Muslim Penebar Kedamaian bagi Tetangga
Oleh: Mohammad Fakhrudin
Artikel ini merupakan pengembangan dari artikel yang berjudul “Memuliakan Tetangga”yang telah dipublikasi di Suara Muhammadiyah online, 20 Agustus 2022. Berkenaan dengan itu, silakan baca juga artikel tersebut.
Di dalam Himpunan Putusan Tarjih Jilid 3 hlm.456 dikemukakan bahwa salah satu perilaku hidup bertetangga adalah memperlakukan tetangga dengan sebaik-baiknya misalnya dengan menebar salam. Menebar salam atau kedamaian merupakan salah satu bentuk berbuat baik kepada tetangga.
Sudah menjadi pemahaman umum bahwa menebar kedamaian tidak hanya dengan mengucapkan salam, tetapi juga dengan perbuatan. Kedua-duanya tidak dapat dipisahkan.
Perintah Berbuat Baik kepada Tetangga
1. QS an-Nisa (4): 36
۞ وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّبِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْجَارِ ذِى الْقُرْبٰى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْۢبِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ وَمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُوْرًاۙ
"Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua; karib kerabat; anak-anak yatim; orang-orang miskin; tetangga dekat dan tetangga jauh; teman sejawat; ibnu sabil, dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.”
2. HR Muslim
ومَن كانَ يُؤْمِنُ باللَّهِ والْيَومِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جارَهُ، ومَن كانَ يُؤْمِنُ باللَّهِ والْيَومِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
"Siapa pun yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya, dan siapa pun yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya."
Perintah Menebar Kedamaian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru manusia, bukan hanya muslim mukmin, untuk menebar kedamaian. Hal itu dapat kita ketahui, misalnya, di dalam hadis berikut.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا السَّلاَمَ وَأَطْعِمُواْ الطَّعَامَ وَصِلُوا اْلأَرْحَامَ وَصَلُّواْبِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلاَمٍ
“Hai umat manusia, syiarkanlah salam, hubungkanlah silaturahim, menjamu makanlah, dan salat malamlah kamu pada waktu orang lain tidur, niscaya kamu akan masuk surga dengan selamat sejahtera.” (HR Tirmizi, HR Ibnu Majah, HR Ahmad, HR ad-Darimi, dan HR al-Hakim)
Dalam pengamalannya, ketika bertemu dengan anak cucu tetangga (yang masih kecil), banyak orang tua yang tidak menyapa apalagi berucap salam, padahal Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berucap salam kepada anak-anak. Hal itu dapat kita ketahui di dalam hadis berikut.
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ مَرَّ عَلَى صِبْيَانٍ فَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ وَقَالَ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْعَلُهُ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
"Dari Anas radiyallahu ‘anhu, ia melewati anak-anak, maka ia mengucapkan salam kepada mereka dan berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukannya.” (Muttafaq ‘alaih)
Luar biasa mulianya akhlak Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kita wajib mencontohnya. Semua yang dilakukannya pasti bermanfaat besar bagi umatnya.
Dengan berucap salam kepada anak-anak, beliau mendidik anak-anak agar berucap salam juga ketika bertemu dengan sesama muslim sepermainan dan ketika bertemu dengan orang tua juga. Dari sisi lain, sesuai dengan arti salam adalah doa, dengan berucap salam, pada dasarnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan anak-anak. Dengan demikian, jika kita berucap salam kepada anak-anak hakikatnya kita pun mendoakannya.
Sementara itu, jika anak-anak tidak menjawab karena belum mengetahui hukum menjawab salam, kita dapat menjelaskan bahwa salam itu doa dan menjawab salam itu wajib. Tentu menjadi bertambah sempurna jika kita “meneladani” (menjadi teladan) dalam hal menjawab salam yang benar.
Jawaban atas salam yang diutamakan adalah jawaban yang lebih baik, sedangkan yang jawaban yang sama merupakan jawaban sekurang-kurangnya. Hal itu dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa ’ala di dalam Al-Qur’an surat an-Nisa (4):86,
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا
“Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu (salam) penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik daripadanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya, Allah memperhitungkan segala sesuatu.”.
Balasan Kebaikan Berucap Salam
Di dalam HR an-Nasai dan HR at-Tirmizi dijelaskan,
عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ. فَرَدَّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ ثُمَّ جَلَسَ، فَقَالَ النَّبِىُّ صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ : «عَشْرٌ ». ثُمَّ جَاءَ آخَرُ فَقَالَ: السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ. فَرَدَّ عَلَيْهِ فَجَلَسَ، فَقَالَ: « عِشْرُونَ ». ثُمَّ جَاءَ آخَرُ فَقَالَ: السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ. فَرَدَّ عَلَيْهِ فَجَلَسَ، فَقَالَ « ثَلاَثُونَ » صحيح رواه أبو داود والترمذي وغيرهما.
"Dari ‘Imran bin Hushain radiyallahu ‘anhu dia berkata, Seorang laki-laki datang kepada Rasûlullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata,
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ
(semoga keselamatan dari Allah tercurah untukmu). Lalu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membalas salam orang tersebut. Kemudian, orang tersebut duduk dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “(Dia mendapatkan) sepuluh kebaikan”.
Kemudian, datang orang lain kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu, dia berucap,
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ
(semoga keselamatan dan rahmat dari Allah tercurah untukmu).
Lalu, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam membalas salam orang tersebut. Kemudian, orang tersebut duduk dan Rasûlullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “(Dia mendapatkan) dua puluh kebaikan”
Kemudian, datang lagi orang lain kepada Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu, dia berucap,
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
(semoga keselamatan, rahmat dan keberkahan dari Allah tercurah untukmu).
Lalu, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam membalas salam orang tersebut. Kemudian, orang tersebut duduk dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “(Dia mendapatkan) tiga puluh kebaikan."
Masyaallah! Betapa luhurnya akhlak yang diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Berdasarkan hadis tersebut, salam yang sempurna dibalas dengan pahala yang sempurna juga.
Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam menyeru kepada muslim mukmin agar kepada umat nonmuslim pun, menebar salam. Tentu kita wajib mengamalkannya sesuai dengan tuntunannya. Kita dapat mengucapkan, "Selamat pagi", "Selamat siang", "Selamat sore" atau "Selamat malam".
Sungguh sangat rugi jika kita menjawab dengan ucapan yang lebih pendek misalnya
a. kum salam
b. salam
Pada saat ini komunikasi dengan tetangga untuk keperluan tertentu dapat kita lakukan dengan WA. Kerugian besar juga jika kita menulis salam dengan menyingkat misalnya
a. Assalamu’alaikum Wr.
Wb.
b. Assalamu’alaikum W. W.
c. Aslmkm Wr. Wb.
d. Aslmkm W W
e. Ass Wr. Wb.
f. Ass W. W.
g. Aslmkm
h. Askum
i. Wa kum
j. Wass
k. WWW
l. W3
(Baca juga: "Ketika Tangan yang Bicara" Suara Muhammadiyah online 13 Mei 2022)
Dari sisi lain, ada hal yang perlu kita renungkan kembali. Jika orang menyingkat tulisan salam yang berisi doa disebabkan oleh kemalasannya, timbul pertanyaan besar: Sopankah orang berdoa dengan kemalasan?
Pada sisi lain lagi ada juga bahan renungan. Bukankah ketika menulis salam secara lengkap, jari bergerak sebanyak huruf yang kita tulis, hati bergetar, dan mulut pun melafalkannya secara sir? Sia-siakah semua itu?
Untuk menjawab salam, agar sempurna, kita ucapkan atau kita tulis misalnya
(1) 'Alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh
atau
(2) Wa 'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh
bukan
(1)a* 'Alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh
atau
(2)a. *Wa 'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh
Berucap atau menulis salam, baik untuk memulai komunikasi maupun untuk menjawab salam sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hakikatnya beribadah. Dengan demikian, pastilah ada pahala yang disediakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi siapa pun yang mengamalkannya.
Sebagaimana kita pahami juga bahwa pada saat tertentu tetangga kita dihadiri oleh orang tuanya atau saudaranya. Mereka pun harus kita perlakukan dengan sebaik-baiknya. Lebih-lebih lagi, jika mereka hadir aktif salat berjamaah di masjid atau musala yang sama.
Sebaliknya, jika kita berkunjung ke rumah orang tua, anak, cucu atau saudara, memperlakukan tetangga mereka dengan sebaik-baiknya pun menjadi kewajiban. Banyak yang dapat kita lakukan. Di antaranya adalah berucap salam, bertegur sapa, dan membawa oleh-oleh sekadarnya.
Hal penting yang tidak boleh kita lupakan adalah larangan mengganggu tetangga, baik dengan ucapan maupun perbuatan. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam HR al-Bukhari bersabda,
وَاللهِ لَا يُؤْمِنُ وَاللهِ لَا يُؤْمِنُ وَاللهِ لَا يُؤْمِنُ قِيلَ وَمَنْ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ الَّذِي لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَايِقَهُ
"Sungguh tidak beriman kepada Allah! Tidak beriman kepada Allah! Tidak beriman kepada Allah!" Para sahabat bertanya, "Siapakah orang tersebut, ya, Rasulullah? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, "Orang yang tetangganya tidak pernah selamat dari gangguannya."
Sementara itu, di dalam HR Muslim dijelaskan,
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ لاَ يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ
“Seorang yang senantiasa mengganggu tetangganya niscaya tidak akan masuk surga.”
Dengan menjadi muslim mukmin penebar kedamaian bagi tetangga sebagai wujud ikhtiar memperlakukan tetangga dengan sebaik-baiknya, insyaallah kerberkahan dari langit dan bumi mengalir deras. Aamiin.