Perilaku Muslim Mukmin yang Taat pada Ululamri karena Allah Subhanahu wa Ta’ala

Publish

11 November 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
124
Sumber:Freepik

Sumber:Freepik

Perilaku Muslim Mukmin yang Taat pada Ululamri karena Allah Subhanahu wa Ta’ala

Oleh: Mohammad Fakhrudin

Di dalam artikel “Muslim Mukmin yang Mengikuti Peraturan dan Undang-Undang” yang telah dipublikasi di Suara Muhammadiyah online edisi 5 November 2025 ditegaskan bahwa setiap muslim mukmin wajib taat pada ululamri sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur’an surat an-Nisa (4):59. 

Berkaitan dengan ketaatan pada ululamri, ada persoalan yang perlu kita pahami lebih lengkap, yakni perilaku muslim mukmin yang taat pada ululamri. Secara umum perilaku muslim mukmin dapat dikaitkan dengan motivasinya. Demikian pula perilaku dalam ketaatannya pada ululamri. 

Motivasi ketaatan muslim mukmin pada ululamri bermacam-macam. Ada yang taat karena Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Ada yang taat karena kesamaan cara berpikir dan bersikap. Ada yang taat karena keterikatan emosi. Ada pula yang taat karena keterpaksaan.

Ketaatan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala

Ketaatan pada ululamri yang dilandasi oleh ketaatan pada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya merupakan ibadah. Ketaatan yang demikian pasti dilandasi iman dan takwa. Oleh karena itu, ketaatan yang demikianlah yang harus kita lakukan. 

Harus kita sadari bahwa ujian pasti dialamai oleh siapa pun, termasuk orang yang beriman. Hal itu dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an misalnya di dalam surat al-Baqarah (2):214

أَمۡ حَسِبۡتُمۡ أَن تَدۡخُلُواْ ٱلۡجَنَّةَ وَلَمَّا يَأۡتِكُم مَّثَلُ ٱلَّذِينَ خَلَوۡاْ مِن قَبۡلِكُمۖ مَّسَّتۡهُمُ ٱلۡبَأۡسَآءُ وَٱلضَّرَّآءُ وَزُلۡزِلُواْ حَتَّىٰ يَقُولَ ٱلرَّسُولُ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَعَهُۥ مَتَىٰ نَصۡرُ ٱللَّهِۗ أَلَآ إِنَّ نَصۡرَ ٱللَّهِ قَرِيبٞ 

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan, dan diguncang (dengan berbagai cobaan) sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, “Kapankah datang pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya, pertolongan Allah itu dekat”.

Ululamri yang kita taati berdasarkan iman dan takwa kepada Allah Subhanahu dan Rasul-Nya adalah ululamri yang beriman dan takwa kepada Allah Subhanahu dan Rasul-Nya juga. Menurut Muhammadiyah, ada tujuh kriteria pemimpin (dalam konteks ini pemimpin dalam arti umum) yang ideal, yaitu (1) berintegritas, (2) amanah, (3) populis, (4) visioner, (5) berjiwa negarawan, (6) mampu menjalin hubungan, dan (7) reformis. 

Kiranya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa ululamri yang memenuhi ketujuh kriteria tersebut adalah ululamri yang beriman dan bertakwa, yang mencontoh kepemimpinan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tentu harus kita sadari tidak mungkin ada manusia biasa yang dapat mengamalkan kepemimpinan beliau secara utuh. Tidak ada ululamri sesempurna beliau!

Berani Berkata yang Benar

Ketaatan muslim mukmin pada ululamri yang dilandasi keimanan dan ketakwaannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya, menimbulkan keberanian mengingatkan jika terjadi kekhilafan pada ululamri. Dengan keimanan dan ketakwaannya itu pula dia mengingatkan ululamri dengan cara yang sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan as-Sunnah misalnya dengan merujuk surat an-Nahl (16):125.

Dia berani mengatakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah sekalipun kepada penguasa. Memang begitulah seharusnya muslim mukmin jika mengetahui bahwa telah terjadi kekhilafan pada ululamri. Tindakan muslim mukmin tersebut sesuai dengan hadis dari Abu Sa’id al-Khudri, 

أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ

“Jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran (berkata yang baik) di hadapan penguasa yang zalim.” (HR Abu Daud, Tirmizi, Ibnu Majah). 

Dalam hubungan dengan perilaku berani berkata yang benar kepada penguasa yang zalim, Muhammadiyah telah mengamalkan hadis tersebut. Muhammadiyah selalu kritis terhadap kezaliman. Pembatalan  Undang-Undang Sumber Daya Air dan pembatalan beberapa pasal di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas oleh Mahkamah Konstitusi merupakan contoh bahwa Muhammadiyah berani berkata benar.

Sikap kritis tersebut dilandasi oleh sabda Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam, antara lain, sebagaimana dijelaskan hadis berikut. 

عَنْ كَعْبٍ بْنِ عُجْرَةَ قاَلَ: خَرَجَ إِلَيْنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَنَحْنُ تِسْعَةٌ خَمْسَةٌ وَ أَرْبَعَةٌ أَحَدُ الْعَدَدَيْنِ مِنَ الْعَرَبِ وَاْلآخَرُ مِنَ اْلعَجَمِ فَقَالَ إِسْمَعُوْا هَلْ سَمِعْتُمْ أَنَّهُ سَيَكُوْنُ بَعْدِيْ أُمَرَاءُ فَمَنْ دَخَلَ عَلَيْهِمْ فَصَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُ وَلَيْسَ بِوَارِدٍ عَلَيَّ الْحَوْضَ وَمَنْ لَمْ يَدْخُلْ عَلَيْهِمْ وَلَم يُعِنْهمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ وَلَمْ يُصَدِّقْهُمْ بِكَذِبِهِمْ فَهُوَ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُ وَهُوَ وَارِدٌ عَلَيَّ الْحَوْضَ.

“Dari Ka’ab bin ‘Ujrah (diriwayatkan) ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghampiri kami, kami berjumlah sembilan, lima, dan empat. Salah satu bilangan (kelompok) dari Arab sementara yang lain dari ‘Ajam. Beliau bersabda, Dengarkan, apa kalian telah mendengar bahwa sepeninggalku nanti akan ada pemimpin-pemimpin, barang siapa yang memasuki (berpihak kepada) mereka lalu membenarkan kedustaan mereka serta menolong kezaliman mereka, ia tidak termasuk golonganku dan tidak akan mendatangi telagaku. Barang siapa tidak memasuki (berpihak kepada) mereka, tidak membantu kezaliman mereka dan tidak membenarkan kedustaan mereka, ia termasuk golonganku, aku termasuk golongannya dan ia akan mendatangi telagaku.”

Sikap kritis tersebut dilandasi juga oleh hadis berikut ini.

لِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ [رواه النسآئى ومسلم وابن ماجه والترمذى وغيرهم].

“Dari Abu Saʻid (diriwayatkan) ia berkata, saya mendengar Rasulullah shallllahu ‘alaihi wa sallam bersabda, barang siapa yang melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka ubahlah dengan lisannya. Jika tidak mampu, maka ubahlah dengan hatinya. Dan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR al-Nasa’i, Muslim, Ibnu Majah, al-Tirmizi, dan lain-lain).

(Baca juga: Suara Muhammadiyah, 26 Mei 2020)

Berani Menolak Perintah Berbuat Zalim

Ketaatan pada ululamri yang dilandasi oleh iman dan takwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’alaa dan Rasul-Nya dapat menimbulkan keberanian menolak berbuat zalim. Saling menolong yang dilakukannya adalah untuk kebaikan dan takwa, bukan untuk dosa dan permusuhan. Hal ini sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an surat al-Maidah (5):2,

وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ

“Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya.”

Sementara itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda di dalam HR al-Bukhari,

لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةٍ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ [رواه البخاري].

“Tidak boleh taat dalam kemaksiatan. Ketaatan hanya dalam hal yang makruf.”

Dalam hadis yang lain disebutkan di dalam HR al-Bukhari,

عَنْ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ [رواه البخاري].

“Dari Abdullah radiyallahu 'anhu (diriwayatkan) dari Nabi shallallahu 'alaihi wa salla, beliau bersabda, Mendengar dan taat adalah wajib bagi setiap muslim, baik yang dia sukai maupun yang tidak dia sukai, selama dia tidak diperintahkan melakukan kemaksiatan. Jika dia diperintahkan melakukan maksiat, tidak ada hak mendengar dan menaati.” 

Di dalam hadis tersebut jelas sekali bagi kita bahwa hak mendengar pun tidak ada. Jadi, jika ada muslim mukmin taat (apalagi lagi menjadi loyalis takbersyarat atau bersikap dan bertindak taklid buta) pada ululamri zalim, apakah tidak perlu dipertanyakan ketaatannya pada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya?

Allahu a'lam


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Dunia Menatap Rafah Oleh: Teguh Pamungkas, Eks volunteer children center Muhammadiyah-Unicef di Pid....

Suara Muhammadiyah

3 June 2024

Wawasan

Muslim Tidak Boleh Bergantung pada Keberuntungan Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Un....

Suara Muhammadiyah

3 September 2025

Wawasan

Menjalani Hidup dengan Tawakal Oleh: Suko Wahyudi, PRM Timuran Yogyakarta Tawakal adalah salah sat....

Suara Muhammadiyah

4 February 2025

Wawasan

Nasyiatul Aisyiyah: Menanam Cahaya, Menuai Peradaban Oleh: Furqan Mawardi, Muballigh Akar Rumput &....

Suara Muhammadiyah

20 May 2025

Wawasan

Peran Orang Tua Mengajarkan Keselamatan pada Anak Oleh: Abdul Muhyi, Mahasiswa Institut Agama Islam....

Suara Muhammadiyah

14 December 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah