Rahmat Allah Dibalik Keputusasaan

Publish

2 May 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
137
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Rahmat Allah Dibalik Keputusasaan

Oleh: Suko Wahyudi/PRM Timuran Yogyakarta

Putus asa adalah racun halus yang menggerogoti kekuatan batin manusia secara perlahan. Ia bukan sekadar perasaan sedih sesaat, melainkan kondisi jiwa yang kehilangan arah, harapan, dan daya juang. Dalam keheningan batin, putus asa menjelma menjadi kabut tebal yang menutupi cahaya harapan, membekukan semangat, dan mengubur cita-cita sebelum sempat tumbuh mekar.

Manusia yang dirundung putus asa tidak hanya lumpuh secara emosional, tetapi juga kehilangan kemampuan untuk menatap masa depan dengan optimisme. Ia menjadi tawanan ketakutan dan kecemasan yang membelenggu, tak lagi mampu membaca kemungkinan baik dalam hidupnya. Dalam perspektif psikologi, ini adalah bentuk disfungsi afektif yang dapat mempengaruhi seluruh aspek kehidupan manusia, mulai dari produktivitas hingga relasi sosial.

Bahaya putus asa bahkan melebihi luka fisik yang dapat disembuhkan oleh obat. Jiwa yang dilanda keputusasaan ibarat kapal yang karam di tengah samudra luas, terombang-ambing tanpa kompas. Dalam kegelapan tersebut, seseorang dapat kehilangan kesadaran akan nilai dirinya, makna hidup, bahkan kehilangan kepercayaan kepada Yang Maha Memberi Harapan.

Dalam pandangan Islam, putus asa bukan hanya persoalan psikologis, tetapi juga spiritual. Ia tergolong ke dalam dosa besar yang dibenci Allah SwT. Al-Qur’an menggambarkan bahwa keputusasaan dari rahmat Allah merupakan ciri orang-orang yang kufur terhadap kasih sayang-Nya. Ini menandakan bahwa harapan adalah fondasi dasar dari keimanan.

Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yang kafir. (Yusuf [12]: 87)

Ayat ini mengandung nilai psikoterapis ilahiah yang menenangkan jiwa-jiwa gelisah. Ia menjadi penawar bagi siapa pun yang tengah berada di jurang keputusasaan, menyatakan dengan lantang bahwa rahmat Allah jauh melampaui luasnya kesalahan manusia. Selama seseorang masih memiliki secuil keimanan, maka pintu harapan tetap terbuka.

Tak hanya larangan, Allah SwT juga mengajak dengan kelembutan luar biasa. Dalam surah Az-Zumar ayat 53, Dia menyeru para pendosa dengan sapaan yang penuh kasih:

Katakanlah: "Wahai hamba-hamba-Ku yang telah melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Ayat ini ibarat pelukan langit bagi jiwa-jiwa yang terpuruk. Ia menyiratkan bahwa kehadiran Allah dalam hidup manusia bukan untuk menghakimi, tetapi untuk merangkul. Bahkan, kepada mereka yang telah melampaui batas, Allah tidak menutup kemungkinan untuk kembali.

Namun demikian, dalam realitas sosiologis, putus asa tidak selalu lahir dari kelemahan personal. Ia bisa bersumber dari struktur sosial yang tidak adil. Sistem politik yang represif, ekonomi yang eksploitatif, pendidikan yang diskriminatif, semuanya dapat menciptakan atmosfer kolektif yang menumbuhkan keputusasaan dalam masyarakat. Keadaan ini mencerminkan patologi sosial yang harus disembuhkan dengan perubahan sistemik.

Sebagian individu mungkin terjerumus dalam putus asa bukan karena kekurangan iman, melainkan karena hidup dalam struktur yang terus-menerus meniadakan peluang. Ketika suara tidak didengar, jerih payah tidak dihargai, dan keadilan menjadi barang mewah, maka keputusasaan pun hadir sebagai respons terhadap ketimpangan.

Pada titik inilah, keimanan berperan sebagai perisai terakhir. Iman bukan sekadar keyakinan, melainkan energi yang menghidupkan kembali semangat dalam menghadapi kenyataan. Dalam pandangan teologis, setiap musibah dan kesulitan adalah medan ujian yang mengundang manusia untuk lebih dekat kepada Allah.

Wahai orang-orang yang beriman. Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan kepada Kitab (al-Qur’an) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Dan barang siapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sungguh orang itu telah tersesat sangat jauh. (An-Nisa’ [4]: 136).

Rasulullah SaW menjadi teladan utama dalam hal ini. Beliau menghadapi beragam bentuk penolakan, caci maki, dan intimidasi dalam perjuangan dakwahnya. Namun, semangat beliau tidak pernah padam. Jiwa beliau tidak dikalahkan oleh rasa putus asa. Ia tetap tegar karena keyakinan bahwa pertolongan Allah adalah pasti bagi mereka yang sabar dan berjuang.

Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia; dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti keinginannya dan keadaannya sudah melewati batas. (Al-Kahfi [18]: 28)

Sebaliknya, jiwa yang dibiarkan larut dalam keputusasaan akan dengan mudah terjerumus dalam sikap negatif: menyalahkan takdir, menaruh dendam kepada sesama, bahkan meragukan keberadaan Tuhan. Lebih dari itu, dalam kondisi ekstrem, keputusasaan bisa menjadi pintu masuk bagi tindakan destruktif, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain.

Karena itu, sangat penting bagi setiap individu untuk menjaga api harapan tetap menyala, meskipun dalam kegelapan. Harapan adalah nafas kehidupan, dan iman adalah jantungnya. Dalam pandangan eksistensial religius, manusia harus senantiasa bertahan karena hidup adalah anugerah yang sarat makna, bukan sekadar penderitaan tanpa ujung.

Hidup tidak selalu berjalan sesuai harapan, tetapi bukan berarti tak ada harapan dalam hidup. Selama nafas masih berhembus, selama doa masih terucap, dan selama hati masih terhubung dengan Sang Pencipta, maka jalan pulang akan selalu tersedia. Putus asa bukan akhir dari segalanya, ia hanyalah awan kelabu yang menutupi sinar mentari untuk sementara.

 


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Beridul Fitri dengan Prestasi (3)  Oleh: Mohammad Fakhrudin/Warga Muhammadiyah Magelang Di da....

Suara Muhammadiyah

24 April 2025

Wawasan

Alkitab untuk Studi Perbandingan Agama Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas ....

Suara Muhammadiyah

29 November 2024

Wawasan

Refleksi Milad IMM ke-61: Merawat Ikatan, Membangun Indonesia Berkemajuan Oleh: M. Rendi Nanda Sapu....

Suara Muhammadiyah

14 March 2025

Wawasan

Pay Later Syariah Oleh: Joko Intarto Namanya ‘’BankZiska’’ Tapi BankZiska ....

Suara Muhammadiyah

30 October 2023

Wawasan

Dengan Kebersihan dan Kesucian Hati, Kita Sambut Hari Kemenangan Oleh: Rumini Zulfikar, Penasehat P....

Suara Muhammadiyah

31 March 2025

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah