Pemimpin Itu Kadang Kesepian

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
47
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Pemimpin Itu Kadang Kesepian

Oleh: Iu Rusliana, Dosen Program Magister Manajemen (MM) Uhamka Jakarta, Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat

Menjadi pemimpin itu sering dihinggapi kesepian. Duduk paling tinggi, tanpa mitra sejajar yang bersedia mendengar cerita dan hanya bisa mengamini. “Bagaimana ya kalau begini, lalu risikonya bagaimana?” Begitulah pergulatan batin harian dirasakan. Terkuraslah pikiran dan perasaan setiap saat. Mau diungkapkan tidak mudah, apalagi kalau itu sifatnya rahasia.

Jangan biasakan urusan dibahas di bawah meja. Perbanyaklah angkat ke atas meja rapat agar semuanya tahu dan ikut memikirkan. Kecuali yang teknis dan rutin, biarkan mekanisme yang berjalan sejauh sudah dianggap benar dan memberikan layanan prima. Doronglah sistem dalam bentuk pedoman, panduan, petunjuk teknis, pedoman operasional dan standar. Beban itu sebagian besar akan dilepaskan ke sistem. 

Apalagi kalau kita tidak memiliki tandem debat dan diskusi untuk menghasilkan keputusan terbaik multi perspektif. Jadilah berjalan sendiri, sesuka hati. Ini bahaya bagi pemimpin publik. Bagaimanapun apa yang disampaikannya adalah titah yang wajib dilakukan staf di bawahnya. 

Sementara itu, kemampuan penalarannya terbatas seiring menggunungnya urusan yang harus diputuskan. Jika pun cerdas, kelelahan dan lupa itu mungkin dan wajar. Hati-hati juga dengan staf yang kadang-kadang menyelipkan surat keputusan di dalam berkas yang harus ditandatangani. Kita tidak sempat membacanya, ditandatanganilah. Jika sudah beredar, ributlah internal dan eksternal organisasi. Kita sendiri tidak sadar telah ditipu mentah anak buah. Mereka menelikung dengan kepentingannya. 

Jangan sampai keputusan dilakukan tanpa pengkajian mendalam. Akhirnya, bagi publik, menjadi keputusan yang kesannya ugal-ugalan. Di situlah pentingnya lingkaran tim ahli, memberikan masukan dan kajian mendalam suatu rencana kebijakan. 

Kesepian karena tidak memiliki teman bicara yang setara. Mungkin juga mau bercerita, tetapi takut salah dan dimanfaatkan bawahan. Bingung dan khawatir salah melangkah. Para penasihat dan tim inti kadang-kadang punya kepentingan terselubung.  Padahal, pada diri pemimpin itu ada keinginan pribadi, tetapi mendapatkan penolakan. Sementara itu, melekat pada dirinya banyak harapan dan kepentingan yang mendekat. 

Ingin otoriter tidaklah mudah. Apalagi jika baru saja ditugaskan di tempat baru. Belum hafal peta, siapa dan orang siapa, dari mana. Salah melangkah, bisa jatuhlah dia. Ternyata yang dilawan itu naga yang berdiam diri, pemimpin informal yang kuat pengaruhnya di lingkungan organisasi. Itulah pentingya komunikasi organisasi. Datang dan mendengarkan itu kunci harmonisnya pimpinan dan pasukannya dalam organisasi. Jangan pasif, apalagi merasa diperlukan. Ketika komunikasi ada hambatan, lama-lama menjadi ledakan, konflik, dan perpecahan terbuka.

Agar tidak kesepian, aktiflah berkomunikasi, rendah hati, dan dengarkan. The power of listening, begitulah adagium dalam ilmu kepemimpinan dan komunikasi. Perusahaan raksasa di dunia yang sanggup bertahan puluhan hingga ratusan tahun, para pemimpin eksekutif tertingginya (CEO) menyediakan waktu sehari dalam seminggu untuk bertemu konsumen. Mendengarkan dengan sungguh-sungguh, masukan, dan aspirasi. Vitamin terbaik untuk terus memperbaiki diri. Mereka yang adaptatif dan menari dalam perubahan akan selalu menjadi yang terdepan dan terbaik. Mereka yang puas dengan kondisi, lambat beradaptasi, akan tergerus perubahan itu sendiri. 

Komunikasi adalah kunci. Hadé ku omong, goréng ku omong (baik dan buruknya sesuatu itu dengan komunikasi). Komunikasi itu mengandaikan kesetaraan. Komunikasi yang tak setara melahirkan instruksi dan intimidasi. Banyak prasangka yang terklarifikasi. Harapan pun akan dapat terungkapkan. Kecewa pasca-berbicara wajar saja kalau tidak diterima. Namun, hati lega jika keinginan dapat disampaikan. Lalu, kita berkompromi dengan keadaan. Jika sama-sama tidak mengalah, bukannya akan ada yang menang, yang ada semuanya kalah.

Kaku dan normatif bukanlah pilihan. Bagi Anda yang ada di posisi puncak, di atas regulasi itu kebijaksanaan. Pada Anda yang memimpin di level menengah dan bawah, patuh regulasi adalah prinsipnya. Apabila ada arahan dari yang di atas, pikirkanlah jalan keluarnya agar tidak menabrak aturan. Jangan kaku, apalagi merasa benar atau menyelamatkan diri sendiri. Ada banyak aspirasi yang harus Anda hadapi. Salah menyikapi, tergelincirlah Anda pada nasib yang kurang baik, kasus hukum, atau demosi. 

Menari di antara kepentingan, harapan, dan aspirasi. Sekiranya harus dibantu, bantulah. Apabila jelas melanggar aturan, tolaklah dengan halus. Sekali-kali buang badan saja kepada bawahan atau atasan. Apalagi kalau kita tidak punya kewenangan, jangan dipaksakan. Masuk ke arena kekuasaan orang lain tidak mudah. Perlu ruang negosiasi yang kadang-kadang susah. 

Hanya saja perlu dicatat, kalau mau menolak, jangan vulgar. Teman kita mengerti bahwa itu salah. Namun, menyalahkan terbuka dan menolak keras tidaklah bijaksana. Hidup itu banyak bertukar kepentingan, ada saat kita menolong, ada situasi di mana dibantu. Luwes dan tegaslah dalam situasi bersamaan. Ingatlah jalan masih panjang dan nasib kita tidak diketahui di masa depan. Kini berkuasa, boleh jadi dalam beberapa hari berubah posisi. Jangan dikesani arogan saat memimpin, tetapi penghamba jabatan ketika tunakuasa.  “Aduh, mohon maaf, itu bukan kewenangan. Tapi, akan dicoba ya, semoga ada jalan. Aku tidak bisa janji ya, tetapi akan diusahakan yang terbaik.” Kalimat ini mungkin pas disampaikan saat mau menolak atau mengakui bahwa kita belum tentu bisa membantu. Memberikan jawaban yang realistis.

Daya saring yang kritis menjadi kunci lainnya. Walau dalam tumpukan urusan yang mendesak, kadang-kadang jebol juga. Kurang tersaring, lolos begitu saja. Kaget dan kesal saat keputusan muncul di publik. Inilah pentingnya punya orang kepercayaan yang baik dan tulus. Jika sekadar staf tukang ketik pun, perlakukan mereka dengan baik. Jangan segan meminta masukan sisi lain, opini berbeda. Keputusan itu hendaknya diambil dari data dan fakta yang komprehensif. Pahit manis asam dan asin harus dirasakan agar bisa menyimpulkan dengan baik. Ibarat puzle yang harus dirangkai menjadi gambaran utuh. Jangan grasak-grusuk, sedikit tenang, tetapi pastikan jangan terlambat juga. Terlalu banyak pertimbangan juga tidak baik, apalagi kalau risikonya kecil.    

Fokus pada tanggungjawab. Karena pada kesepian akan ditemukan kebahagiaan ketika dapat memberikan senyum senang mereka yang dibantu oleh kebijakan kita. Perbanyak teman yang tulus dan punya komitmen. Kalau bertanggung jawab, akan banyak orang yang mau berkawan dan mau didengarkan karena kita dapat diandalkan. Ibarat melangkah di jalan sunyi, jika itu benar, teruslah berjalan dengan keyakinan. Namun, semuanya dikomunikasikan, agar yang mengikuti tahu betul posisi dan apa yang harus dilakukan. Wallaahu’alam. 

 


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Kenakalan Remaja Sebuah Refleksi Keadaan Bangsa  Oleh: Dr. Amalia Irfani, M. Si, LPPA PWA Kalb....

Suara Muhammadiyah

31 March 2024

Wawasan

Upaya IMM dalam Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Oleh: Hendra Apriyadi Kekerasan di satuan pend....

Suara Muhammadiyah

17 October 2023

Wawasan

Pesan Kakek untuk Sang Presiden  Oleh: Ahsan Jamet Hamidi, Wakil Sekretaris LPCRPM Pimpinan Pu....

Suara Muhammadiyah

22 November 2024

Wawasan

Nyadran, Sadranan dan Ziarah Oleh: Khafid Sirotudin, LP UMKM PWM Jawa Tengah Selasa pagi, 11 Febru....

Suara Muhammadiyah

14 February 2025

Wawasan

Mewujudkan Guru Profesional Oleh Wiguna Yuniarsih, Wakil Kepala SMK Muhammadiyah 1 Ciputat Tan....

Suara Muhammadiyah

4 November 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah