Muhammadiyah dan Gerakan Anti Korupsi

Publish

15 August 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
54
Dok Istimewa

Dok Istimewa

Muhammadiyah dan Gerakan Anti Korupsi: Menegakkan Integritas untuk Indonesia Bermartabat

Oleh: Soleh Amini Yahman, Drs. Soleh Amini. MSI. Psikolog. Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Anggota pengurus Majelis Pustaka Informasi (MPI) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Surakarta

“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188)

Di tengah gelombang besar persoalan bangsa, Muhammadiyah berdiri dengan sikap yang tegas: korupsi adalah bentuk kezaliman struktural yang harus diperangi tanpa kompromi. Bagi Muhammadiyah, amanah adalah nilai suci yang tidak boleh dikhianati, terlebih ketika menyangkut hajat hidup orang banyak. Di saat sebagian masyarakat mulai terbiasa dengan praktik “uang pelicin” atau permainan kekuasaan yang menguntungkan kelompok tertentu, Muhammadiyah menegaskan bahwa integritas adalah pondasi peradaban berkemajuan. Komitmen ini tidak hanya berhenti pada seruan moral, tetapi diwujudkan dalam langkah nyata menjaga kebersihan tata kelola Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) dan berkontribusi dalam gerakan nasional pemberantasan korupsi.

Korupsi adalah penyakit sosial yang tidak hanya merusak sendi-sendi pemerintahan, tetapi juga menulari cara pandang dan perilaku masyarakat.  Di Indonesia, fenomena ini telah mengakar sedemikian dalam sehingga bagi sebagian orang, korupsi tidak lagi dianggap sebagai perilaku menyimpang, melainkan sekadar “bagian dari permainan” yang harus dijalani untuk bertahan hidup atau meraih sukses.

Pertanyaan yang terus menghantui kita adalah mengapa orang tetap melakukan korupsi, meskipun mereka tahu perbuatan itu salah dan berisiko tinggi?  Menjawab pertanyaan ini berarti menembus lapisan-lapisan penyebab mulai dari logika pribadi, kelemahan sistem, hingga faktor budaya yang membentuk cara berpikir kolektif kita.

Ahli psikologi kriminologi John S. Carroll menjelaskan korupsi kerap lahir dari proses pengambilan keputusan yang rasional. Pelaku tidak selalu bertindak secara impulsif, melainkan menimbang untung-rugi layaknya perhitungan bisnis. Ada lima faktor yang memengaruhi yaitu ; manfaat subjektif, peluang keberhasilan, besarnya keuntungan, peluang kegagalan, dan ancaman kerugian.

Dalam realitas Indonesia, kelima faktor ini berjalan di tengah birokrasi yang lemah dalam pengawasan, minim transparansi, dan penuh celah hukum. Peluang keberhasilan terasa besar, ancaman hukuman kecil, keuntungan menggiurkan, dan kerugian dapat dinegosiasikan dengan “jalan belakang”.

Selain faktor rasional, budaya ikut memperkuat perilaku koruptif. Praktik “uang pelicin” atau pemberian hadiah sering dianggap wajar, bahkan sebagai bentuk sopan santun. 
Budaya patronase dan nepotisme menjadikan loyalitas pribadi lebih penting daripada aturan. Warisan feodalisme masa lalu berpadu dengan arus globalisasi yang membawa nilai materialistik-individualistik, melahirkan perilaku korupsi yang semakin agresif dan sistemik.

Sayangnya, pendidikan moral sering kali hanya menjadi formalitas, sementara keteladanan pemimpin publik justru memberi sinyal sebaliknya. Tokoh yang pernah tersandung kasus korupsi tetap dihormati, bahkan kembali dipilih, sehingga masyarakat belajar bahwa korupsi bukanlah dosa sosial yang memalukan.

Di tengah situasi seperti ini, Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia menegaskan sikap tegas : korupsi adalah bentuk kezaliman dan pengkhianatan terhadap amanah. Dengan prinsip amar ma’ruf nahi munkar, Muhammadiyah memandang korupsi sebagai musuh bersama yang harus diperangi dengan kesungguhan, baik di ranah publik maupun internal.

Dalam konteks Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) yang mencakup sekolah, rumah sakit, perguruan tinggi, dan berbagai unit usaha lainnya, isu korupsi menjadi perhatian serius. Sebagai organisasi yang mengelola ribuan lembaga dengan jutaan penerima manfaat, Muhammadiyah menyadari betul bahwa integritas pengelolaan menjadi kunci utama keberlanjutan dakwah dan pelayanan.

Sikap Muhammadiyah terhadap korupsi di internal AUM diwujudkan melalui berbagai kebijakan dan mekanisme pencegahan. Pertama, memperkuat tata kelola organisasi berbasis transparansi dan akuntabilitas. Laporan keuangan secara rutin diaudit oleh lembaga independen, dan hasilnya dilaporkan secara terbuka kepada warga Muhammadiyah. Kedua, menegakkan disiplin organisasi dengan sanksi tegas bagi pelaku penyalahgunaan wewenang atau dana. Muhammadiyah tidak mentolerir praktik-praktik yang merugikan lembaga, meskipun dilakukan oleh kader atau pimpinan internal. Ketiga, membangun budaya antikorupsi melalui pendidikan kader dan pelatihan manajemen amanah bagi pengelola AUM. Nilai-nilai Islam tentang kejujuran, amanah, dan tanggung jawab menjadi materi pokok dalam pembinaan. 

Selain itu, Muhammadiyah aktif mengkampanyekan gerakan antikorupsi di ruang publik, bermitra dengan KPK, lembaga negara, dan organisasi masyarakat sipil lainnya. Langkah ini menunjukkan bahwa komitmen Muhammadiyah terhadap pemberantasan korupsi tidak hanya bersifat internal, tetapi juga kontribusi nyata untuk bangsa. 

Dengan strategi yang komprehensif, mulai dari penguatan sistem, penegakan hukum internal, hingga pendidikan nilai, Muhammadiyah berupaya memastikan bahwa seluruh Amal Usaha berjalan sesuai prinsip Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Harapannya, AUM dapat menjadi teladan tata kelola yang bersih, profesional, dan berintegritas, sehingga mampu memberikan manfaat optimal bagi umat dan bangsa.

Selain menjaga kebersihan internal, Muhammadiyah juga aktif mengampanyekan gerakan antikorupsi di ruang publik, bermitra secara intensif dengan KPK, lembaga negara, dan organisasi masyarakat sipil. Sikap ini menunjukkan bahwa komitmen Muhammadiyah bukan hanya untuk dirinya, tetapi juga kontribusi nyata bagi bangsa.

Muhammadiyah percaya bahwa memberantas korupsi tidak cukup dengan hukum yang tegas, tetapi harus diiringi pembentukan budaya integritas. Sistem harus dirancang agar peluang korupsi kecil, risiko kegagalan besar, dan kerugian yang dihadapi pelaku jauh lebih berat daripada keuntungannya. Lebih dari itu, kesadaran kolektif perlu dibangun bahwa korupsi adalah pengkhianatan terhadap martabat bangsa. Korupsi adalah cermin yang merefleksikan siapa kita sebagai bangsa.  Jika budaya permisif terus dibiarkan, kita sedang menulis masa depan yang rapuh. Tetapi jika kita berani mengubah budaya, memperkuat integritas, dan menutup celah-celah sistemik seperti yang terus diupayakan Muhammadiyah di lingkup amal usahanya kita sedang menyiapkan pondasi bagi Indonesia yang bermartabat, bersih, dan berkemajuan.

Muhammadiyah memahami bahwa jihad melawan korupsi tidak cukup hanya dengan ceramah atau seruan moral. Perlu dibangun sistem yang kokoh, mekanisme pengawasan yang ketat, dan budaya organisasi yang menolak segala bentuk penyimpangan. Di tingkat amal usaha, prinsip akuntabilitas dan transparansi menjadi keniscayaan. Pengelolaan keuangan harus terdokumentasi dengan rapi, terbuka untuk audit, dan bebas dari konflik kepentingan. Para pengelola amal usaha, baik di sekolah, rumah sakit, maupun unit usaha lainnya, wajib menempatkan kepentingan umat di atas kepentingan pribadi atau kelompok.

Komitmen ini sejalan dengan tuntunan Al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad SAW. Dalam QS. An-Nisa ayat 58, Allah memerintahkan untuk menunaikan amanah kepada yang berhak dan menetapkan hukum dengan adil. Rasulullah pun telah memberi teladan bahwa jabatan adalah amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Dengan landasan ini, Muhammadiyah menegaskan bahwa setiap rupiah yang dikelola adalah titipan umat dan harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemaslahatan bersama.

Dalam konteks kebangsaan, Muhammadiyah juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersinergi memberantas korupsi. Tidak cukup hanya mengandalkan aparat penegak hukum, gerakan antikorupsi harus menjadi budaya kolektif. Pendidikan antikorupsi perlu ditanamkan sejak dini di sekolah-sekolah Muhammadiyah, agar generasi muda tumbuh dengan kesadaran moral dan keberanian untuk berkata “tidak” pada setiap bentuk kecurangan.

Bagi Muhammadiyah Jihad antikorupsi ini bukan sekadar agenda internal, melainkan bagian dari kontribusi Muhammadiyah untuk membangun bangsa yang bersih, berkeadilan, dan berkeadaban. Sebab, hanya dengan integritas yang terjaga, perjuangan mewujudkan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur dapat tercapai.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Hikmah Hijrah (Serial Kehidupan SAW)  Oleh : Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Univers....

Suara Muhammadiyah

27 September 2024

Wawasan

Mestakung Pendidikan Bermutu Untuk Semua Oleh: Wiguna Yuniarsih, Wakil Kepala SMK Muhammadiyah 1 Ci....

Suara Muhammadiyah

4 May 2025

Wawasan

Milad 66 Uhamka: Merenda Peradaban Berkemajuan Oleh: Prof. Dr. Abdul Rahman A. Ghani Momen Ulang t....

Suara Muhammadiyah

17 November 2023

Wawasan

Takdir, Ikhtiar, dan Kematian dalam Al-Qur`an Oleh: Donny Syofyan/Dosen Fakultas Ilmu Budaya Univer....

Suara Muhammadiyah

24 February 2025

Wawasan

Untuk Apa Keuangan Kas Masjid? Oleh: Idham Okalaksana Putra, UIN Sunan Ampel Surabaya, Surabaya Se....

Suara Muhammadiyah

19 March 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah