin ada kaitannya dengan wabah ini maupun di luar pertanyaan tentang pandemi ini. Kenyataan di masyarakat menyaksikan orang yang meninggal karena Covid-19 bagitu menyedihkan seperti tidak boleh melayat, tidak boleh bertemu dengan keluarganya dan sebagainya. Benarkah mati karena Covid-19 digolongkan mati syahid yang harus dimuliakan?

Samin S.Pd.I., M.Pd.I., (Disidangkan pada Jum’at, 6 Rabiulakhir 1443 H/10 Desember 2021 M)

Jawaban:

Wa ‘alaikumussalam wr.wb.

Terima kasih atas pertanyaan yang saudara tanyakan, sebelum menjawab pertanyaan saudara, maka perlu diketahui terlebih dahulu apa makna syahid itu. 

Dikutip dari website Suara Muhammadiyah (https://suaramuhammadiyah.id/2021 /02/03/hadits-terkait-mati-syahid/ ) syahid berasal dari kata syahida yang berarti hadir serta menyaksikan, baik dengan mata lahir maupun mata batin. Sedangkan syahid berarti saksi atau orang yang menyaksikan sesuatu, mereka bersaksi dengan hati atas apa yang mereka dengar. Menurut ar-Ragib al-Asfahani, orang yang syahid adalah orang yang ketika sakaratul maut dalam keadaan sebagai berikut,

1.      Ia menyaksikan malaikat turun kepada mereka dan mengatakan, “janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati, dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu” (Q.S. Fushilat (41): 30).

2.      Ia menyaksikan berbagai macam kenikmatan akhirat yang Allah janjikan (Q.S. al-Hadid (57): 19).

3.      Ia menyaksikan ruh mereka tetap hidup dan berada di sisi Allah (Q.S. Ali Imran (3): 169).

Dengan demikian orang mati syahid adalah orang yang sebelum meninggal dunia bersaksi dan beriman bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan setelah mati menyaksikan semua janji Allah adalah benar.  

Dalam sebuah hadits disebutkan ada lima kategori mati syahid,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا تَعُدُّونَ الشَّهِيدَ فِيكُمْ قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ مَنْ قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللهِ فَهُوَ شَهِيدٌ قَالَ إِنَّ شُهَدَاءَ أُمَّتِي إِذًا لَقَلِيلٌ قَالُوا فَمَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ مَنْ قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ مَاتَ فِي سَبِيلِ اللهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ مَاتَ فِي الطَّاعُونِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ مَاتَ فِي الْبَطْنِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَالْغَرِيقُ شَهِيدٌ [رواه مسلم].

Dari Abu Hurairah (diriwayatkan) Rasullulah saw bersabda: Siapakah orang yang termasuk mati syahid (syuhada) di antara kalian? Mereka menjawab: Orang yang gugur di medan perang itulah yang mati syahid, ya Rasulullah. Rasulullah saw merespons: Kalau begitu, sedikit sekali umatku yang mati syahid. Para sahabat bertanya: Mereka itu siapa ya Rasulullah? Rasulullah saw menjawab: Orang yang gugur di medan perang itu syahid, orang yang mati di jalan Allah (bukan karena perang) juga syahid, orang yang tertimpa ta‘un (wabah) pun syahid, orang yang mati karena sakit perut juga syahid, dan orang yang tenggelam adalah syahid [H.R. Muslim No. 3539].

Selanjutnya, apakah orang yang meninggal karena wabah Covid-19 termasuk dalam lima kategori di atas? Dalam hadits di atas memang tidak disebutkan secara langsung bahwa mati terdampak Covid-19 termasuk kategori mati syahid. Namun Covid-19 merupakan wabah yang menyebar secara meluas dan menular sama halnya seperti ta’un. 

Covid-19 merupakan jenis baru dari corona virus yang menular ke manusia. Virus ini bisa menyerang siapa saja, seperti lansia, orang dewasa, anak-anak, ibu hamil dan menyusui bahkan bayi. Virus ini dikenal juga dengan Covid-19 dan pertama kali ditemukan di kota Wuhan, Cina pada akhir Desember 2019. Virus ini menular sangat cepat dan telah menyebar di hampir semua Negara di dunia, termasuk Indonesia hanya dalam waktu beberapa bulan. Virus ini menular melalui cairan ludah maupun ingus penderita.

Adapun ta’un adalah wabah menular dengan gejala sakit berupa pembengkakan parah yang mematikan, menimbulkan rasa haus dan dahaga yang amat parah dan rasa sakit yang luar biasa. Tubuhnya bisa menjadi hitam, hijau atau abu abu yang selanjutnya akan muncul nanah. Biasanya ta’un menyerang tiga lokasi tubuh seperti ketiak, belakang telinga dan ujung hidung, bisa juga di bagian tubuh yang lunak. Ta’un menular melalui kulit dan darah. Ta’un pernah terjadi pada masa Rasullulah saw. Beliau mengajarkan sahabatnya untuk melakukan karantina sebagai pencegahan penularan yang lebih luas. Hal ini sebagaimana terdapat dalam hadits berikut, 

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ أَنَّ عُمَرَ خَرَجَ إِلَى الشَّامِ فَلَمَّا جَاءَ سَرْغَ بَلَغَهُ أَنَّ الْوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِالشَّامِ فَأَخْبَرَهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلَا تَقْدَمُوا عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ فَرَجَعَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ مِنْ سَرْغَ

Dari Abdullah bin Amir bin Rabi'ah (diriwayatkan), Umar bin Khattab ra. menempuh perjalanan menuju Syam. Ketika sampai di Sargh, Umar mendapat kabar bahwa wabah sedang menimpa wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf mengatakan kepada Umar bahwa Rasulullah saw pernah bersabda: Apabila kamu mendengar ada wabah di suatu daerah, maka kalian jangan memasukinya. Tetapi jika wabah terjadi di daerah kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu. Lalu Umar bin Khattab berbalik arah meninggalkan Sargh [H.R al-Bukhari No. 6486 dan Muslim No. 4122].

Dari penjelasan di atas, ditemukan kesamaan ilat antara ta’un dan Covid-19, yaitu keduanya merupakan penyakit yang gampang menular sehingga menyebar secara massal dan meluas (pandemi). Persamaan ilat memungkinkan ta’un dan Covid-19 dapat dikiaskan. Dalam kitab Lisanul-Arab, ta’un adalah suatu penyakit atau wabah yang sedang menjangkit suatu daerah secara massal sehingga merusak kondisi di lingkungan dan merusak fisik orang orang yang tinggal di daerah tersebut. 

Orang yang meninggal karena suatu wabah penyakit akan mendapatkan pahala mati syahid bila ia bersaksi akan keimanan kepada Allah ketika hidup, juga sabar dengan tetap berada di daerah tersebut, tidak keluar demi menghindari penularan, dan tawakal akan datangnya wabah tersebut. Sebagaimana dalam hadits berikut ini,

عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسِلَّمِ أَنَّهَا أَخْبَرَتنَا أَنَّهَا سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الطَّاعُوْنِ فَأَخْبَرَهَا نَبِيُّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ كَانَ عَذَابًا يَبْعَثُهُ اللهُ عَلىَ مَنْ يَشَاءُ فَجَعَلَهُ اللهُ رَحْمَةً لِلْمُؤْمِنِيْنَ فَلَيْسَ مِنْ عَبْدٍ يَقَعُ الطَّاعُوْنَ فَيَمْكُثُ فِيْ بَلَدِهِ صَابِرًا يَعْلَمُ أَنَّهُ لَنْ يُصِيْبَهُ إِلَّا مَا كَتَبَ اللهُ لَهُ إِلَّا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ الشَّهِيْدِ.

Dari Aisyah r.a. (diriwayatkan), ia mengabarkan kepada kami bahwa ia bertanya kepada Rasulullah saw perihal ta‘un, lalu Rasulullah saw mengabarkan, bahwa ta’un (penyakit sampar, pes, lepra) adalah sejenis siksa yang Allah kirim kepada siapa yang Dia kehendaki dan sesungguhnya Allah menjadikan hal itu sebagai rahmat bagi kaum muslimin dan tidak ada seorang pun yang menderita ta’un lalu dia bertahan di tempat tinggalnya dengan sabar dan mengharapkan pahala dan mengetahui bahwa ia tidak terkena musibah melainkan karena Allah telah menakdirkannya kepadanya, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mati syahid [H.R. al-Bukhari No. 5293].

Ibnu Hajar dalam kitab Badz al-Ma’un fi Fadhilat at-Ta’un mengatakan bahwa seseorang yang terpapar ta’un atau wabah, lalu ia meninggal, maka ia meninggal dalam keadaan syahid. Syamsuddin al-Kirmani dalam kitab Kawakib ad-Durruri Syarh Sahih al-Bukhari (V/42) menyebutkan, beberapa ulama berpendapat bahwa syahid itu dibagi menjadi tiga. Pertama, syahid dunia akhirat, yaitu orang yang mati dalam peperangan melawan orang kafir.

Kedua, syahid akhirat tanpa hukum-hukum syahid, yaitu orang yang disebutkan dalam hadits-hadits tentang bentuk syahid selain karena mati perang, seperti mati karena penyakit perut, tenggelam dan lain-lain. Ketiga, dunia tanpa akhirat, yaitu orang yang mati dalam peperangan tetapi berambisi terhadap harta atau tujuan duniawi tanpa ada niat memenangkan Islam. Orang yang mati syahid dunia akhirat jenazahnya tidak dimandikan dan tidak dikafani, demikian pula halnya dengan orang yang mati syahid dunia, tetapi ia tidak mendapat pahala akhirat. Sedangkan orang yang mati syahid akhirat, jenazahnya tetap dimandikan dan dikafani, hanya saja ia mendapat pahala syahid.

Dalam sebuah hadits dijelaskan sebagai berikut ini,

عَنْ جَابِرٍقَالَ: كَانَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْمَعُ بَيْن الرَّجُلَيْنِ مِنْ قَتْلَى أُحُدٍ فِي الثَّوبِ اْلوَاحِدِ ثُمَّ يَقُوْلُ: أَيُّهُمْ أَكْثَرُ أَخْذًا لِلْقُرْآنِ؟ فَإِذَا أُشِيْرُ لَهُ إِلَى أَحَدِهِمَا قَدَّمَهُ فِي الَّلحْدِ وَقَالَ أَنَا شَهِيْدٌ عَلَى هَؤُلَاءِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ وَ أَمَرَ بِدَفْنِهِمْ فِي دِمَائِهِمْ, وَلَمْ يُغَسَّلُوْا وَلَمْ يُصَلَّ عَلَيْهِمْ [رواه البخاري].

Dari Jabir (dirawayatkan) bahwa Rasullulah saw pernah menggabungkan dalam satu kubur dua orang laki-laki yang gugur dalam perang Uhud dan dalam satu kain, lalu bersabda: Siapakah di antara mereka yang lebih banyak hafalan Qur’annya? Ketika beliau diberi tahu kepada salah satu keduanya, maka beliau mendahulukannya dalam lahad lalu bersabda: Aku akan menjadi saksi atas mereka pada hari kiamat. Lalu beliau memerintahkan agar menguburkan mereka dengan darah-darah mereka, tidak dimandikan dan tidak pula disalatkan [H.R. al-Bukhari No.1263].

Orang yang meninggal karena wabah merupakan kategori syahid akhirat, maksudnya syahid dalam hal pahala, namun tidak disikapi dengan hukum syahid dunia. Jenazah tetap dimandikan dan dikafani seperti pada umumnya dengan menerapkan protokol kesehatan dan dilakukan oleh petugas yang berwenang Dengan kasih sayang Allah mereka akan mendapatkan pahala seperti yang mati syahid.

Akan tetapi perlu diingat bahwa seseorang yang dikatakan mendapat pahala syahid tersebut dilihat pula pada sikap dan perilaku kesehariannya, termasuk ketika menghadapi pandemi, seperti menaati protokol kesehatan berupa memakai masker, menerapkan social distancing, mengikuti program vaksinasi sebagai bagian dari ikhtiar dalam menghadapi Covid-19, dan lain-lain. Hal ini karena salah satu ciri muslim yang baik adalah tidak membahayakan diri sendiri dan juga orang lain, sebagaimana dalam hadits Nabi saw,

لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ [رواه ابن ماجه].

Tidak boleh melakukan perbuatan yang membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain [H.R. Ibnu Majah No. 2340 dan 2341].

Firman Allah swt juga memerintahkan supaya menjaga diri dan sanak keluarga,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا [التحريم، 66: 6].
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka [Q.S. at-Tahrim (66): 6].
Setelah menelisik hadits dan paparan tentang mati syahid di atas, terdapat syarat atau ketentuan orang meninggal dunia karena Covid-19 yang mendapat pahala syahid, yaitu, 

Pertama, muslim dan orang tersebut memang berada di daerah yang terkena wabah.

Kedua, bersabar atas musibah yang terjadi. Menurut Ibnu Hajar dalam kitab Fath al Bari disebutkan bersabar dalam arti tidak terlalu galau, tapi berserah diri kepada Allah dan rida atas takdir yang telah ditetapkan.

Ketiga, berkeyakinan bahwa musibah yang menimpa atasnya semata-mata atas kehendak Allah, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an,

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيْبَةٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللهِ وَمَنْ يُوْمِنْ بِاللهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَ اللهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٍ [التغابن، 64: 11].

Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu [Q.S. at-Taghabun (64): 11].

Keempat, ikhtiar dengan berusaha menaati protokol kesehatan seperti memakai masker, vaksinasi dan berobat ketika sakit sebagai cara untuk tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain, sebagaimana dalam firman Allah dan hadits Nabi saw berikut ini,

وَاِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِيْنِ [الشعراء، 26: 80].

Apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku [Q.S. asy-Syuara (26): 80].

إِنَّ اللهَ تَعَالَى أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فَتَدَاوَوْا وَلَا تَدَاوَوْا بِالْحَرَامِ [رواه أبو داود].

Sesunggunnya Allah menurunkan penyakit dan obatnya dan menjadikan bagi setiap penyakit ada obatnya, maka berobatlah kalian, dan janganlah berobat dengan yang haram (H.R Abu Dawud no.3874)

Pada dasarnya setiap musibah atau penyakit yang menimpa umat Islam akan selalu diberi pahala oleh Allah asalkan ia mau bersabar dan ikhlas, sebagaimana hadits berikut,

عَنِ الْحَارِثِ بْنِ سُوَيْدٍ عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ دَخَلْتُ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يُوعَكُ فَمَسِسْتُهُ بِيَدِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّكَ لَتُوعَكُ وَعْكًا شَدِيدًا فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجَلْ إِنِّي أُوعَكُ كَمَا يُوعَكُ رَجُلَانِ مِنْكُمْ قَالَ فَقُلْتُ ذَلِكَ أَنَّ لَكَ أَجْرَيْنِ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجَلْ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيبُهُ أَذًى مِنْ مَرَضٍ فَمَا سِوَاهُ إِلَّا حَطَّ اللهُ بِهِ سَيِّئَاتِهِ كَمَا تَحُطُّ الشَّجَرَةُ وَرَقَهَا [رواه مسلم].

Dari al-Harits bin Suwaid dari 'Abdullah (diriwayatkan) ia berkata: Aku datang mengunjungi Rasulullah saw ketika beliau sakit, lalu kuraba beliau seraya berkata: Ya, Rasulullah. Demam anda bertambah keras. Jawab beliau: Memang demamku sama dengan demam dua orang dari kalian. Kataku pula: Semoga anda mendapat pahala berganda pula. Jawab beliau: Semoga demikian. Kemudian beliau bersabda: Tidak ada seorang muslim yang ditimpa cobaan berupa sakit dan sebagainya, melainkan dihapuskan oleh Allah dosa-dosanya, seperti sebatang pohon yang menggugurkan daunnya [H.R. Muslim No. 4669].

Adapun mengenai takziyah atau melayat jenazah orang yang meninggal karena Covid-19, sebenarnya tetap dibolehkan, karena adanya anjuran bagi tetangga dan sanak keluarga untuk melayat dengan maksud menghibur keluarga yang ditinggal mati, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut ini,

عَنِ الْأَسْوَدِ عَنْ عَبْدِ اللهِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ مَنْ عَزَّى مُصَابًا فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ [رواه ابن ماجه والتّرمذي]

Dari Aswad dari Abdillah (diriwayatkan) dari Nabi saw. ia bersabda: Barangsiapa bertakyizah kepada orang yang tertimpa musibah, maka ia akan mendapatkan pahala sebagaimana pahalanya [H.R. Ibnu Majah dan at-Tirmidzi].

Namun demikian, dalam situasi pandemi seperti sekarang ini takziyah diharuskan mengikuti protokol kesehatan yang berlaku. Bahkan jika keluarga juga sedang isolasi mandiri karena sedang tepapar Covid-19, maka tidak boleh bertemu langsung karena ada risiko terjadi penularan, sehingga cukup dari jarak jauh, melalui media daring atau menunggu sampai selesai isolasi mandiri.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa orang mati karena Covid-19 termasuk dalam kategori syahid akhirat, yaitu syahid dalam hal pahala, namun tidak diperlakukan sebagaimana syahid karena peperangan, yakni tetap dimandikan dan dikafani, dengan mengikuti protokol kesehatan yang berlaku dan dilakukan oleh petugas berwenang. Atas kasih sayang Allah mereka akan mendapatkan pahala syahid, dengan syarat memenuhi beberapa ketentuan di atas, seperti beriman, bersabar, ikhtiar dan berserah diri kepada Allah.

Hal ini karena cobaan pasien Covid-19 tidaklah mudah, mereka harus melakukan isolasi mandiri atau dikarantina di tempat tertentu karena risiko penularan yang tinggi. Bahkan pada kasus yang berat harus menjalani perawatan maksimal di rumah sakit. Jadi tidak mengherankan jika cobaan pasien Covid-19 dapat menjadi ladang pahala bahkan mendapatkan pahala syahid baginya. Namun jika seseorang meninggal karena Covid-19 disebabkan tidak mau menaati, abai atau bahkan menentang protokol kesehatan, maka ia tidak tergolong mati syahid karena membahayakan diri sendiri dan orang lain.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sumber: Majalah SM No 06 Tahun 2022


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Tanya Jawab Agama

Zakat Infak Shadaqah untuk Persyarikatan Pertanyaan: Assalamu ‘alaikum wr. wb. Kami ingin m....

Suara Muhammadiyah

29 August 2024

Tanya Jawab Agama

Doa Setelah Shalat Jenazah dan Bacaan Shalawat Sebelum Azan Pertanyaan: Assalamu ‘alaikum wr....

Suara Muhammadiyah

23 July 2025

Tanya Jawab Agama

Sikap Terhadap Ghibah Atau Kebohongan Pertanyaan: Assalamu ‘alaikum Pak Ustadz, saya mau ber....

Suara Muhammadiyah

26 August 2024

Tanya Jawab Agama

Guru Non Muslim Mengajar di Sekolah Muhammadiyah Tidak Berbusana Muslimah Pertanyaan: Assalamu &ls....

Suara Muhammadiyah

26 October 2024

Tanya Jawab Agama

Shalat Ketika Sakit (Shalatnya Penyandang Stoma) Pertanyaan Assalamu ‘alaikum wr.wb. Saya p....

Suara Muhammadiyah

12 February 2025

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah