Menjaga Keberlangsungan Pendidikan Muhammadiyah

Publish

20 May 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
64
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Oleh: Dr Hidayatulloh, MSi, Rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Sebelum mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah pada tahun 1912, KH Ahmad Dahlan terlebih dahulu mendirikan sekolah. Sekolah pertama yang didirikan adalah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah (MIDI) pada tanggal 1 Desember 1911 di Kauman, Yogyakarta.

MIDI merupakan sekolah agama modern yang menggabungkan keunggulan pendidikan agama di pondok pesantren dan keunggulan pendidikan umum di sekolah Belanda. Pendirian sekolah agama modern ini dilakukan oleh KH Ahmad Dahlan sebagai respons positif atas kondisi masyarakat, khususnya kaum pribumi yang kehidupannya masih terbelakang dengan indikator kebodohan, kemiskinan, dan terpinggirkan.

KH Ahmad Dahlan meyakini betul bahwa dengan pendidikan yang diberikan kepada mereka akan bisa merubah keadaan masyarakat tersebut menjadi berkembang dan maju. Pendirian Muhammadiyah pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 November 1912 M, turut mempercepat perkembangan lembaga pendidikan Muhammadiyah.

Selain itu di kalangan masyarakat juga ada kebutuhan baru akan lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran yang mengintegrasikan pengetahuan agama dan pengetahuan umum. Gerakan Muhammadiyah di bidang pendidikan ini mendapat sambutan hangat dari masyarakat luas, sehingga berdirilah sekolah-sekolah Muhammadiyah di berbagai daerah, antara lain: di Karangkajen (1913), Lempuyangan (1915), dan Pasargede (1916).

Pada tahun 1920 Madrasah Ibtidaiyah Diniyah di pindah ke Suronatan, karena gedung yang lama tidak lagi cukup untuk menampung siswa yang jumlahnya terus bertambah. Sekolah yang baru di Suronatan ini dikhususkan untuk siswa putra, sementara siswa putri masih tetap di sekolah lama di Kauman, yang kemudian sekolah ini diberi nama Sekolah Pawiyatan Muhammadiyah. Sampai dengan tahun 1920 jumlah siswa di sekolah-sekolah Muhammadiyah mengalami peningkatan, pada tahun ini terdapat 787 siswa dengan 32 guru.

Perkembangan sekolah-sekolah Muhammadiyah mengalami “booming” setelah Pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan yang membolehkan pendirian cabang-cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta pada tahun 1921. Dengan keluarnya peraturan baru ini, Muhammadiyah melakukan restrukturisasi organisasi, dimana urusan sekolah yang semula ditangani langsung oleh Ahmad Dahlan, kemudian ditangani oleh Bagian Sekolah.

Pada tahun 1923 Muhammadiyah telah memiliki 14 cabang yang tersebar di 5 (lima) provinsi, yaitu: Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jakarta. (Abuddin Nata, 2005). 

Perkembangan lembaga pendidikan Muhammadiyah berjalan terus dan meluas di seluruh wilayah Indonesia dan dibeberapa negara di luar negeri, anata lain di Mesir, Malaysia, Singapore, Australia, dan lain-lain. Jumlah lembaga pendidikan Muhammadiyah dan ’Aisyiyah terus mengalami perkembangan.

Sampai dengan tahun 2024, secara kuantitatif jumlah lembaga pendidikan yang di kelola Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah tidak kurang dari 28.646 lembaga pendidikan, terdiri dari TK/PAUD sebanyak 23.000 lembaga, SD/MI sebanyak 2.453 lembaga, SMP/MTs sebanyak 1.599 lembaga, SMA/MA/SMK sebanyak 1294 lembaga, Pondok Pesantren sebanyak 67 lembaga, dan PTMA sebanyak 163 lembaga, dan SLB sebanyak 71 lembaga. (Suaramuhammadiyah.id dan wartaptm.id). 

Jumlah lembaga pendidikan Muhammadiyah yang sangat besar itu perlu dijaga keberlangsungannya. Ini terasa penting karena saat ini banyak lembaga pendidikan Muhammadiyah yang kekurangan murid dan mahasiswa, meskipun di sebagian yang lain masih sangat besar animo calon murid dan mahasiswa yang mendaftar.

Problem berkurangnya jumlah murid dan mahasiswa tersebut bisa diatasi dengan menumbuhkan semangat kebersamaan antar lembaga pendidikan Muhammadiyah. Ada empat langkah yang perlu dilakukan oleh masing-masing lembaga pendidikan, yaitu: (1) meningkatkan mutu layanan pendidikan yang di selenggarakan di masing-masing jenjang. (2) melakukan promosi keunggulan lembaga pendidikan di atasnya kepada para murid dan wali muridnya.

(3) mengarahkan lulusan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang di atasnya pada lembaga pendidikan Muhammadiyah. Dan (4) lembaga pendidikan yang di atas memberikan bimbingan dan dukungan kepada lembaga pendidikan di bawahnya.

Secara berurutan diharapkan terjadi proses yang nyambung bahwa sebagian besar lulusan  dari TK/PAUD ‘Aisyiyah melanjutkan ke SDM/MIM, lulusan SDM/MIM melanjutkan ke SMPM/MTsM, lulusan SMPM/MTsM melanjutkan ke SMAM/MAM/SMKM, dan lulusan SMAM/MAM/SMKM melanjutkan ke PTMA.

Jika pola ini bisa dijalankan oleh semua pimpinan dan anggota tim yang ada di lembaga pendidikan, maka keberlangsungan pendidikan Muhammadiyah akan terjaga dengan baik. Tentu selain itu juga perlu membangun jaringan yang lebih luas lagi dengan berbagai lembaga pendidikan di luar Muhammadiyah. 


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Shalat dan Berkurban sebagai Wujud Syukur Oleh: Mohammad Fakhrudin Sebagai muslim mukmin menyadari....

Suara Muhammadiyah

25 May 2024

Wawasan

Pengasuhan Generasi Strawberry Oleh: Eko Priyo Agus Nugroho, M.Pd, Majelis Pembinaan Kader DIY Di ....

Suara Muhammadiyah

17 August 2024

Wawasan

Oleh: Agusliadi Massere Cara menjalani kehidupan dan untuk memenuhi kebutuhan serta mencapai harapa....

Suara Muhammadiyah

22 January 2024

Wawasan

Martir Hijab Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Saya ingin menuli....

Suara Muhammadiyah

29 July 2024

Wawasan

Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah (30) Oleh: Mohammad Fakhrudin (warga Muhammadiyah tinggal di M....

Suara Muhammadiyah

28 March 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah