PERSAGI: Menelisik Fikih Najis Anjing dan Alkohol

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
165
Foto Istimewa

Foto Istimewa

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Suara Muhammadiyah kembali menyelenggarakan Pengajian Rutin Sabtu Pagi (PERSAGI), yang bertempat di Grha Suara Muhammadiyah pada Sabtu, 26 Juli 2025. Dalam edisi "Fikih Ibadah" ini, Ustadz Qaem Aulassyahied dari Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah secara komprehensif menuntaskan pembahasan mengenai benda-benda yang tergolong najis dalam Islam, dengan fokus mendalam pada status kenajisan anjing dan khamar (alkohol).

Ustadz Qaem mengawali kajian dengan membahas secara rinci terkait kenajisan anjing. Menurutnya mayoritas ulama (jumhur) berpandangan bahwa anjing adalah najis. Pendapat ini berlandaskan kuat pada hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, di mana Nabi Muhammad SAW memberikan petunjuk spesifik untuk menyucikan bejana yang telah dijilat anjing dengan cara mencucinya sebanyak tujuh kali, dan salah satu dari cucian tersebut harus menggunakan tanah.

Namun, Ustadz Qaem juga menyajikan wawasan mengenai adanya perbedaan pendapat (khilafiyah) dalam masalah ini, terutama dari Mazhab Hanafiyah. Mazhab ini berpendapat bahwa anjing tidak najis dengan beberapa argumentasi. Pertama, tidak ada ayat di dalam Al-Qur'an yang secara eksplisit menyatakan anjing itu najis. Kedua, terdapat kaidah umum bahwa setiap makhluk yang hidup pada dasarnya adalah suci. Ketiga, Al-Qur'an dalam Surah Al-Ma'idah ayat 4 justru menghalalkan hasil buruan dari anjing yang telah dilatih, yang secara implisit menunjukkan bahwa anjing tidaklah najis.

Mengenai hadis perintah mencuci, Mazhab Hanafiyah memandangnya bukan sebagai indikasi kenajisan, melainkan sebagai bentuk ibadah ta'abbudi (ritual ketaatan murni). Kendati demikian, Ustadz Qaem menegaskan bahwa Majelis Tarjih PP Muhammadiyah lebih cenderung pada pendapat mayoritas ulama yang menyatakan jilatan anjing adalah najis berat (mughalladhah).

Lebih lanjut, kajian membahas persoalan teknis penyuciannya di zaman modern, yakni bolehkah tanah diganti dengan sabun? Ustadz Qaem menjelaskan bahwa Majelis Tarjih telah melakukan riset mendalam terhadap berbagai riwayat hadis terkait dan menemukan adanya keragaman redaksi. Ada hadis yang menyebut tujuh kali cucian tanpa tanah, ada yang menyebut tujuh kali dengan salah satunya tanah, ada pula yang menyebut delapan kali di mana yang terakhir digosok dengan tanah, bahkan ada yang menyebut boleh tiga, lima, atau tujuh kali.

"Dikarenakan tidak adanya hadis yang menunjukkan pada satu tata cara saja, maka dipahami bahwa tata caranya bersifat wasail, bersifat metode saja," jelas Ustadz Qaem. Berdasarkan prinsip taisir (kemudahan) dan raf'ul-haraj (menghilangkan kesulitan), serta mempertimbangkan kondisi masyarakat modern yang mungkin sulit mendapatkan tanah suci, Majelis Tarjih memperbolehkan penggunaan sabun atau pembersih lain yang setara atau lebih efektif sebagai pengganti tanah. "Namun, bagi yang tetap ingin menggunakan tanah karena merasa lebih mantap mengikuti sunnah, itu diperbolehkan sebagai bentuk ihsan (melakukan yang lebih baik)," tambahnya.

Pembahasan kemudian beralih pada najis yang terakhir, yaitu khamar atau minuman memabukkan. Keharaman khamar sangat jelas dalam Islam, sebagaimana firman Allah dan sabda Nabi, "Kullu muskirin khamrun wa kullu khamrin haramun" (Setiap yang memabukkan itu khamar, dan setiap khamar itu haram). Pertanyaan yang sering muncul adalah, apakah semua jenis alkohol otomatis najis?

Untuk menjawab ini, Majelis Tarjih menggunakan pendekatan ilmiah (burhani) dan membedakan alkohol menjadi tiga kategori. Pertama, alkohol sebagai nama senyawa kimia pada dasarnya adalah zat yang suci. Kedua, alkohol jenis etanol yang banyak digunakan dalam produk non-konsumsi seperti parfum, kosmetik, dan antiseptik, dihukumi tidak najis dan tidak haram digunakan secara eksternal karena tujuannya bukan untuk diminum atau memabukkan. Ketiga, alkohol yang telah melalui proses fermentasi dan sengaja diolah menjadi minuman keras (miras). "Nah, inilah yang dipastikan haram dan tergolong najis," tegas Ustadz Qaem.

Dengan demikian, fatwa Majelis Tarjih memberikan kejelasan bahwa yang najis adalah khamar dalam bentuk minuman keras, bukan zat alkohol pada parfum atau pembersih medis. Setelah kajian yang disampaikan oleh Ustadz Qaem, dalam pengajian Persagi pun ada tanya jawab interaktif dengan jamaah yang sangat disambut antusias yang membahas berbagai hal yang terkait dengan ibadah maupun fikih.

Persagi diadakan dua pekan sekali dengan kerjasama Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Notoprajan, Pimpinan Ranting 'Aisyiyah (PRA) Notoprajan, Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Ngampilan, dan Pimpinan Cabang 'Aisyiyah (PCA) Ngampilan.

Saksikan tayanya video Persagi selengkapnya di SMTV Channel berikut https://www.youtube.com/channel/UCvG10IRI-NoKVBE7D_RTwCw


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

SLEMAN, Suara Muhammadiyah - Kolaborasi antara Majelis Pendidikan Dasar Menengah dan Pendidikan Nonf....

Suara Muhammadiyah

25 November 2024

Berita

MAKASSAR, Suara Muhammadiyah - Siswa SMA Muhammadiyah 6 Kota Makassar Riswandi terpilih menjadi sala....

Suara Muhammadiyah

29 November 2023

Berita

BAUBAU, Suara Muhammadiyah – Ketua Lembaga Penelitian, Pengembangan, dan Pengabdian Masyarakat....

Suara Muhammadiyah

11 February 2025

Berita

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Mahasiswa KKN Alternatif ke-94 unit IV.C.1 berkolaborasi deng....

Suara Muhammadiyah

25 November 2024

Berita

MEDAN, Suara Muhammadiyah –  Pimpinan Wilayah Aisyiyah Sumatera Utara menerima audiensi P....

Suara Muhammadiyah

21 September 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah